Benarkah Perempuan Lebih Banyak Berbicara Dibanding Laki-laki? Ini Faktanya Menurut Sains

ADVERTISEMENT

Benarkah Perempuan Lebih Banyak Berbicara Dibanding Laki-laki? Ini Faktanya Menurut Sains

Nikita Rosa - detikEdu
Minggu, 02 Mar 2025 19:00 WIB
Ilustrasi ngobrol
Foto: Getty Images/iStockphoto/Pornpimon Rodchua/Ilustrasi perempuan ngobrol
Jakarta -

Ada stereotip tertentu tentang seberapa banyak laki-laki dan perempuan yang suka mengobrol. Dalam hal ini, perempuan lebih sering dianggap banyak berbicara. Namun, apa kata sains?

Sebuah studi baru menunjukkan jika perempuan cenderung lebih banyak berbicara selama sebagian besar periode pertengahan kehidupan mereka. Studi tersebut menemukan perempuan berusia antara usia 25 dan 64 tahun, rata-rata berbicara 3.275 kata atau 20 menit lebih banyak per hari daripada laki-laki. Di rentang usia lainnya, angkanya kurang lebih sama.

"Ada asumsi lintas budaya yang kuat bahwa perempuan berbicara lebih banyak daripada laki-laki," kata psikolog klinis Colin Tidwell, dari Universitas Arizona dalam laman Science Alert, dikutip Minggu (2/3/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami ingin melihat apakah asumsi ini berlaku atau tidak ketika diuji secara empiris," sambungnya.

Beberapa peneliti yang sama terlibat dalam sebuah studi tahun 2007. Mereka menemukan jika laki-laki dan perempuan berbicara dengan jumlah kata yang sama per hari, sekitar 16.000.

ADVERTISEMENT

Pada studi yang terbit di Journal of Personality and Social Psychology, 128(2) ini, tim peneliti meneliti lebih banyak lagi yakni 2.197 peserta, empat negara, pengumpulan data selama 14 tahun, dan rincian berdasarkan kelompok usia yang berbeda.

Alasan Perempuan Lebih Banyak Bicara

Cuplikan obrolan dikumpulkan secara acak menggunakan perangkat perekam elektronik yang dirancang khusus dan dikenakan oleh peserta dalam kehidupan sehari-hari. Sebanyak 631.030 klip audio ambient digunakan, dan diproses melalui model statistik.

Data baru tersebut mengungkap nuansa yang terlewatkan oleh penelitian tahun 2007, termasuk perbedaan pada awal hingga pertengahan masa dewasa. Hal yang tidak ditunjukkan oleh data tersebut adalah alasan kesenjangan ini yakni peran gender yang sering kali membuat perempuan menanggung sebagian besar beban pengasuhan anak.

"Jika faktor biologis seperti hormon menjadi penyebab utama, perbedaan gender yang cukup besar seharusnya juga ada di antara orang dewasa yang baru muncul," kata psikolog Matthias Mehl, dari Universitas Arizona.

"Jika perubahan generasi masyarakat menjadi kekuatan pendorong, seharusnya ada perbedaan gender yang meningkat secara bertahap dengan peserta yang lebih tua. Namun, keduanya tidak demikian," imbuhnya.

Ada banyak variasi antara laki-laki dan perempuan di berbagai usia, banyak orang yang terlibat tidak sesuai dengan norma statistik. Ada individu yang banyak bicara dan pendiam di kedua jenis kelamin.

Peserta yang paling sedikit bicara adalah seorang laki-laki, yang hanya mampu mengucapkan 62 kata per hari. Peserta yang paling banyak bicara juga seorang laki-laki, yang mencapai 124.134 kata per hari: dengan asumsi ia tidur selama delapan jam dalam setiap 24 jam, itu hampir 130 kata setiap menit terjaga dalam sehari.

Data tersebut juga menunjukkan jika orang-orang semakin sedikit berbicara dari waktu ke waktu, terlepas dari usia dan jenis kelamin. Sesuatu yang menurut para peneliti disebabkan oleh semakin banyaknya waktu di depan layar.

Namun meskipun penelitian ini jauh lebih besar daripada penelitian tahun 2007, ada lebih banyak ketidakpastian dalam hasilnya.

Misalnya, pada awal dan pertengahan masa dewasa, perempuan diketahui mengucapkan antara 1.500 dan 3.600 kata lebih banyak per hari dibandingkan dengan laki-laki. Itu spektrum yang cukup besar, dengan rentang terendah mewakili hanya 10 menit atau lebih pembicaraan dengan tempo normal dan rentang tertinggi mewakili 23 menit.

Ukuran sampel yang jauh lebih besar diperlukan untuk memisahkan semua berbagai faktor pengganggu yang dapat memengaruhi hasil ini selain jenis kelamin atau gender.

Dalam penelitian selanjutnya, tim ingin melihat lebih dekat kebiasaan mengobrol dan kesejahteraan kita secara keseluruhan.

"Buktinya sangat kuat bahwa bersosialisasi terkait dengan kesehatan, setidaknya pada tingkat yang sama dengan aktivitas fisik dan tidur," kata Mehl.

"Itu hanya perilaku kesehatan lainnya," pungkasnya.




(nir/faz)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads