Konflik Israel dan Iran semakin hari semakin memanas. Diketahui, konflik ini bermula akibat serangan Israel ke pangkalan Iran pada 13 Juni 2025 lalu.
Selain kedua negara itu, konflik ini menjadi sorotan juga bagi negara lain. Termasuk Amerika Serikat yang kemudian ikut melakukan pengeboman ke situs nuklir Iran.
Menurut pakar hukum internasional dari Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Satria Unggul Wicaksana tindakan Israel bisa berpotensi melanggar prinsip dasar Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam Piagam PBB Pasal 2 Ayat 4 ditegaskan bahwa setiap negara anggota wajib menahan diri dari ancaman atau penggunaan kekuatan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik negara lain," ujarnya dikutip dari laman UM Surabaya, Minggu (22/6/2025).
Baca juga: Apa Nama Ibu Kota Iran yang Diserang Israel? |
Bisa Picu Eskalasi Konflik Global
Satria menyebut konflik yang berkepanjangan dan kian memanas bisa memicu eskalasi konflik global. Terlebih Iran dikenal punya sekutu negara kuat seperti Rusia, China dan Korea Utara.
"Serangan ini jelas mencederai prinsip tersebut," ujar Satria.
Eskalasi berarti sebuah konflik bisa tumbuh menjadi lebih parah. Eskalasi dapat kita artikan pada peningkatan intensitas konflik dan keparahan cara yang digunakan dalam konflik di antara pihak-pihak yang terlibat.
Padahal, awalnya Israel menyerang Iran untuk mencegah penguatan Iran di tengah proses perundingan antara Amerika Serikat dan Iran. Namun, kini konflik kian memanas dan membuat negara lain menjadi khawatir dengan keamanan dunia.
"Israel bukan pertama kali melakukan serangan ke negara-negara lain, sebelumnya mereka juga melakukan operasi militer ke Lebanon, Suriah, hingga Irak. Serangan terbaru yang dinamai Rising Lion ini sangat berbahaya karena bisa memicu keterlibatan sekutu-sekutu besar seperti Rusia, Tiongkok, dan Korea Utara yang dikenal memiliki kedekatan dengan Iran," jelasnya.
Dampak Konflik Bisa Parah Jika Dibiarkan
Dalam dunia hukum, Satria menjelaskan hak membela diri Iran yang bisa dilakukan. Hal itu sebagaimana diatur dalam pasal 51 Piagam PBB. Isinya mengizinkan negara melakukan retaliasi atau pertahanan diri jika diserang.
Jika konflik tidak juga diselesaikan secara objektif oleh lembaga internasional, Satria khawatir dengan kemungkinan adanya perang berskala global.
"Jika negara-negara yang seharusnya berperan sebagai mediator justru tidak mampu menengahi atau bersikap objektif, maka potensi meletusnya Perang Dunia Ketiga menjadi sangat nyata. Kita harus dudukkan persoalan ini secara jernih: siapa yang melakukan serangan lebih dulu, dialah yang bertanggung jawab secara hukum internasional," tegas Satria.
Adapun kategori serangan termasuk ke dalam agresi sebagaimana disebut dalam Resolusi Majelis Umum PBB Tahun 1974 tentang Definisi Agresi, Pasal 5 Ayat 1.
"Jika konflik ini bisa diselesaikan melalui jalur damai, seperti melalui Mahkamah Internasional, tentu akan lebih baik. Namun jika tidak, kita sedang berdiri di ambang krisis global yang bisa berkembang menjadi bencana besar," pungkasnya.
(cyu/nah)