Konser Musik Turut Menyumbang Emisi, Kini Musisi Gencar Menyuarakan Perubahan Iklim

ADVERTISEMENT

Konser Musik Turut Menyumbang Emisi, Kini Musisi Gencar Menyuarakan Perubahan Iklim

Luthfi Zian Nasifah - detikEdu
Sabtu, 07 Sep 2024 15:00 WIB
The Sounds Project
Foto: The Sounds Project/Ilustrasi konser musik
Jakarta -

Konser atau festival musik live dikatakan sebagai salah satu penyumbang emisi atau karbon terbesar. Namun, kini para promotor, musisi, dan ilmuwan mulai bekerja sama dan ikut menyuarakan perubahan iklim.

Belum lama ini, musisi dan para ilmuwan di Pusat Penelitian Perubahan Iklim Tyndall di Universitas Manchester, Inggris, mulai melakukan dekarbonisasi industri musik live. Aksi tak biasa ini mengangkat topik catatan buruk dalam aksi iklim.

Massive Attack, sebuah band trip-hop Inggris tahun 90-an, mencetuskan istilah 'Act 1.5' sebagai tema festival musik pada tanggal 25 Agustus 2024 di Bristol. Istilah Act 1.5 tersebut diambil berdasarkan perjanjian iklim PBB tahun 2018 yang menyuarakan negara-negara untuk menjaga pemanasan global di ambang batas 1,5C.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lantas, bagaimana festival musik ini dapat mendukung serta mengajak penonton bertindak dalam pengurangan emisi dan pemanasan global?

Aksi Musisi yang Mulai Menyuarakan Perubahan Iklim

Dikutip dari Nature, pada 2010, para peneliti mengungkapkan data 2007 dan memperkirakan bahwa industri musik Inggris menghasilkan sekitar 540.000 ton emisi gas rumah kaca setiap tahunnya dan 0,1% diantaranya terkait energi di negara tersebut.

ADVERTISEMENT

Secara umum, musik live bisa menyumbang 74% total emisi gas rumah kaca tersebut dan diperkirakan mengalami peningkatan. Atas kondisi ini, banyak orang dari industri musik yang menggemakan isu keberlanjutan.

Seperti halnya Kpop4planet, sebuah kelompok kampanye oleh penggemar musik K-pop Korea Selatan, telah berhasil mengajukan petisi kepada produsen mobil Korea Selatan Hyundai. Beberapa bintang Barat yang terkenal seperti Coldplay, Billie Eilish, Radiohead, dan The 1975, menyatakan inisiatif untuk membuat musik live secara berkelanjutan.

Namun, para penggiat iklim tidak selalu menyetujui inisiatif-inisiatif tersebut. Misalnya ketika pesan-pesan band sering kali berfokus pada tindakan penggemar individu, seperti mengurangi penggunaan plastik dengan membawa tumbler atau makan lebih banyak makanan nabati.

Padahal, dalam hal aspek-aspek tur yang memerlukan energi tinggi, solusi yang lebih disukai adalah mengimbangi pengeluaran emisi daripada menguranginya.

Aksi Musisi Massive Attack dan Rekan-rekannya

Pada festival musik Act 1.5, band Massive Attack menampilkan aksi musiknya dan ditonton oleh sekitar 34.000 penggemar. Terdapat penampilan tambahan dari rapper AS Killer Mike, grup folk Irlandia, dan aktor/musisi nominasi Oscar Samantha Morton.

Festival musik Act 1.5 ini disebut sebagai 'akselerator aksi iklim'. Mereka mulai dengan premis bahwa praktik rendah karbon harus menjadi jembatan pendukung untuk semua aspek pementasan musik live.

Sebelumnya, pada 2021, telah ditetapkan target pengurangan emisi untuk industri musik live Inggris sejalan dengan perjanjian iklim Paris 2015.

Pengurangan emisi pada target tersebut berfokus diantaranya pada penggunaan energi, perjalanan penonton maupun artis, dan pasokan makanan dan minuman. Akhirnya, seluruh target ini diterapkan di festival Act 1.5.

Para Musisi Berhasil Mengajak Penggemar untuk Peduli Lingkungan

Pada tahun ini, terdapat 36 festival seni yang diselenggarakan di 8 negara Karibia dan Amerika Latin, yang bergabung melalui Program Cultura Circular untuk membahas tentang pengurangan dampak lingkungan dari acara tersebut.

Kelompok penelitian Climate Machine yang merupakan bagian dari Environmental Solutions Initiative Massachusetts Institute of Technology pun telah melaksanakan proyek untuk menganalisis jejak karbon industri musik live.

Beberapa perubahan nyata telah tercapai. Seperti halnya Festival Glastonbury pada 2023 yang berlangsung di Inggris Raya ditenagai sepenuhnya oleh listrik dari jaringan bebas bahan bakar fosil yang dipadukan sistem hibrida baterai dan fotovoltaik surya.

Secara historis, musik dinilai telah berhasil menjadi contoh perubahan nyata dan juga diterima oleh para penonton. Survei membuktikan adanya 72% dari total 350.0000 penggemar musik live mengatakan bahwa perubahan iklim adalah isu yang penting.

Sebesar 70% di antaranya tidak menentang musisi atau seniman yang menyuarakan tentang iklim. Pada 2022 pun, para peneliti di University of Glasgow Inggris menemukan bahwa penggemar cenderung lebih peduli terhadap iklim dibandingkan yang bukan penggemar.




(faz/faz)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads