Ilmuwan dari Pusat Penelitian Astronomi Radio Internasional Universitas Curtin, Perth, Australia, Silvia Mantovanini menghadirkan peta baru dari Galaksi Bima Sakti. Peta ini terungkap melalui penangkapan frekuensi radio yang berbeda-beda.
Proses ini mampu menunjukkan lokasi di mana sebuah bintang lahir dan mati. Menurut peneliti, detail yang ditangkap biasanya tidak terlihat oleh mata telanjang atau melalui astrofotografi.
Penghadiran peta baru Galaksi Bima Sakti dilakukan Mantovanini melalui proyek bernama Survei Galactic and Extragalactic All-sky MWA (GLEAM).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Survei GLEAM
Survei ini merupakan proyek astronomi yang memetakan seluruh langit yang terlihat dari Australia Barat menggunakan teleskop Murchison Widefield Array (MWA). Peneliti mengamati gelombang radio dari luar angkasa untuk mempelajari galaksi, bintang, sisa-sisa supernova, dan objek kosmik lainnya yang tidak dapat dilihat dengan teleskop biasa.
Mantovanini menghabiskan 18 bulan dan lebih dari 40 ribu jam menggunakan superkomputer di Pawsey Supercomputing Center untuk memproses data dari survei GLEAM. Data yang dikumpulkan terdiri dari 20 mosaik dengan frekuensi yang sedikit berbeda lalu, ditumpuk menjadi satu.
"Ini adalah cara yang berbeda dalam memandang Bima Sakti dibandingkan dengan apa yang kita lihat dengan mata telanjang," kata Mantovanini, dikutip dari ABC News.
Pada peta tersebut, ada area berwarna oranye dan merah. Area itu menunjukkan bintang-bintang yang telah meledak dan dikenal sebagai sisa-sisa supernova.
Bintang-bintang sekarat ini memancarkan sinyal radio khusus yang dibuat oleh partikel bermuatan dan bergerak di sekitar medan magnet. Di sisi lain, peta tersebut ada area biru yang menunjukkan tempat bintang-bintang sedang lahir.
Gambar tersebut dibuat dengan menggabungkan 20 gambar berbeda yang diambil pada frekuensi berbeda pula. Hasilnya, sebuah momen terakhir bintang tua dan kelahiran bintang baru bisa diungkap.
Menurut Mantovanini, kematian dan kelahiran bintang terjadi sepanjang waktu. Namun, peristiwa ini memang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang.
"Kita selalu memiliki bintang-bintang baru yang bergabung dengan bintang-bintang lain atau berinteraksi dengan objek-objek lain di langit. Lalu perlahan-lahan mereka mati," ujarnya.
Gambaran Masa Lalu
Gambar yang tertangkap dalam peta ini dinilai Mantovanini sebagai gambaran masa lalu dari waktu yang lama sekali. Cahaya pada dasarnya membutuhkan waktu untuk bergerak melalui ruang angkasa, sehingga apa yang dilihat saat ini pada dasarnya menunjukkan masa lalu.
"Jadi ketika melihat bintang atau galaksi, kita sebenarnya melihat kembali ke masa lalu, melihat bagaimana keadaan di masa lalu, bukan keadaannya saat ini," jelas Mantovanini.
"Bahkan ketika Anda melihat ke atas dari halaman belakang rumah, Anda sedang melihat ke masa lalu," kata dia lagi.
Melalui survei ini, Mantovanini berharap data tersebut bisa berguna untuk mendorong penemuan-penemuan baru lainnya. Dengan begitu, manusia bisa memahami apa yang terjadi di galaksi kita.
(det/twu)











































