Studi: Anak Kelahiran 2020 Akan Hadapi Krisis Iklim yang 7 Kali Lebih Parah

ADVERTISEMENT

Studi: Anak Kelahiran 2020 Akan Hadapi Krisis Iklim yang 7 Kali Lebih Parah

Cicin Yulianti - detikEdu
Kamis, 12 Jun 2025 20:00 WIB
Kondisi pohon mangrove yang mati meranggas di pesisir Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah Rabu (4/6/2025). Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), hutan mangrove Indonesia seluas 3,44 juta hektare atau 23 persen dari total 14,7 juta hektare mangrove di dunia setiap tahunnya kehilangan mangrove sekitar 19.501 hektare, di antaranya karena ancaman alih fungsi lahan, penebangan liar, polusi limbah, polusi plastik, kenaikan permukaan lautan, perubahan pola curah hujan dan peningkatan suhu akibat krisis iklim. ANTARA FOTO/Aji Styawan
Ilustrasi dampak perubahan iklim. Foto: ANTARA FOTO/Aji Styawan
Jakarta -

Sebuah hasil riset dari ilmuwan fisika di Pusat Pemodelan dan Analisis Iklim Kanada, Luke Grant mengungkap potensi cuaca ekstrem yang besar akan dihadapi anak-anak kelahiran tahun 2020 pada masa mendatang.

Studi yang dipublikasikan di jurnal Nature tersebut sekaligus memperingatkan beban krisis terbesar pada tahun 2100. Apa saja krisis iklim yang diprediksi terjadi?

Paparan Krisis Iklim 2-7 Kali Lebih Ekstrem

Grant dan tim menemukan anak-anak yang lahir tahun 2020 bisa menghadapi perubahan iklim yang 2-7 kali lipat lebih ekstrem. Mereka bisa menghadapi fenomena iklim yang hanya terjadi 10.000 tahun sekali.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diperkirakan pada tahun 2100, kebijakan pemanasan global akan terus berlanjut hingga 4,9 derajat Fahrenheit. Sementara pada tahun ini, Perjanjian Paris membatasi pemanasan global di bawah 2,7 derajat Fahrenheit.

"Dengan menstabilkan iklim kita sekitar 1,5 C (2,7 F) di atas suhu pra-industri, sekitar setengah dari generasi muda saat ini akan terpapar gelombang panas dalam jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam hidup mereka," kata Grant dikutip dari Live Science, Kamis (12/6/2025).

ADVERTISEMENT

Peneliti membandingkan dengan generasi tahun 1960. Sebanyak 16% dari mereka mengaku pernah mengalami gelombang panas ekstrem selama hidupnya.

"Dalam skenario 3,5 C (6,5 F), lebih dari 90% akan mengalami paparan tersebut sepanjang hidup mereka," ujarnya.

Potensi Gelombang Panas yang Mematikan

Selain itu, temuan Grant menganalisis perkiraan yang lebih cepat soal gelombang panas. Pada 2100, 92% anak usia 5 tahun saat ini akan mengalami gelombang panas yang mematikan, 29% gagal panen, dan 14% banjir di beberapa titik dalam hidup mereka.

"Gambaran yang sama muncul untuk iklim ekstrem lain yang diteliti, meskipun dengan fraksi populasi yang terkena dampak sedikit lebih rendah. Namun, perbedaan generasi yang tidak adil yang sama dalam paparan yang belum pernah terjadi sebelumnya diamati," tambahnya.

4 dari 5 Anak Khawatir dengan Perubahan Iklim

Selaras dengan temuan di atas, Grant juga melihat anak-anak yang saat ini berusia di bawah 12 tahun punya kesadaran tinggi terhadap perubahan iklim. Sebanyak 4 dari 5 anak merasa khawatir, seperti apa yang diungkap survei YouGov dan Greenpeace.

Dampak dari pemanasan global dan perubahan iklim contohnya badai, kekeringan, banjir, kepunahan dan kebakaran hutan. Meski sudah bisa diprediksi, Grant menyebut ukuran kesulitan di masa mendatang masih sulit dipetakan.

Untuk semantara, Grant menyisir data demografi setiap lokasi di bumi. Kemudian menggabungkan proyeksi populasi dan harapan hidup dengan model iklim untuk tiga skenario emisi.

Perkiraan kasar dari peneliti menunjukkan 52% anak yang lahir tahun 2020 akan menghadapi paparan panas yang belum pernah terjadi sebelumnya. Risiko gagal panen, kekeringan, banjir dan siklon juga akan meningkat.

"Menjalani kehidupan yang belum pernah terjadi sebelumnya berarti bahwa tanpa perubahan iklim, peluang seseorang untuk mengalami banyak iklim ekstrem dalam hidupnya kurang dari 1 banding 10.000," kata Grant.

Risiko terlihat akan lebih meningkat bagi mereka yang tinggal di Asia Timur, Amerika Selatan, Amerika Serikat, dan Afrika Sub-Sahara. Adapun secara ekonomi, anak-anak yang berada di daerah tropis menjadi yang paling terdampak.

Ini adalah ambang batas ketat yang mengidentifikasi populasi yang menghadapi iklim ekstrem jauh melampaui apa yang dapat diharapkan tanpa perubahan iklim buatan manusia," ujarnya.




(cyu/twu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads