Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya mengukuhkan dua guru besar, yakni Prof Dr Pipit Festi Wiliyanarti SKep Ns MKes dan Prof Dr Dra Sujinah MPd. Kini, total ada 14 guru besar yang dimiliki UM Surabaya.
Rektor UM Surabaya Mundakir berharap, penambahan profesor ini semakin menumbuhkan atmosfer akademik. Apalagi sejalan dengan program Kemendiktisaintek, di mana kampus harus memberikan dampak nyata.
"Peran guru besar kami harapkan betul-betul bisa turun ke bawah. Turut mengatasi persoalan di masyarakat. Melalui karya-karya risetnya yang bisa dimanfaatkan dan bermanfaat bagi masyarakat luas," kata Mundakir, Jumat (24/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mundakir menargetkan sekitar 40 dosen meraih gelar profesor. Ia optimistis target itu bisa tercapai.
"Meskipun target itu terasa agak besar, kita upayakan bisa mencapai minimal tahun ini bisa 10 persen dari jumlah dosen yang mempunyai jabatan akademik guru besar," ujarnya.
Saat ini terdapat dua dosen yang sedang mengajukan gelar profesor dan masih dalam proses. Selain itu, sekitar 10 dosen lain juga telah memenuhi syarat untuk mengajukan gelar profesor.
"Karena ini bagian dari program akselerasi, kami ada tim untuk percepatan. Yaitu pendampingan untuk dosen-dosen yang saat ini lektor kepala dan sudah eligible untuk mengajukan guru besar," jelasnya.
Prof Dr Pipit Festi Wiliyanarti SKep Ns MKes yang baru dikukuhkan sebagai guru besar di bidang Keperawatan Komunitas. Orasi ilmiahnya berjudul Optimalisasi Kesehatan Komunitas dengan Pendekatan Health Promoting Family di Era Transformasi Layanan Kesehatan.
Dalam orasinya, Prof Pipit mengajak semua pihak kembali ke fondasi dasar, yakni keluarga sebagai agen perubahan kesehatan bangsa. Ia menyoroti beban ganda penyakit-menular dan tidak menular-di Indonesia yang berakar dari rumah.
"Kita sering lupa bahwa akar dari semua ini ada di rumah. Kebiasaan makan, pola istirahat, cara kita merespons stres, semua dibentuk dari keluarga," kata Prof Pipit.
Sementara itu, Prof Dr Dra Sujinah MPd dikukuhkan menjadi guru besar bidang Kepakaran Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Orasi ilmiahnya berjudul Transformasi Pendekatan Pembelajaran: Dari Teaching-Centered Learning hingga Deep Learning, Berujung kepada Pendidik.
Dalam orasinya, Prof Sujinah mengingatkan bahwa inti pendidikan adalah manusia, terutama sosok pendidik. Pendidikan Indonesia, katanya, membutuhkan revolusi cara guru memahami makna mengajar, bukan sekadar reformasi kurikulum.
"Pendidikan bukan tentang memindahkan ilmu dari pendidik ke murid, melainkan tentang menyalakan api ruh yang membuat proses pembelajaran menjadi bermakna," pungkasnya.
(esw/hil)











































