Hasil penelitian Dr Nobuyuki Kawai dari Nagoya University, Jepang menunjukkan monyet mampu menghindari serangan ular karena cepat mendeteksi keberadaannya. Caranya dengan mengidentifikasi rupa (visual) sisik ular di lingkungan sekitar.
Kawai mendapati, monyet yang belum pernah melihat ular dan amfibi salamander bisa membedakan satu foto reptil tersebut dari delapan foto salamander. Namun, jika foto salamander yang sama diberi tambahan sisik ular, monyet tersebut tidak lagi cepat mendeteksi mana yang foto ular betulan dan mana yang bukan.
Waspada karena Takut
Percobaan pertama Kawai menunjukkan monyet menyiratkan ketakutan khusus saat diperlihatkan foto ular. Ketakutan tersebut tidak muncul saat monyet diperlihatkan foto salamander, seperti dikutip dari laman kampus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada studi lain, bayi usia 8-14 bulan yang diperlihatkan foto ular juga lebih cepat bereaksi ketimbang saat diperlihatkan foto bunga. Respons saraf juga muncul saat anak usia 7-10 diperlihatkan foto ular.
Diketahui, ular berisiko mematikan bagi primata maupun manusia sejak zaman purba hingga saat ini. Pada 2018, 63.400 orang tewas akibat gigitan ular di penjuru dunia.
Kawai memperkirakan, reaksi monyet maupun bayi manusia pada foto ular meskipun belum pernah bertemu langsung menunjukkan ketakutan bawaan atau turun-temurun pada reptil ini. Berangkat dari hasil studinya, sisik ular berperan penting memantik identifikasi keberadaan ular dan rasa takut sehingga manusia dan primata yang melihat jadi lebih waspada.
Sisik Ular
Hasil studi ini juga menunjukkan baik bentuk sisik ular dengan pola umum maupun yang spesifik sama-sama membantu monyet dalam mengidentifikasi keberadaannya. Saat melihat sisik ular, visual tersebut ditangkap retina monyet dan dikirim ke amigdala, bagian otak yang salah satunya memproses emosi dan stimuli sosial, termasuk rasa takut.
Dalam pemrosesan ke amigdala, deteksi cepat ular melalui mediasi oleh superior colliculus-pulvinar. Bagian otak ini dihubungkan oleh jalur sel saraf yang berperan dalam memperhatikan visual dan respons motorik.
Neuron (sel saraf) yang merespons pola kota-kota serupa sisik ular lalu muncul di pulvinar. Sirkuit sel saraf kemudian memicu deteksi ancaman di saraf.
"Mungkin karena selama evolusi nenek moyang primata kita mengembangkan sistem visual untuk mengidentifikasi sisik, yang merupakan karakteristik ular," kata Kawai.
"Wawasan tentang evolusi primata ini kemungkinan akan meningkatkan pemahaman kita tentang penglihatan dan evolusi otak pada hewan, termasuk diri kita sendiri," imbuhnya.
Hasil studi Kawai dipublikasi di Scientific Reports.
(twu/nah)