6 Pelajaran Hidup yang Bisa Membuat Lebih Bahagia, Ada yang Sudah Kamu Lakukan?

ADVERTISEMENT

6 Pelajaran Hidup yang Bisa Membuat Lebih Bahagia, Ada yang Sudah Kamu Lakukan?

Muhammad Alfathir - detikEdu
Jumat, 27 Sep 2024 09:00 WIB
Close-up of cheerful young woman. Portrait of beautiful happy female with long hair. She is in casuals at city.
Foto: Istock/xavierarnau/Ilustrasi bahagia
Jakarta -

Pernah enggak detikers lelah karena terlalu mengejar kebahagiaan, sampai-sampai seperti tak menikmati apapun? Psikolog menyebut ini sebagai jebakan "treadmill hedonis" atau pengejaran kebahagiaan tanpa akhir.

Selama ini, banyak problem psikis manusia yang mengarah pada keinginan untuk mencapai kebahagiaan. Hal ini yang membuat para psikolog meneliti tentang kebahagiaan manusia.

Salah satu penelitian paling terkenal dikemukakan oleh Philip Brickman dan Donald Campbell pada 1971. Penelitian mereka mengungkapkan bahwa pemenuhan keinginan tidak menjamin kebahagiaan seseorang karena manusia akan selalu menginginkan lebih dan sulit merasa puas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bisa dikatakan, kebahagiaan tidak akan tercapai selama manusia tak pernah merasa cukup. Semakin seseorang ingin untuk bahagia, maka semakin sulit untuk bahagia. Siklus ini akan terus berlanjut jika seseorang tidak menyadari dan mempelajari dirinya.

Maka dari itu, setiap individu harus belajar tentang dirinya sendiri dan cara memandang kebahagiaan serta kebutuhan hidup. Tujuannya agar individu bisa berkembang dan bertahan dalam kehidupan dengan baik.

ADVERTISEMENT

Untuk belajar tentang diri sendiri dan sudut pandang kebahagiaan, pakar mengungkapkan beberapa pelajaran hidup yang bisa direnungkan. Berikut ini ulasannya, yang dikutip dari BBC Science Focus.

6 Pelajaran Hidup yang Bisa Membuat Lebih Bahagia

1. Buat Tujuan Baru

Pada satu titik, mungkin kamu telah mencapai hal baru dan itu membuat bahagia, contohnya pekerjaan atau proyek baru. Namun, ketika kamu sudah melaluinya, kebahagiaan pudar dan cenderung memikirkan hal-hal lain.

Terkadang, hilangnya rasa kebahagiaan seperti di awal itu akan membuat seseorang mencari kebahagiaan yang lain.

Alih-alih terus mencari kebahagiaan, pakar menyarankan untuk berangkat dari tujuan. Jika tujuan lama telah tercapai, maka buat sebuah tujuan baru.

Dosen Perilaku Organisasi di Oxford Brookes Business School, Dr Christian Ehrlich, mengatakan bahwa manusia cenderung berpikir bahwa mencapai tujuan akan membuatnya bahagia. Padahal, pada dasarnya otak manusia tidak diciptakan sebagai pengukur kebahagiaan sehingga seberapa banyak tujuan yang tercapai tidak semata-mata membuat seseorang bahagia.

Jadi, menetapkan tujuan bisa memicu rasa bahagia di kemudian hari, meski tak harus berhasil mencapainya. MIsal saat kamu sudah bekerja dengan baik, buat tujuan lain dengan terus mempelajari hal baru.

2. Mencoba Hal Baru untuk Bersenang-senang

Jika tujuan baru akan membuat kamu punya patokan dalam melangkah, maka mencoba hal-hal baru bisa memicu pengalaman yang lain. Tak menjanjikan kebahagiaan, tetapi kebiasaan baru akan mengubah gaya hidup secara perlahan dan ini akan bermanfaat untuk diri.

Menurut pakar, dalam teori ini, manusia disarankan untuk mencoba hal baru karena seseorang dapat menikmati setiap momen baru atau yang disebut sebagai "kegembiraan kecil" dari suatu aktivitas maupun hobi baru.

3. Berhenti Melakukan Kegiatan yang Menyita Waktu

Seiring waktu, kamu akan belajar hal apa yang menjadi prioritas dalam hidup. Entah keluarga, pekerjaan, atau impian ke depan. Saat kamu fokus pada prioritas, maka hal lain akan dikesampingkan terlebih dahulu.

Misal, ketika kamu bekerja sampai larut dan melupakan orang-orang sekitar, maka bukannya itu produktif tapi menjauhkan kamu dari kebahagiaan. Alih-alih mendapat uang lebih banyak, kamu juga akan mengalami kelelahan fisik dan mental, yang bisa menghambat kebahagiaan.

Menurut sebuah studi yang terbit di Journal of Personality and Social, hubungan sosial merupakan kunci kebahagiaan. Oleh karena itu, setiap orang perlu melakukan manajemen waktu dengan tepat agar kehidupan sosial bisa seimbang.

4. Kurangi Media Sosial atau Memengaruhi Pengikut tentang Kebutuhan

Psikolog memiliki istilah "deinfluencing", yakni memengaruhi di media sosial untuk membeli sesuatu hanya sesuai kebutuhan atau mengurangi sifat konsumtif. Berbagi postingan di media sosial tentang pentingnya kebutuhan bukan keinginan akan menjadi hal yang positif.

Sebab, kemunculan pemengaruh atau influencer di media sosial, membuat banyak orang ingin hidupnya seperti yang dilihat. Padahal nyatanya, mereka belum mampu.

Akibat banyak membandingkan kehidupan ini, seseorang bukannya termotivasi tetapi malah tidak puas dan tidak bahagia dalam hidupnya.

Oleh karena itu, pakar menyarankan untuk menerapkan konsep deinfluencing dan/atau memengaruhi orang untuk bertindak agar tidak merugikan dirinya.

5. Menjadi Generalis Dibandingkan Spesialis

Banyak anggapan mengatakan seorang spesialis atau ahli dalam bidang yang spesifik, bisa membuat kehidupan mereka puas dan bahagia. Nyatanya, menjadi seorang spesialis dengan rutinitas yang sama setiap hari justru bisa memicu ketidakbahagiaan.

Meskipun, para peneliti tetap berpendapat bahwa rutinitas tetaplah penting seperti dalam konteks olahraga dan makan. Namun, dalam konteks pekerjaan, seseorang dinilai akan lebih bahagia seandainya melakukan banyak variasi ketimbang melakukan hal yang sama setiap saat.

6. Ikut Komunitas

Menurut pakar, interaksi singkat dengan orang asing dapat meningkatkan kebahagiaan seseorang secara sesaat. Koneksi merupakan prediktor kebahagiaan sehingga pada dasarnya manusia tidak bisa hidup tanpa adanya interaksi dengan manusia lainnya.

Dalam hal ini, berinteraksi dengan orang asing dapat memperluas lingkup pertemanan dan meningkatkan kebahagiaan seseorang. Maka dari itu, ikut komunitas tertentu yang baru bagi seseorang, bisa dicoba karena dapat memicu rasa antusias dan bahagia.




(faz/faz)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads