Penyebaran manusia ke kawasan Pasifik masih menjadi perdebatan hangat di kalangan ilmuwan. Sejauh ini, para ahli mengajukan dua teori utama mengenai rute migrasi manusia dari Asia menuju Australia.
Rute pertama, dikenal sebagai jalur utara, melewati Kalimantan, Sulawesi, lalu berlanjut ke Papua, termasuk wilayah Raja Ampat. Sementara jalur kedua, atau rute selatan, diperkirakan melalui Jawa, Bali, dan Timor, sebelum manusia purba menyeberangi lautan menuju pesisir utara Australia.
Beberapa waktu lalu, tim peneliti internasional menyingkap bukti arkeologis, Raja Ampat sangat mungkin menjadi rute migrasi manusia purba dari Asia ke Australia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebuah tim arkeolog internasional yang dipimpin University of Oxford, Inggris, bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada, Indonesia, berhasil mengungkap bukti migrasi awal Homo sapiens dari kawasan Eurasia menuju Pasifik.
Temuan ini memperkirakan pergerakan manusia purba tersebut terjadi lebih dari 55 hingga 50 ribu tahun silam.
Temuan Penting di Gua Malolo, Raja Ampat
Mereka melakukan ekskavasi arkeologis di sejumlah titik dalam Gua Mololo, yang terletak di terletak di dalam Selat Rabia, mengarah ke Teluk Mayalibit di Pulau Waigeo. Pulau ini yang terbesar di antara empat pulau utama di Kepulauan Raja Ampat.
Penelitian ini telah dipublikasikan dalam Antiquity, jurnal ilmiah prestisius yang diterbitkan Cambridge University Press dengan judul Human dispersal and plant processing in the Pacific 55 000-50 000 years ago pada Agustus 2024 lalu.
![]() |
Dikutip dari artikel tersebut, Gua Mololo terbentuk dari batu kapur berumur Miosen dan memiliki struktur yang kompleks. Bagian luarnya terang karena atap gua sebagian runtuh, memungkinkan cahaya matahari masuk langsung.
Sementara itu, ruang dalamnya gelap dan lembap, menjadi habitat alami bagi sejumlah koloni kelelawar yang menghuni lorong-lorong gua.
Di lapisan sedimen paling dasar Gua Mololo, tim peneliti menemukan berbagai bukti aktivitas manusia purba seperti antara lain arang, sisa kerang, tulang hewan, serta pecahan batu.
Salah satu temuan paling mencolok adalah potongan resin berukuran sekitar 1,4 sentimeter dengan bentuk bersudut tajam. Bentuk geometris resin ini menunjukkan bahwa ia dipotong secara sengaja dari pohon, bukan hasil pembentukan alami.
Hasil penanggalan radiokarbon mengungkap bahwa artefak tersebut berusia antara 50.000 hingga 55.000 tahun. Usia ini menjadikannya sebagai artefak tanaman tertua yang dibuat oleh manusia di luar Afrika.
Menurut Dylan Gaffney, peneliti utama dari School of Archaeology, University of Oxford, bahan tersebut sangat mudah terbakar dan menjadi sumber cahaya yang andal di dalam gua. Ia juga menambahkan, resin kemungkinan memiliki fungsi lain pada masa itu, seperti digunakan sebagai perekat atau pewangi alami.
Selanjutnya>>>