Misteri Pangeran Hilang yang Dipecahkan Tes DNA

ADVERTISEMENT

Misteri Pangeran Hilang yang Dipecahkan Tes DNA

Trisna Wulandari - detikEdu
Minggu, 18 Agu 2024 18:00 WIB
Lukisan portrait Kaspar Hauser karya Johann Friedrich Carl Kreul.
Lukisan portrait Kaspar Hauser karya Johann Friedrich Carl Kreul. Foto: Johann Friedrich Carl Kreul via Wikimedia Commons
Jakarta -

Kaspar Hauser disebut sebagai pangeran yang hilang dari Bavaria (Jerman) selama hampir 200 tahun. Identitas, misteri kemunculan, dan kematiannya yang mendadak coba dipecahkan ilmuwan selama bertahun-tahun.

Baru-baru ini, peneliti Walther Parson dan rekan-rekan memecahkan identitas Kaspar Hauser melalui analisis DNA. Siapakah Kaspar Hauser? Begini kisah dan penelitian terbaru tentang sosoknya.

Kisah Pangeran yang Hilang, Kaspar Hauser

Kaspar Hauser muncul di Nuremberg, Bavaria (kini Jerman) pada perayaan keagamaan Senin Putih, 26 Mei 1828. Ia diperkirakan berusia 16 tahun, tetapi mengalami kesulitan bicara, berjalan, dan tidak berpakaian rapi, dikutip dari jurnal iScience.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kaspar membawa sepucuk surat tanpa nama yang menyatakan bahwa anak laki-laki tersebut diserahkan ke tahanannya pada 1812. Sejak itu, si pengirim surat mengurungnya di sana.

Ia tidak dapat memberikan keterangan tentang dirinya saat diinterogasi polisi. Ia hanya dapat menulis nama Kaspar Hauser dengan jelas, yang kemudian dijadikan orang-orang sebagai namanya kendati mereka yakin itu bukan nama asli.

ADVERTISEMENT

Anak Terlantar

Sejumlah orang terpandang merawat Kaspar dan mencatat laporan terperinci tentang kondisi perkembangan Hauser. Mereka antara lain Wali Kota Nuremberg Jakob Friedrich Binder, ahli hukum Pengadilan Kota Nuremberg Baron Gottlieb von Tucher, Presiden Pengadilan Banding Ansbach Anselm Ritter von Feuerbach, serta terutama guru sekolah menengah sekaligus penyair dan filsuf Profesor Georg Friedrich Daumer.

Berdasarkan catatan dokter Carl Preu dan Johann Carl Osterhausen, Kaspar dalam kondisi baik, tetapi lemah. Kondisi keterampilan motoriknya buruk, tapi cepat membaik. Keterampilan berbicaranya juga cepat berkembang, tetapi masih bicara dengan cara kekanak-kanakan dalam beberapa waktu.

Kaspar dinilai tidak mengalami disabilitas fisik atau mental. Namun ia diduga telah ditelantarkan sangat lama, sejak sekitar usia 3-4 tahun, sehingga sulit bergerak dan berbicara. Kondisinya mirip dengan feral child, yakni anak yang ditelantarkan di alam liar sehingga bertahan hidup sendirian atau dibesarkan hewan.

Berdasarkan ingatan Kaspar sendiri, ia duduk di ruang bawah tanah yang kecil dan gelap tanpa pernah melihat orang lain. Temannya hanya mainan kayu berupa dua ekor kuda dan seekor anjing.

Roti dan air diberikan ke ruangannya saat ia tidur, sehingga ia tidak tahu orang yang memberikannya makanan. Ia juga dimandikan saat tidur setelah diberi opium yang dijual bebas sebagai laudanum dan dilarutkan ke air minumnya.

Beberapa hari sebelum dibebaskan dari ruang bawah tanah, seorang laki-laki muncul dan mengajarinya cara berjalan. Ia juga diajari mengatakan beberapa kalimat seperti "Saya ingin menjadi penunggang kuda seperti ayah saya." Di hari itu, ia juga diajarkan menulis "Kaspar Hauser". Laki-laki itu lalu membawanya ke Nuremberg, lalu meninggalkannya.

Kisah Kaspar banyak dikritik. Sejumlah keraguan yang menentang pernyataan Kauser antara lain berpendapat bahwa tidak ada anak yang akan selamat dari perlakuan seperti itu tanpa cedera fisik. Cerita penjara bawah tanahnya juga dianggap sebagai kisah bohong.

Kendati diragukan, Kaspar segera menjadi selebritas. Sosoknya dibahas di surat kabar Jerman dan menjadi daya tarik bagi pengunjung Nuremberg.

Sementara itu, identitasnya yang tidak diketahui memicu spekulasi bahwa Kaspar mungkin adalah anak keluarga bangsawan yang hilang.

Percobaan Pembunuhan

Sosok Kaspar kian diduga penting saat ia ditemukan di genangan darahnya di ruang bawah tanah Profesor Daumer, sore hari tanggal 17 Oktober 1829. Dahinya luka sepanjang 5 cm, diperkirakan pendukungnya merupakan hasil percobaan pembunuhan dengan benda tajam.

Sedangkan pihak yang menentangnya berpendapat cedera itu dihasilkan Kaspar sendiri, untuk meningkatkan perhatian publik yang menurun setelah 1,5 tahun ia muncul di Nuremberg. Namun demikian, setelah pulih dalam beberapa minggu, hidup Kaspar berubah drastis.

Raja Bavaria, Ludwig I (1786–1868) memerintahkan agar Kaspar harus dijaga siang dan malam oleh dua orang polisi. Beberapa penulis menafsirkan ini sebagai bukti bahwa Kaspar Hauser bukan anak terlantar biasa, tetapi orang penting di skena politik.

Kaspar pulang dengan luka-luka tusuk di dada pada 14 Desember 1833, lima setengah tahun setelah kemunculannya dan 2 tahun setelah pindah ke rumah guru yang ketat, Johann Georg Meyer, di Kota Ansbach, Desember 1831.

Ia meninggal tiga hari kemudian. Pendukungnya menduga ia tewas terbunuh, sedangkan penentangnya menduga ia tidak sengaja tewas akibat cedera sendiri.

Korban Penculikan atau Penipu?

Kendati telah meninggal, misteri asal usul Kaspar Hauser masih terus diperbincangkan. Ada dua teori utama yang diusung dan saling bertentangan.

Teori pertama atau teori pangeran yakni Kaspar Hauser adalah seorang pangeran yang diculik dari Grand Duchy of Baden (Kadipaten Agung Baden), Jerman. Teori kedua yakni Kaspar Hauser adalah seorang pembohong dan penipu yang membodohi orang-orang terhormat serta naif di Nuremberg dan Ansbach.

Teori pangeran didukung dengan elemen kunci antara lain pada tanggal 29 September 1812, Grand Duchess (Adipati Agung) StΓ©phanie de Beauharnais (1789–1860), putri angkat Napoleon Bonaparte (1769–1821) dan istri Grand Duke Adipati Agung Carl (1786–1818) yang berkuasa, melahirkan seorang anak laki-laki pertama yang tampaknya sehat di Karlsruhe.

Putra sulung pasangan bangsawan sedianya akan berkuasa sebagai Grand Duke Baden berikutnya. Namun, ia tercatat resmi meninggal pada usia 18 hari bahkan sebelum diberi nama.

Versi teori pangeran yang paling populer menyatakan bahwa istri kedua dari Grand Duke sebelumnya, Carl Friedrich (1728–1811), Countess Louise Caroline von Hochberg (1768–1820), menukar pangeran bayi yang berusia dua minggu itu dengan putra salah seorang pekerjanya yang sakit parah. Bayi pengganti itu meninggal dan dimakamkan sebagai pangeran, sedangkan pangeran yang sebenarnya terus hidup dalam kerahasiaan dan kemudian menjadi Kaspar Hauser.

StΓ©phanie dan Carl selanjutnya memiliki anak perempuan. Namun, ia tidak memiliki keturunan laki-laki yang masih hidup. Alhasil, salah satu putra Countess Hochberg naik takhta Baden pada tahun 1830. Di sisi lain, peneliti memperkirakan cukup sulit untuk menculik dan menukar pangeran di kastil ayahnya sendiri.

