Seiring dengan perkembangan zaman, manusia pada akhirnya mengetahui bila Tata Surya bukanlah satu-satunya objek langit yang bisa diamati. Kemampuan teleskop yang semakin canggih menemukan ada jutaan planet lain di galaksi ini.
Salah satu jenis planet yang paling umum di alam semesta dikenal dengan "mini-Neptunus" atau planet kecil yang bentuknya mirip Neptunus di Tata Surya kita. Planet-planet ini terbuat dari campuran batuan, logam, dan memiliki atmosfer tebal.
Atmosfer tebal ini dijelaskan Universitas Chicago (UChicago) Amerika Serikat (AS) sebagian besar terdiri dari hidrogen, helium, dan mungkin air. Jumlah mini-Neptunus ini diperkirakan melimpah, namun sinyal keberadaan mereka tak tertangkap di tata surya kita.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan demikian populasinya bak sebuah teka-teki yang terus dicoba untuk dipecahkan.
Perburuan Planet Mini-Neptunus
Secara umum, planet di luar tata surya kita dikenal sebagai eksoplanet. Lantaran di luar gugusan tata surya kita, jarak berbagai eksoplanet ini sangat jauh.
Dengan begitu, teleskop paling canggih sekalipun yang telah ada saat ini hanya dapat menangkap sinyal mereka secara tidak langsung. Sinyal yang dimaksud seperti kilatan cahaya ketika planet melintas di depan bintangnya.
Namun, para ilmuwan telah menemukan cara-cara kreatif untuk menafsirkan keberadaan eksoplanet ini. Misalnya, ilmuwan dapat memahami molekul-molekul di atmosfer planet dengan menganalisis cahaya yang menembusnya.
Mereka juga bisa mengukur efek gravitasi suatu planet terhadap bintang induknya. Proses mengukur efek gravitasi ini berguna menentukan massanya.
Banyaknya jumlah mini-Neptunus yang ditemukan para ilmuwan ini cukup mengejutkan mereka. Alasannya lantaran planet-planet ini terletak di sekitar bintang-bintang terdekat di tata surya.
Kondisi Planet-planet Kecil Mirip Neptunus
Menurut peneliti, mini-Neptunus memiliki suhu tinggi dan atmosfer yang berat. Melihat keadaan itu, peneliti memperkirakan bila planet itu memiliki lautan magma cair di permukaannya.
Asisten profesor UChicago, Edwin Kite menyebut keadaan itu juga pernah terjadi di Bumi. Ia juga sempat memperkirakan bila lautan magma ini bahkan mencapai langit, sehingga membatasi ukuran planet tersebut untuk berkembang.
Meski begitu, informasi tentang mini-Neptunus sangat terbatas. Untuk itu tim peneliti yang dipimpin Eliza Kempton memulai perburuan untuk memecahkan teka-teki yang ada.
Tim Kempton pertama kali menyadari potensi mini-Neptunus ketika menganalisis sebuah planet bernama GJ 1214 b. Planet ini mengorbit sebuah bintang jauh di konstelasi Ophiucus.
Berdasarkan data terbaru dari Teleskop Luar Angkasa James Webb, menunjukkan bahwa planet tersebut memiliki lapisan atmosfer yang tebal. Lapisan ini mungkin mengandung molekul yang lebih besar daripada hidrogen dan helium biasa.
Keadaan itu menyiratkan bahwa atmosfernya akan lebih berat daripada yang ilmuwan perkirakan bahkan jauh lebih berat dibanding bumi. Lapisan atmosfer yang tebal itu akan menciptakan kondisi suhu dan tekanan yang sangat tinggi.
Saking tingginya tekanan, batuan di planet itu bisa bertransisi dari magma cair menjadi batuan padat lagi. Proses ini dijelaskan Kempton seperti karbon yang mengembun menjadi berlian jauh di bawah permukaan bumi.
Penemuan ini membuat tim Kempton terkejut. Mereka akhirnya melakukan serangkaian simulasi planet dengan kondisi berbeda.
Hasilnya, mereka menemukan bahwa sebagian besar mini-Neptunus yang sebelumnya dianggap sebagai planet lava mungkin sebenarnya punya permukaan padat. Perlu perhitungan lebih lanjut lainnya.
"Bisa saja ada skenario dasar yang berupa lava, atau permukaan padat, dan Anda harus memperhitungkan sejumlah faktor lain tentang atmosfer sebuah planet untuk mencoba menentukan rezim atmosfernya," tutur Kempton dikutip dari laman resmi UChicago.
Apakah Bisa Dihuni oleh Manusia?
Dengan keadaan yang telah diketahui, Kempton menilai planet-planet ini tetap tidak akan menyenangkan untuk ditinggali manusia. Permukaannya yang berbatu akan menjadi padat, karena mendapat tekanan yang luar biasa dari atmosfer yang tebal.
"Ini benar-benar mengubah paradigma tentang planet-planet ini, yang menarik karena jumlahnya sangat banyak di alam semesta," kata Kempton.
"Pada dasarnya, secara harfiah, kami mencoba memahami objek-objek ini, karena mereka tidak ada di tata surya kita," sambungnya lagi.
Planet-planet mini-Neptunus ini sangat menarik bagi para ilmuwan karena jumlahnya sangat banyak. Melalui planet ini, ilmuwan juga mengetahui bagaimana cara planet terbentuk.
Peneliti pascadoktoral yang juga penulis dalam studi tersebut, Matthew Nixon menjelaskan sebelum eksoplanet ditemukan, ilmuwan mengetahui bagaimana cara tata surya terbentuk. Melalui logika tersebut, ilmuwan berpikir bila tata surya lain juga terbentuk dengan cara serupa, ternyata tidak.
Oleh karena itu, para ilmuwan ingin memahami bagaimana mini-Neptunus terbentuk dan seperti apa bentuknya saat ini. Dengan begitu mereka dapat mengetahui gambaran yang lebih lengkap tentang bagaimana planet terbentuk secara umum.
Pengetahuan terbaru ini dapat memandu ilmuwan mencari planet layak huni lainnya.
"Ini adalah bagian yang sangat mendasar bagi kita untuk memahami planet lain maupun planet kita sendiri," pungkasnya.
Studi ini telah terbit di jurnal IOP Science: Astrophysical Journal Letters dengan judul "Not All Sub-Neptune Exoplanets Have Magma Oceans" pada 5 November 2025.
(det/faz)











































