Indonesia baru saja menapaki periode pemerintahan baru setelah pelantikan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Harapan pada pemerintahan baru untuk meningkatkan perlindungan pada anak pun mengemuka.
Beberapa waktu lalu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyatakan kekerasan pada anak sudah masuk dalam tahap darurat dan mengkhawatirkan. Pasalnya kompleksitas kekerasan pada anak semakin meningkat dan beragam.
Dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB) Tia Subekti menyampaikan sejumlah pandangannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan beberapa riset yang sudah dilakukan, Tia menegaskan pentingnya perhatian serius Pemerintah mengenai masalah gizi dan kekerasan anak.
Tia menyorot peningkatan kekerasan terhadap anak yang juga kerap dibicarakan di media sosial. Dia menyebut Pemerintah perlu mempunyai komitmen tinggi untuk menyediakan ruang publik yang aman dan ramah untuk perempuan dan anak.
Tia menyayangkan ada banyak kasus kekerasan anak yang terjadi di lembaga pendidikan seperti pondok pesantren, sekolah, sampai panti asuhan, bahkan rumah.
Maka dari itu menurutnya pemerintah harus mempunyai instrumen untuk menangani masalah kekerasan anak, baik dengan kebijakan tegas; pengawasan ketat; sampai pemberian sanksi berat terhadap pelakunya.
Sayangnya hasil penelitian lapangan yang pernah dilakukan memperlihatkan masih banyak lembaga yang belum mempunyai mekanisme pengendalian atau pengaduan yang memadai apabila terjadi kekerasan anak.
Sementara, pada program makan siang gratis, Tia menilai program ini baik, tetapi ada aspek lain yang lebih mendesak. Dia mengatakan Pemerintah harus lebih dapat menjamin aksesibilitas masyarakat terhadap kebutuhan bahan pokok yang bernilai gizi tinggi.
"Pemerintah harus bisa lebih menjamin aksesibilitas masyarakat terhadap kebutuhan bahan pokok yang bernilai gizi tinggi. Misalnya, menjaga kestabilan harga dan ketersediaan stok bahan pokok, sehingga tidak terjadi kelangkaan," jelas Tia, dikutip dari Universitas Brawijaya pada Kamis (24/10/2024).
Dia menegaskan Indonesia sebagai negara agraris semestinya mempunyai pasokan bahan pokok yang berlimpah. Sayang faktanya, masih sering terjadi kelangkaan bahan pokok. Ini berakibat sulitnya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan gizi, khususnya bagi anak-anak.
Alumnus magister Universitas Gadjah Mada (UGM) itu menggarisbawahi pentingnya langkah-langkah dalam perbaikan gizi dan kekerasan anak untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
"Mari kita terus optimis menyambut pemerintahan baru agar masyarakat Indonesia bisa lebih sejahtera," ungkapnya.
(nah/pal)