Mengapa Saat Masuk Bangunan Kuno Terasa Sejuk? Ternyata Ini Penyebabnya

Cicin Yulianti - detikEdu
Rabu, 16 Okt 2024 09:00 WIB
Foto: Achmad Syauqi/Salah satu pabrik gula (PG) yang dibangun masa kolonial adalah PG Delanggu.
Jakarta -

Seorang dosen Arsitektur Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Dr Nur Rahmawati Syamsiyah, ST MT menyebut bangunan kuno lebih kebal terhadap perubahan iklim daripada rumah modern. Hal ini ia sampaikan berdasarkan risetnya.

Rahma pernah melakukan penelitian tentang hubungan rumah kuno dan perubahan iklim. Judul penelitiannya adalah "Thermal Comfort Resilience in Traditional Architecture Housing in Kampung Laweyan Surakarta".

Ia meneliti rumah-rumah kuno di Kampung Batik Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah. Selain itu, rumah kuno terbukti lebih nyaman dan lebih sejuk daripada rumah modern.

"Perubahan iklim yang begitu signifikan tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap kenyaman di rumah-rumah di Kampung Batik Laweyan," jelasnya dikutip dari laman UMS, Minggu (13/10/2024).

Pengaruh Arsitektur Bangunan

Rumah kuno apalagi dengan gaya Indis rata-rata mempunyai dinding tebal dengan atap limasan. Struktur bangunan model tersebut menjadi faktor kenyaman saat masuk rumah kuno.

Dinding yang tebal membuat rumah kino dapat menyimpan panas. Selain itu, dinding yang tebal membuat perpindahan panas dari luar ke dalam ruangan berjalan lebih lama bisa hingga 8 jam.

Suhu di rumah kuno pada pagi hingga siang akan tetap dingin. Sebaliknya, menjelang malam hari baru terasa hangat.

Rahma juga menyebut bahwa bangunan kuno banyak tak memiliki AC. Selain itu, pekarangan bangunan kuno biasanya ditanami berbagai vegetasi.

Suhu di rumah kuno ternyata bisa lebih rendah dari bangunan modern. Ia melihat pengukuran suhu di dalam rumah kuno berkisar 30 derajat celcius saat suhu di luar ruangan mencapai 35 derajat celcius.

Jadi, faktor lain yang menentukan sejuknya bangunan kuno adalah suhu, kelembaban, dan kecepatan angin.

Adanya Lubang di Atas Plafon

Pada bangunan kuno, biasanya ada lubang di atas yang menciptakan sirkulasi udara. Komponen ini dikatakan Rahma sebagai alasan kenyamanan jika tinggal di rumah bergaya arsitektur kuno.

"Ada lubang di atas atap dan di atas plafon yang akan membuat udara mengalir lancar," ujar dia.

Penempatan plafon yang lebih tinggi dari sekelilingnya di bagian tengah bisa membuat udara panas dan uap air berkumpul di area itu, Kemudian, udara panas akan keluar lewat celah genteng.

Itulah penyebab ruangan akan tetap sejuk dan tidak lembab. Tingkat kelembaban bangunan kuno menurut Rahma bisa hanya 60 persen.

Rumah Kuno Cocok Diterapkan di Indonesia

Lebih lanjut Rahma menyebut bahwa model rumah kuno sangat cocok di negara dengan iklim tropis seperti Indonesia. Dengan bangunan model ini, penduduk bisa mengurangi dampak perubahan iklim yang ekstrem.

Namun, ia melihat ada beberapa tantangan pembuatan rumah model kuno saat ini. Masyarakat sudah beralih ke referensi minimalis dan gaya arsitektur yang lebih modern.

Selain itu, tantangan pun hadir bagi para pemilik rumah kuno zaman sekarang. Mereka tak bisa sembarangan merenovasi rumahnya.

Terlebih bagi mereka yang rumahnya telah menjadi cagar budaya. Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, renovasi bisa dilakukan dengan tetap menjaga keaslian bahan, bentu, hingga teknologi pengerjaannya.



Simak Video "Video BMKG-Wamen PU Bahas Ancaman Perubahan Iklim Terhadap Infrastruktur RI"

(cyu/faz)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork