Pernahkah detikers ingin jalan kaki tapi dengan syarat ada trotoar yang nyaman, tidak rusak, dan tutupan saluran drainase tidak bikin takut jatuh? Ternyata, alasan tersebut didukung secara ilmiah.
Penelitian baru-baru ini di jurnal Nature mengungkap, pindah ke lingkungan yang lebih mudah dilalui dengan berjalan kaki secara signifikan meningkatkan aktivitas fisik.
Studi oleh tim peneliti lintas disiplin Stanford University menunjukkan, kemudahan berjalan kaki pada suatu kota memengaruhi tingkat aktivitas fisik, terlepas dari bagaimanapun kebiasaan atau usianya, kecuali perempuan lanjut usia. Para perempuan lansia diperkirakan menghadapi faktor lain yang menghambat aktivitas fisik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk itu, penting bagi perencana perkotaan untuk mendesain kemudahan berjalan kaki dengan memikirkan manfaat kesehatan warganya.
Data Kota Ramah Pejalan Kaki
Pada studi ini, peneliti menggunakan data pengukuran kota ramah pejalan kali dengan metrik Skor Jalan Kaki. Metrik ini menilai lingkungan berdasarkan jarak ke fasilitas terdekat, dan juga mempertimbangkan faktor-faktor seperti kepadatan penduduk dan tata letak jalan. Skor ini didasarkan pada data dari berbagai sumber, termasuk Google, Sensus AS, dan kontribusi pengguna.
Peneliti juga menarik data ponsel pintar lebih dari 2 juta warga AS. Dari kumpulan data ini, para peneliti berfokus pada 5.400 orang yang berpindah kota selama periode tiga tahun.
Berdasarkan analisis gawai dari 1.600 kota di AS, kota yang dapat dilalui dengan berjalan kaki meningkatkan aktivitas harian rata-rata sebanyak 1.100 langkah atau sekitar tambahan 11 menit jalan kaki.
Untuk mendapatkan angka ini, peneliti menganalisis lebih dari 7.400 perpindahan di 1.600 kota tersebut.
Contohnya, orang yang pindah dari kota yang warganya lebih jarang jalan kaki ke New York City akan naik rata-rata langkah per harinya, dari 5.600 langkah menjadi 7.000 langkah, sebagaimana temuan Wu Tsai Human Performance Alliance, Stanford University.
"Eksperimen alami ini berusaha menjawab pertanyaan penting tetapi menantang yang telah coba dijawab oleh bidang kesehatan masyarakat selama beberapa dekade, yaitu apakah perubahan dalam lingkungan binaan masyarakat benar-benar dapat mengubah tingkat aktivitas fisik mereka," kata penulis studi Abby King, profesor epidemiologi dan kesehatan populasi di Stanford Medicine, melansir Stanford Report.
Kota Tidak Ramah Pejalan Kaki, Aktivitas Jalan Kaki Turun
Sebaliknya, pindah ke kota yang kurang ramah pejalan kaki membuat jumlah langkah harian warga berkurang. Sedangkan jika pindah ke kota dengan tingkat kemudahan berjalan kaki yang serupa, maka jumlah langkah harian tidak berubah.
Peneliti menjelaskan, temuan ini menunjukkan bukti bahwa desain kota memang bisa memengaruhi seberapa banyak kita berjalan kaki dan bahkan kesehatan kita.
"Sangat menarik untuk memiliki kumpulan data longitudinal yang kaya ini dengan aktivitas selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun untuk mengungkap bagaimana lingkungan Anda memengaruhi aktivitas Anda," kata penulis studi Jennifer Hicks, direktur eksekutif Wu Tsai Human Performance Alliance, Stanford University.
Peneliti juga mendapati faktor pengaruh kebiasaan pribadi tidak berpengaruh. Sederhananya, orang yang sebelumnya memang lebih jalan kaki juga lebih mau jalan kaki setelah tinggal di kota ramah pejalan kaki.
"Saya terkejut dan sangat terdorong oleh fakta bahwa peningkatan kemampuan berjalan kaki menghasilkan peningkatan jumlah langkah harian yang signifikan di hampir semua kelompok usia dan gender," kata Hicks.
"Individu memiliki jumlah langkah harian yang lebih besar di kota yang lebih ramah pejalan kaki, terlepas dari seberapa aktif mereka sebelum pindah dan berapa pun indeks massa tubuh mereka," imbuhnya.
Sementara itu, penulis studi mengakui studi ini masih terbatas pada data ponsel pintar. Karena itu, hasil studi mereka bisa jadi terlalu mewakili orang-orang berpenghasilan tinggi atau mereka yang tertarik memantau kesehatan mereka saja.
Di samping itu, kendati jumlah langkah merupakan ukuran yang ampuh untuk menunjukkan aktivitas harian, data tersebut tidak mencakup semua jenis olahraga, seperti bersepeda atau berenang.
Studi ke depannya diharapkan bisa meninjau lingkungan seperti apa yang paling efektif dalam meningkatkan aktivitas warga. Langkah ini diharapkan membantu perumusan kebijakan terbaik pada desain perkotaan.
Hasil studi ini telah dipublikasi di jurnal Nature dengan judul "Countrywide Natural Experiment Links Built Environment to Physical Activity."
(twu/nah)