Meninggal karena patah hati adalah kiasan yang sering muncul dalam mitos dan fantasi. Kendati demikian, para ilmuwan menemukan jika meninggal karena patah hati kini bukanlah dongeng semata.
Kondisi meninggal karena patah
hati dikenal dengan sindrom takotsubo, yakni disfungsi singkat dan intens di bagian jantung yang disebut ventrikel kiri. Sindrom ini dapat terjadi setelah stres emosional atau fisik yang ekstrem.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah Kematian karena Patah Hati
Kematian karena patah hati telah menjadi tema populer dalam karya fiksi sejak berabad-abad lalu. Namun, dokter baru mulai mencatat kasus nyata sindrom takotsubo pada tahun 1960-an.
"Biasanya, kondisi ini digambarkan sebagai kondisi seorang wanita tua atau setengah baya yang baru saja kehilangan orang yang dicintainya. Sekitar sehari setelahnya, dia meninggal karena patah hati," jelas Trisha Singh, dokter jantung di Rumah Sakit Universitas Dorset di Inggris dalam Science News Explores dikutip Jumat (21/2/2025).
Teknologi pencitraan medis telah berkembang sejak saat itu. Hal ini memungkinkan dokter untuk mempelajari jantung pasien yang menderita 'patah hati' secara langsung.
Pada banyak pasien, ventrikel kiri mereka terlihat menggelembung. Sebagai informasi, ventrikel kiri adalah ruang yang memompa darah kaya oksigen ke seluruh tubuh.
Bentuknya yang menggelembung mengingatkan dokter Jepang pada takotsubo atau toples bundar yang digunakan untuk menangkap lobster dan gurita. Jadi pada 1990, dokter di Rumah Sakit Kota Hiroshima mengusulkan istilah takotsubo untuk menggambarkan kondisi tersebut.
Bagaimana Patah Hati 'Takotsubo' Bisa Terjadi?
Apa yang memicu sindrom takotsubo masih menjadi misteri. Salah satu hipotesisnya adalah bahwa peristiwa traumatis menyebabkan lonjakan hormon stres di otak dan kelenjar adrenal.
Ventrikel kiri dipenuhi dengan reseptor untuk zat kimia ini. Jadi, banjir tiba-tiba dari zat-zat ini dapat menyebabkan ototnya yang kencang dan elastis menjadi kendur dan bengkak. Itu akan mencegah aliran darah ke seluruh tubuh.
Hipotesis lain adalah bahwa respons stres sebentar "mengejutkan" jantung. Gagasan lain adalah kadar hormon estrogen yang berkurang. Ini karena sebagian besar kasus sindrom takotsubo terjadi pada perempuan yang lebih tua. Perempuan ini biasanya telah mengalami menopause di mana mereka menghasilkan lebih sedikit estrogen daripada sebelumnya.
Sindrom Patah Hati yang Langka
Sindrom takotsubo sebenarnya cukup langka dengan presentase 2 persen di antara orang-orang yang berobat ke unit jantung.
Seorang ahli jantung di University of Wisconsin-Madison, Peter Rahko, menceritakan sebuah kasus dari tahun 1980-an.
Waktu itu, seorang perempuan dipanggil ke rumah sakit di pedesaan Wisconsin. Di sana, dia diperlihatkan jenazah putranya, yang meninggal dalam kecelakaan mobil.
"Dalam waktu lima menit, dia mulai merasakan nyeri dada yang parah [dan] jatuh ke lantai," kata Rahko.
Perempuan itu diterbangkan ke Madison, tempat Rahko merawatnya. Dia memasukkan kateter ke jantung pasien untuk melihat apakah ada sesuatu yang menyumbat arteri yang memasok darah ke otot jantung. Itulah yang biasanya menyebabkan serangan jantung. Rahko menemukan jika arteris pasien benar-benar normal.
"Tetapi fungsi jantungnya berkurang drastis," ujarnya.
Pada sindrom takotsubo, pembuluh darah jantung sering kali bersih. Faktanya, sebagian besar pasien tidak memiliki faktor risiko untuk masalah jantung.
Melihat ke belakang, Rahko menyadari pasiennya menderita takotsubo. Saat ini, fungsi jantung yang berkurang tanpa tanda-tanda penyakit yang jelas merupakan petunjuk untuk kondisi ini. Seorang dokter akan melihat apakah pasien telah mengalami stres akut. Misalnya, apakah mereka sedang berduka atas kehilangan.
Cara Menyembuhkan Patah Hati
Meski terdengar parah, takotsubo berlangsung cukup singkat dan biasanya tidak fatal. Sekitar 4 persen orang meninggal karena kondisi ini. Sekitar 75 persen pulih sepenuhnya setelah 10 hari, seperti yang dialami pasien Rahko. Banyak yang pulih hanya setelah 48 hingga 72 jam.
Perawatan standar untuk takotsubo adalah mengobati pasien dengan obat-obatan untuk gagal jantung. Namun karena beberapa orang pulih begitu cepat, para ilmuwan masih ragu akan obat yang tepat untuk para penderita patah hati ini.
(nir/faz)