Praktik Mumifikasi Tertua dari Asia Tenggara, Lebih Tua dari Mesir Kuno

ADVERTISEMENT

Praktik Mumifikasi Tertua dari Asia Tenggara, Lebih Tua dari Mesir Kuno

Trisna Wulandari - detikEdu
Minggu, 16 Nov 2025 20:00 WIB
Foto studi dari Gua Song Terus di Jawa, Indonesia. Foto kiri menunjukkan penguburan, sementara foto kanan menunjukkan tulang femur (paha), tibia (tulang kering), dan humerus (tulang lengan atas) yang sebagian punya bekas terbakar.
Foto kiri menunjukkan penguburan di Gua Song Terus di Jawa, sementara foto kanan menunjukkan tulang femur (paha), tibia (tulang kering), dan humerus (tulang lengan atas) dengan bekas terbakar. (Hung et al, Indonesian-French Joint Prehistory Program)
Jakarta -

Peneliti melaporkan bukti mumifikasi jenazah tertua dari 12.000-4.000 tahun lalu di Asia Tenggara dan China Selatan. Praktik ini diperkirakan lebih tua dari mumifikasi budaya Chinchorro, Chili utara (5.050 SM) dan Kerajaan Lama Mesir Kuno (2.550 SM).

Mumifikasi di Asia Tenggara ini dilakukan dengan cara mengasapi mereka yang meninggal. Para jenazah diposikan berjongkok. Praktik ini juga berlanjut dan terekam dalam catatan etnografi penduduk asli Dataran Tinggi Nugini dan Australia.

Mereka yang mempraktikkannya yakni para manusia pemburu-pengumpul. Diperkirakan, praktik ini bertahan lebih dari 10.000 tahun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Temuan tersebut dipublikasi peneliti Hsiao Chun Hung dan rekan-rekan dalam jurnal PNAS dengan judul Earliest evidence of smoke-dried mummification: More than 10,000 years ago in southern China and Southeast Asia, 15 September 2025 lalu.

ADVERTISEMENT

Temuan di Vietnam hingga Indonesia

Sebanyak 54 penguburan pra-Neolitik di 11 situs arkeologi di Asia Tenggara sejak 2010 diteliti dalam studi ini. Sejumlah situs penelitian ini berlokasi di gua-gua di China selatan, Vietnam utara, dan Sumatra (Indonesia). Kesamaannya yaitu posisi pemakaman berjongkok atau meringkuk dalam lubang kecil.

Situs Gua Harimau di Sumatra bagian selatan juga mengungkap 82 individu dari zaman Neolitik Akhir dan Zaman Besi. Situs ini dianggap penting karena menunjukkan praktik pemakaman ditekuk di Asia Tenggara Kepulauan yang lebih baru, yakni sekitar 1869-1618 SM.

Bukan Kebetulan

Berdasarkan penelitian dengan sinar X, spekstroskopi inframerah transformasi Fourier, dan teknik lainnya, ditemukan bahwa orang yang dimakamkan dikeringkan dengan asap dari api. Beberapa sampel juga menunjukkan jejak pembakaran.

Hasil studi menunjukkan sampel-sampel tulang mengalami perubahan struktur yang diperkirakan karena paparan terhadap panas. Beberapa di antaranya mencapai suhu di atas 500 derajat C, tetapi yang lainnya di suhu yang lebih rendah, setara dengan panas dari asap.

Arkeolog Peter Bellwood, salah satu penulis studi dari Australian National University (ANU), mengatakan temuan ini menunjukkan bentuk pengawetan jenazah yang disengaja.

"Ada terlalu banyak mumi untuk bisa dikatakan ini praktik yang tidak disengaja. Ini adalah perilaku manusia yang disengaja," ucapnya,

Ia memperkirakan, praktik pengasapan dan pengikatan untuk membuatnya menekuk ini agar mumi dapat dibawa atau diangkut oleh masyarakat pemburu-pengumpul.

Tidak Mirip Mumifikasi Mesir Kuno

Mumi ini tidak dimakamkan dengan artefak dan tidak memiliki kulit serta rambut lagi. Kendati demikian, lantaran tujuannya yang diduga untuk pengawetan, Bellwood mengatakan temuan ini masih salah satu bentuk mumifikasi.

"Ini tidak sama persis dengan yang orang Mesir lakukan. Namun, bagi saya, ini masih sejenis mumifikasi," ucapnya.

"Pada dasarnya, ini mengeringkan jasad dengan tujuan mengawetkannya," jelasnya lagi.

Menurut peneliti, praktik ini juga berlanjut di masa kini. Beberapa di antaranya ditemukan pada situs pemakaman Aborigin Australia dan di Papua Nugini. Tujuannya antara lain untuk menjaga hubungan fisik dan spiritual dengan leluhur, serta sebagai perantara waktu dan kenangan.




(twu/faz)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads