Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan teknologi radiasi untuk menangani limbah plastik. Langkah ini diharapkan mampu mendukung pemanfaatan hasil pengolahan limbah plastik sebagai bahan baku industri.
Pengembangan teknologi radiasi BRIN dan mitra industri tersebut berkaitan dengan ditunjuknya Indonesia melalui BRIN oleh International Atomic Energy Agency (Badan Tenaga Atom Internasional/IAEA) untuk menjadi salah satu negara pilot pada program Nuclear Technology for Controlling Plastic Pollution, yang disingkat NUTEC Plastics.
Riset BRIN dan mitra industri mendapati, teknologi radiasi yang dikembangkan kini sudah bisa diuji coba pada skala komersial. Hasinya dapat menjadi referensi negara anggota IAEA lain untuk turut mengelola limbah plastik dan memanfaatkannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengolah Limbah Plastik Indonesia
Kepala Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka, dan Biodosimetri BRIN Tita Puspitasari mengatakan, proyek ini antaranya dilaksanakan melalui kolaborasi dengan mitra industri Polymindo Permata (Viro). Dalam hal ini, kedua pihak bekerja sama untuk meriset modifikasi polimer.
Hasil modifikasi plastik tersebut kemudian dicoba untuk digunakan lagi untuk membuat produk yang bernilai ekonomi tinggi. Contohnya seperti wood plastic composite (WPC) dan serat buatan (artificial fiber). WPC merupakan material komposit yang terbuat dari serbuk kayu dan plastik daur ulang. Keduanya bisa digunakan dalam pembuatan meja, lemari, partisi, rak dapur, hingga kayu lantai.
Tita menjelaskan, hasil riset tersebut berpotensi untuk diterapkan di tingkat industri secara nasional. BRIN dalam hal ini dapat menyediakan fasilitas iradiasi, yang memungkinkan penyinaran limbah plastik dengan radiasi buatan untuk memodifikasinya sehingga dapat dijadikan bahan baku industri.
"Dan berperan dalam mengatasi limbah plastik yang volumenya terus meningkat," kata Tita di Gedung BJ Habibie, Jakarta, Senin (17/2/2025).
Teknologi Radiasi untuk Atasi Limbah Plastik
Tita menjelaskan, daur ulang barang plastik terdiri dari beberapa jenis. Salah satunya yakni primary recycling, yakni produk gagal di pabrik dibentuk ulang sampai bisa dimanfaatkan lagi. Ada pula secondary recycling, yakni plastik yang sudah digunakan masyarakat dan dibuang menjadi sampah lalu dikumpulkan, dibersihkan, dipilah, dan diproses kembali sesuai klasifikasi atau jenisnya.
Pada pembuatan WPC, teknologi radiasi memungkinkan serbuk kayu dan bahan plastik daur ulang menyatu dan merekat. Hasil akhirnya menurut Tita bisa lebih kuat secara mekanis.
Tak hanya serbuk kayu, tanda kosong kelapa sawit dan samah biomassa lainnya juga bisa dikombinasikan dengan sampah plastik lewat teknologi radiasi untuk membuat sejenis WPC. Dengan begitu, sampah plastik sekali pakai bisa diproses kembali sehingga menjadi produk yang lebih tahan lama.
(twu/pal)