Arus informasi semakin tak terbendung seiring masifnya pengguna internet dan perkembangan media sosial. Pengguna internet menjadi mudah terpapar banyak informasi sekaligus, termasuk informasi/berita palsu (hoax). Lantas kenapa banyak orang mudah percaya hoax?
Secara umum, pengguna internet yang biasa terpapar informasi, akan mudah memikirkan dan membaginya tanpa mengecek keaslian berita. Kemudian untuk membagi informasi ini yang membuat siapa pun bisa menyebarkan berita dan berkomentar tentang konten apa pun.
Pada akhirnya, hoax yang telah menyebar luas, menjadi sulit dipertimbangkan. Alhasil, banyak orang cenderung langsung percaya, alih-alih mengecek sumber aslinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Data menunjukkan, penggunaan istilah hoax kian meningkat seiring penyematan terhadap berita-berita di internet yang dianggap palsu. Laporan Guardian menemukan bahwa pada 2016-2017 saja, istilah hoax meningkat sebesar 365%.
Dosen Senior Jurnalisme di Universitas Derby, Richard Bowyer, menjelaskan bahaya nyata yang ditimbulkan oleh berita palsu bisa menodai dunia jurnalisme.
"Saat ini semua orang adalah editor dan semua orang bisa mempublikasikan berita, terutama di media sosial," ucapnya dikutip dari derby.ac.uk.
Orang Membagikan Hoax di Medsos karena Cari Perhatian
Sebuah studi yang dilakukan oleh Online Civic Culture Center Universitas Loughborough pada tahun 2019, menemukan bahwa 42,8 persen orang yang membagikan berita mengaku telah membagikan hoax.
Studi tersebut juga melaporkan bahwa mereka yang berbagi berita di media sosial terutama, termotivasi untuk memberi tahu orang lain dan mengungkapkan perasaan mereka.
"Orang-orang menyebarkan berita palsu karena berbagai alasan. Mereka percaya bahwa berita tersebut menarik perhatian orang," kata Richard.
Alasan lainnya, karena mereka berpikir berita yang dibagikan bisa mewakili opini mereka, sehingga dengan membagi informasi, mereka bisa memengaruhi orang lain. Padahal, mereka tidak mengecek keaslian informasinya.
Kondisi ini, kata Richard, merupakan hal yang berbahaya. Karena bisa membuat banyak orang mempercayai hoax dan ikut menyebarkannya.
Nyatanya, masyarakat lebih cenderung mempercayai informasi yang salah jika informasi tersebut berasal dari sumber dalam kelompok mereka, dibandingkan sumber dari luar kelompok, atau jika mereka menilai sumber tersebut dapat dipercaya.
"Mereka ingin orang-orang percaya bahwa berita tersebut benar. Hal ini dapat membuat penyebaran berita palsu menjadi berbahaya karena mereka ingin orang-orang mengubah cara berpikir mereka," jelasnya.
Menurut American Psychological Association (APA), orang yang rentan terhadap hoax dengan yang tidak, memiliki perbedaan individu berdasarkan pengalaman. Misalnya, pencapaian pendidikan, penalaran analitis, dan keterampilan berhitung, yang dapat meningkatkan resistensi terhadap informasi yang salah.
Sementara kecemasan juga berpotensi meningkatkan kemungkinan seseorang untuk mempercayai hoax. Orang dewasa yang lebih tua mungkin lebih baik dalam mengidentifikasi informasi yang salah dibandingkan orang dewasa yang lebih muda, tetapi orang yang lebih tua juga lebih cenderung melihat dan membagikan informasi palsu di media sosial.
Sayangnya, menurut Richard, perusahaan media sosial masih kesulitan dalam menghadapi berita palsu. Jadi, jalan satu-satunya bagi pengguna internet, yakni dengan berhati-hati.
"Berhati-hatilah dari mana Anda memilih untuk mendapatkan informasi. Pandangan pertama Anda adalah, fakta-fakta apa dalam cerita ini yang dapat dibuktikan kebenarannya? Di mana sumber informasinya dan dapat dipercaya? Di mana artikel tersebut pertama kali diterbitkan? Organisasi macam apa itu? Siapa atau kelompok apa yang membagikan cerita ini?" ungkapnya.
"Idenya adalah Anda mulai melihat cerita tersebut dengan pandangan kritis, mempertanyakan keasliannya," tambahnya.
Cara Mengenali Berita Palsu atau Hoax
Associate Professor dalam Psikologi Kontemplatif, Universitas Derby, Dr William Van Gordon mengemukakan beberapa cara untuk mengenali berita palsu. Berikut daftarnya.
1. Selalu pertimbangkan apakah informasi tersebut memiliki sumber yang dapat dipercaya dan disebutkan namanya
2. Kembangkan pola pikir kritis saat membaca berita
3. Pikirkan tentang apa yang mungkin hilang dari cerita tersebut. Berita palsu sering kali menghilangkan informasi dari beritanya
4. Periksa kembali apakah kutipan yang dikaitkan dengan orang atau kelompok tertentu telah terwakili secara akurat
5. Cari gambar palsu. Jika itu adalah berita palsu, mungkin berisi gambar palsu atau gambar yang mungkin tidak relevan dengan berita tersebut. Jika Anda yakin itu palsu, periksa gambarnya di situs pencarian.
(faz/nwy)