Awal Penelitian DNA Kaspar Hauser

Misteri identitas Kaspar Hauser dan asumsi kisah penculikan pangeran Baden yang hilang memicu penyelidikan genetik pada sampel DNA Kaspar Hauser dan anggota keluarga Baden sejak pertengahan 1990-an.

Munich Institute of Legal Medicine, Jerman dan Forensic Science Service (FSS), Inggris Raya tidak memasukkan Kaspar Hauser dalam Keluarga Baden secara garis keturunan ibu. Langkah ini diambil berdasarkan hasil perbandingan DNA mitokondria (mtDNA) dari noda darah di pakaian dalam yang diperkirakan dipakai Kaspar saat insiden 1833 dengan mtDNA dua keturunan StΓ©phanie de Beauharnais.

Namun, analisis mtDNA di MΓΌnster Institute of Legal Medicine pada 2021/2022 pada sampel rambut dan barang-barang Kaspar menunjukkan urutan lemah yang mewakili mitotipe berbeda dari penelitian GM Weichhold dkk pada 1998. Alhasil, bukti DNA sebelumnya pun dipertanyakan.

Peneliti menilai beberapa analisis DNA pada sampel rambut dan darah yang diperoleh dari pakaian Kaspar 30 tahun terakhir belum memberikan hasil yang jelas. Sebab, masih ada keraguan soal keaslian pakaian serta risiko kontaminasi.

Hasil Studi Terbaru

Studi terbaru melakukan pengambilan sampel baru darah dari pakaian Kaspar yang dipajang di museum Kaspar Hauser. Mereka lalu menganalisis DNA dari helaian rambut satu per satu, memeriksa kecocokan sekuens, dan membandingkan hasil analisis mereka dengan penelitian sebelumnya. Teknik sekuensing paralel masif (MPS) menunjukkan keaslian jenazah Kaspar Hauser untuk pertama kalinya dalam penelitian.

Berdasarkan analisis peneliti, Kaspar Hauser kemungkinan besar bukan anak StΓ©phanie de Beauharnais, Grand Duchess of Baden. Mitotipenya berbeda dengan mtDNA pada sejumlah individu yang secara garis ibu terkait dengan StΓ©phanie. Ini artinya, teori pangeran terpatahkan.

Peneliti menggarisbawahi, studi mereka tidak memiliki akses langsung ke jenazah Kaspar Hauser, yang dimakamkan di Ansbach. Sementara itu, Ansbach Museum juga tidak dapat memberikan sampel baru untuk penelitian selanjutnya.

"Sayangnya, data kami masih belum bisa memberi tahu siapa dia! Tipe DNA mitokondrianya adalah tipe Westeurasian, tetapi kami tidak dapat membatasinya ke wilayah geografis," kaat Profesor Turi King, salah satu pakar analisis DNA dan silsilah kuno dari University of Bath yang terlibat dalam studi ini, dikutip dari laman kampus.

Sosok Kaspar Hauser di Ilmu Pengetahuan

Kendati Kaspar Hauser telah meninggal, peneliti menilai sosoknya masih menjadi fenomena yang memperkaya kehidupan sosial dan ilmiah manusia saat ini.

Sejumlah konsep ilmiah dikembangkan dengan namanya, yakni sindrom Kaspar Hauser di kedokteran dan psikologi, kompleks Kaspar Hauser di bidang psikoanalisis, dan efek Kaspar Hauser di ilmu pendidikan.

Sindrom Kaspar Hauser atau dwarfisme psikososial adalah istilah kekurangan pertumbuhan fisik, intelektual, dan sosial yang disebabkan oleh penyiksaan pada anak.

Makam Kaspar Hauser di Ansbach.Makam Kaspar Hauser di Ansbach. Foto: Tomasz Kamiennik via Wikimedia Commons

Kesemuanya didasarkan pada sejarah seorang Kaspar Hauser yang identitas lengkap dan asal usulnya masih belum diketahui, seperti tertulis di nisannya, "Di sini terbaring Kaspar Hauser, teka-teki di masanya, kelahiran tidak diketahui, kematian misterius, 1833."

Analisis genetika dan silsilah di masa depan diharapkan peneliti dapat mengungkap rahasia Kaspar Hauser lebih jauh.




(twu/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads