Profesor telah dikenal sebagai sebuah gelar dalam akademik dan menjadi pangkat tertinggi dalam perguruan tinggi. Namun ternyata, sejarah menunjukkan bahwa awal mula penyebutan profesor bukanlah untuk gelar akademik. Lantas untuk menyebutkan apa?
Untuk diketahui, bahwa jumlah profesor atau guru besar di Indonesia per 2023 sekitar 8.121, hanya 2,61 persen dari jumlah dosen aktif yang mencapai 311.163.
Di Indonesia, profesor dan guru besar kerap disebutkan secara bergantian untuk mengacu pada jabatan fungsional tertinggi di lingkungan perguruan tinggi. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) juga menyebutkan, bahwa profesor berarti pangkat dosen tertinggi di perguruan tinggi atau guru besar atau mahaguru.
Lantas apa sebenarnya arti profesor pada awal kemunculannya? Siapa yang pantas disebut profesor?
Asal Usul dan Makna Awal Profesor
Sebuah tulisan akademis karya Michel Clasquin-Johnson dari University of South Africa yang dipublikasikan di ResearchGate pada October 2014, menerangkan bahwa secara etimologis, profesor adalah seseorang yang menganut dan "mengakui" sesuatu yang mengacu pada pernyataan yang dibuat oleh seseorang yang akan memasuki suatu ordo keagamaan. Istilah ini juga mengacu pada "pengakuan iman".
Secara sederhana, penyebutan profesor awalnya dikaitkan dengan "to professes" atau "untuk mengaku". Dalam hal ini, mengaku sesuatu yang berhubungan dengan keagamaan.
Penggunaan istilah profesor ini digunakan pada masa abad pertengahan Eropa yakni sekitar abad ke-14 akhir dan abad ke-15. Namun seiring waktu, istilah profesor bukan hanya sebatas berkaitan dengan keagamaan, tetapi telah meluas.
Menurut Kamus Merriam-Webster, profesor memiliki makna yakni salah satu yang mengaku, mengakui, atau menyatakan (sesuatu). Dalam hal ini, dikaitkan dengan bidang keilmuan yang lebih luas.
Penggunaan Istilah Profesor sebagai Sebuah Jabatan Akademik
Dalam perkembangannya, istilah profesor kemudian memasuki ranah akademik. Di Eropa, tepatnya pada abad pertengahan, profesor dikenal sebagai orang-orang yang duduk mengelilingi meja dan memutuskan untuk membuat jabatan di universitas.
Kemudian, profesor berkembang lagi dan menjadi sinonim dari magister atau gelar doktor yang menunjukkan hierarki guru, demikian menurut Kamus Bahasa Inggris Oxford atau Oxford English Dictionary (OED).
Menurut OED, guru dan doktor dikaitkan dengan seseorang yang mengajar di depan umum di sekolah-sekolah tingkat fakultas. Sementara istilah profesor awalnya mengacu pada pemegang kantor pengajaran yang digaji dan merujuk pada golongan tertinggi seperti gelar reader (jabatan di atas dosen senior, di bawah profesor), dosen, instruktur, tutor, dan sebagainya.
Jadi bisa dikatakan, di wilayah Inggris, istilah jabatan tertinggi seperti guru besar awalnya hanya disebut sebagai dosen atau reader. Baru kemudian pada periode Dinasti Tudor (1485-1603), muncul istilah jabatan dalam lingkungan akademik yakni dosen (lecture), reader, dan profesor.
Penyebutan jabatan ini terus berkembang hingga pada 1540-an, jabatan dosen juga disebut sebagai profesor ketika raja Tudor Inggris, Henry VIII, mendirikan lima jabatan atau kursi di bidang ketuhanan, hukum sipil, kedokteran, Ibrani, dan Yunani, demikian sebagaimana dikutip dari situs resmi University of Leeds, Inggris.
Pada titik ini, guru yang sangat kompeten dan dianggap diberkahi, mulai disebut sebagai profesor.
Profesor Mengacu pada Kemampuan Intelektualnya
Dalam studinya, Michel Clasquin-Johnson mengatakan bahwa seiring waktu ke zaman modern, profesor memiliki stereotipe umum sebagai sebuah pangkat dan gelar akademis yang berbeda-beda di seluruh dunia.
Menurutnya, menjadi profesor bukan sekadar memasuki jenjang karier di sebuah universitas. Namun, memiliki hal kuat yang terkait dengan hakikat penelitian dan pembelajaran.
"Anda bukan lagi sekedar individu yang melakukan suatu pekerjaan, yang bisa saja melakukan pekerjaan lain. Anda telah menjadi sebuah simbol (sosial)," tulisnya.
Bagi Clasquin, profesor tidak hanya aktif melakukan penelitian dan pengajaran saja, melainkan harus konsisten dalam keilmuan secara terus menerus.
Orang yang dipanggil profesor harus bisa melampaui batas-batas disiplin ilmu yang telah dikembangkan puluhan tahun sebagai seorang akademisi. Terutama untuk memikirkan pemikiran-pemikiran besar, untuk memimpikan hal-hal besar dan untuk membagikan ide-ide tersebut secara publik.
"Meskipun tidak semua akademisi perlu menunggu selama itu sebelum berkembang menjadi intelektual publik, namun pada saat Anda menjadi profesor, itulah peran Anda. Inilah yang diharapkan publik dari Anda ketika Anda menerima gelar itu. Inilah sebabnya mengapa universitas mengeluarkan uang untuk memperkenalkan Anda kepada masyarakat tersebut pada kuliah perdana Anda," ungkap Clasquin.
Dia menggambarkan sedikit bagaimana peran profesor dalam kehidupan keilmuan sehari-hari. Misalnya, ketika media datang mencari seorang pakar, maka profesor tidak bisa bersembunyi.
Menurutnya, profesor tidak dapat mengklaim bahwa dia masih belajar, meskipun dia masih belajar. Di sisi lain, profesor perlu menulis artikel surat kabar, buku untuk pembaca umum, menjawab pertanyaan di forum online, berinteraksi dengan komunitas yang memiliki sedikit pengalaman dalam penyelidikan intelektual.
"Inilah sebabnya mengapa profesor akan dibutuhkan selama ada universitas," tuturnya.
Simak Video "Video: Prabowo Yakin Ada Kekuatan yang Tak Suka Indonesia Bangkit"
(faz/nwk)