Pohon menyerap karbon dioksida untuk kemudian dilepaskan sebagai oksigen. Lantas, bagaimana jika pohon tak lagi menyerap karbon?
Aktivitas pohon ini merupakan salah satu dari ribuan proses alami yang mengatur iklim Bumi. Bersama lautan, tanah, dan penyerap karbon alami lainnya, mereka menyerap sekitar setengah dari semua emisi manusia.
Namun pada tahun 2023, peneliti internasional menunjukkan jumlah karbon yang diserap telah menurun sementara. Kesimpulan penelitian itu adalah jika pohon yang termasuk hutan dan tanah hampir tidak menyerap karbon.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peringatan di Laut
Laut yang menyerap karbon juga menunjukkan 'penolakan'. Gletser Greenland dan lapisan es Arktik mencair lebih cepat dari yang diperkirakan, yang mengganggu arus laut Gulf Stream dan memperlambat laju penyerapan karbon oleh lautan.
Bagi zooplankton pemakan alga, pencairan es laut membuat mereka terpapar lebih banyak sinar Matahari. Perubahan yang menurut para ilmuwan dapat membuat mereka tetap berada di kedalaman lebih lama, mengganggu migrasi yang menyimpan karbon di dasar laut.
"Kita melihat keretakan dalam ketahanan sistem Bumi. Kita melihat keretakan besar di daratan, ekosistem daratan kehilangan penyimpanan karbon dan kapasitas penyerapan karbonnya, tetapi lautan juga menunjukkan tanda-tanda ketidakstabilan," ujar Johan RockstrΓΆm, direktur Potsdam Institute for Climate Impact Research dalam The Guardian, dikutip Rabu (23/10/2024).
Dapat Bersifat Sementara
Kerusakan serapan karbon daratan pada tahun 2023 dapat bersifat sementara. Namun, hal ini menunjukkan kerapuhan ekosistem.
Mencapai nol emisi tidak mungkin dilakukan tanpa alam. Tanpa adanya teknologi yang dapat menghilangkan karbon atmosfer dalam skala besar, hutan, padang rumput, rawa gambut, dan lautan yang luas di planet Bumi adalah satu-satunya pilihan untuk menyerap polusi karbon manusia, yang mencapai rekor 37,4 miliar ton pada 2023.
Keruntuhan lahan yang cepat seperti yang terlihat pada 2023 belum diperhitungkan dalam sebagian besar model iklim. Jika terus berlanjut, hal ini meningkatkan prospek pemanasan global yang cepat melampaui apa yang telah diprediksi oleh model-model tersebut.
Seiring meningkatnya emisi manusia, jumlah yang diserap oleh alam juga meningkat: karbon dioksida yang lebih tinggi dapat berarti tanaman tumbuh lebih cepat, menyimpan lebih banyak karbon. Namun keseimbangan ini mulai bergeser, didorong oleh meningkatnya suhu.
Tersisa Satu Hutan Hujan Penyerap Karbon Terbanyak
Hanya satu hutan hujan tropis utama, cekungan Kongo, yang tetap menjadi penyerap karbon yang kuat yang menyerap lebih banyak daripada yang dilepaskannya ke atmosfer. Diperburuk oleh pola cuaca El NiΓ±o, penggundulan hutan, dan pemanasan global, cekungan Amazon mengalami kekeringan yang memecahkan rekor.
Emisi dari tanah diperkirakan akan meningkat hingga 40% pada akhir abad ini jika terus berlanjut pada tingkat saat ini, karena tanah menjadi lebih kering dan mikroba mengurainya lebih cepat.
Dikombinasikan dengan menurunnya ketahanan Amazon dan kondisi kekeringan di beberapa bagian daerah tropis, kondisi panas di hutan utara turut mendorong runtuhnya serapan lahan pada tahun 2023, yang menyebabkan lonjakan laju karbon atmosfer.
"Pada 2023 akumulasi CO2 di atmosfer sangat tinggi dan ini mengakibatkan penyerapan yang sangat, sangat rendah oleh biosfer daratan," kata PhilippeCiais, seorang peneliti di Laboratorium Ilmu Iklim dan Lingkungan Prancis.
Kepala kelompok sains kelautan dan atmosfer Universitas Exeter, Prof Andrew Watson mengakui kegagalan penyerapan karbon ini terjadi lebih cepat dari perkiraan. Para ilmuwan perubahan iklim tidak menemukan kejadian ini dalam penelitian mereka.
"Ilmuwan iklim [khawatir] tentang perubahan iklim bukan karena hal-hal yang ada dalam model, tetapi pengetahuan bahwa model tersebut tidak memperhitungkan hal-hal tertentu," cemasnya.
(nir/faz)