Apakah detikers pernah melihat gerhana matahari? Itu adalah fenomena astronomi ketika Bulan berada di antara Matahari dan Bumi. Akibatnya, sinar matahari ke Bumi menjadi terhalang. Namun, benarkah gerhana matahari bisa dibuat?
Baru-baru ini, Badan Antariksa Eropa atau The European Space Agency (ESA) berhasil menciptakan gerhana matahari total buatan. Gerhana ini dibuat dengan sepasang satelit di luar angkasa sebagai bagian dari misi Proba-3.
Lantas bagaimana gerhana matahari buatan bisa terbentuk?
Melibatkan Dua Satelit Luar Angkasa
Jika gerhana matahari sungguhan melibatkan Bulan-Matahari-Bumi, maka gerhana matahari buatan melibatkan dua satelit-Matahari-Bumi.
Pada bulan Maret 2025, dua pesawat ruang angkasa, yang disebut Coronagraph dan Occulter, terbang dengan jarak 150 meter sambil sejajar sempurna selama beberapa jam tanpa dikendalikan dari darat. Pada posisi yang sangat tepat - hingga satu milimeter - memungkinkan satelit menciptakan gerhana matahari total di orbit, sebagaimana dilansir BBC.
Satelit tersebut kemudian sejajar dengan Matahari sedemikian rupa, sehingga memungkinkan pesawat ruang angkasa Occulter menghalangi cakram terang bintang raksasa itu. Akibatnya, bisa menghasilkan bayangan di instrumen optik Coronagraph.
Bayangan yang tercipta, memungkinkan instrumen Coronagraph, yang disebut ASPIICS, untuk berhasil menangkap gambar bagian terluar atmosfer Matahari, yang dikenal sebagai korona.
"Sangat menarik melihat gambar-gambar menakjubkan ini memvalidasi teknologi kami dalam misi penerbangan formasi presisi pertama di dunia," kata Dietmar Pilz, yang merupakan direktur teknologi, teknik, dan kualitas ESA.
Peluang Baru untuk 'Gerhana Digital'
ESA dalam laman resminya, yang dikutip Senin (23/6/2025), menjelaskan bahwa gambar-gambar menakjubkan Proba-3, diprediksi memicu revolusi kecil dalam cara model komputer mensimulasikan korona matahari dan menciptakan 'gerhana digital'.
Menurut ESA, selama beberapa tahun terakhir, model simulasi pengamatan telah dikembangkan dan memberi para ilmuwan sarana untuk mengamati Matahari. Namun, materi sumber yang dibutuhkan untuk membuat simulasi ini, dinilai masih kurang.
"Koronagraf saat ini tidak sebanding dengan Proba-3, yang akan mengamati korona Matahari hingga hampir ke tepi permukaan Matahari. Sejauh ini, hal ini hanya mungkin dilakukan selama gerhana Matahari alami," kata Jorge Amaya, Koordinator Pemodelan Cuaca Luar Angkasa di ESA.
"Aliran pengamatan yang sangat besar ini akan membantu menyempurnakan model komputer lebih lanjut saat kami membandingkan dan menyesuaikan variabel agar sesuai dengan gambar sebenarnya," imbuhnya.
Sebagai informasi, misi Proba-3 bertujuan untuk memecahkan misteri lama ini dengan mempelajari korona secara lebih mendalam. Instrumen ASPIICS pada pesawat ruang angkasa Coronagraph mampu melihat lebih banyak detail dan menemukan fitur yang lebih redup daripada misi lainnya.
Misi ini dipimpin oleh ESA dan disusun oleh konsorsium yang dikelola oleh Sener dari Spanyol, dengan partisipasi lebih dari 29 perusahaan dari 14 negara. Misi tersebut diluncurkan pada tanggal 5 Desember 2024 dengan peluncur PSLV-XL dari Satish Dhawan Space Centre di Sriharikota, India.
Simak Video "Video: Ada Gerhana Matahari Sebagian 21 September 2025, Simak Faktanya"
(faz/pal)