Wilayah Ini Diprediksi Tak Layak Huni karena Bumi yang Semakin Panas

ADVERTISEMENT

Wilayah Ini Diprediksi Tak Layak Huni karena Bumi yang Semakin Panas

Fahri Zulfikar - detikEdu
Sabtu, 03 Agu 2024 10:00 WIB
Rescuers carry away a man effected by the scorching heat as Muslim pilgrims perform the symbolic stoning of the devil ritual as part of the hajj pilgrimage in Mina, near Saudi Arabias holy city of Mecca, on June 16, 2024. Pilgrims perform the last major ritual of the hajj, the
Foto: AFP/FADEL SENNA/cuaca panas ekstrem di Arab Saudi pada Juni 2024
Jakarta -

Tahun 2023 telah dicatat sebagai rekor tahun terpanas Bumi sejak 1850. Rekor ini pecah pada Juni 2024 ketika panas ekstrem melanda sejumlah wilayah.

Pada 2023, World Meteorological Organization (WMO) mencatat suhu global rata-rata tahunan adalah 1,45 Β± 0,12 Β°C di atas suhu pra-industri (1850-1900). Kemudian pada Juni 2024, suhu rata-rata global mencapai 1,5 derajat Celsius (2,7 derajat Fahrenheit) lebih tinggi dari zaman pra-industri.

Seorang profesor iklim di Universitas Purdue, Amerika Serikat, Matthew Huber, mengatakan bahwa panas ekstrem telah mengubah aktivitas biasa menjadi mematikan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Banyak orang meninggal saat berjalan-jalan di bawah sinar Matahari siang, saat berjalan-jalan bersama keluarga di taman nasional, saat konser Taylor Swift di luar ruangan, dan bahkan kepanasan di rumah tanpa AC," kata Huber sebagaimana dikutip dari CNN.

"Selama ibadah haji tahun ini di bulan Juni, sekitar 1.300 orang tewas karena suhu di Makkah mencapai di atas 120 derajat Fahrenheit (48-49 derajat Celsius)," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Bumi yang memanas diperkirakan telah membunuh 489.000 orang setiap tahunnya. Jumlah korban ini sebenarnya bisa lebih tinggi karena kematian akibat panas sangat sulit dilacak.

Kematian mungkin disebabkan oleh serangan jantung atau stroke, tanpa mengacu pada fakta bahwa kematian tersebut terjadi saat gelombang panas terik.


Bagaimana Panas Bisa Mematikan?

Huber mengatakan bahwa cuaca ekstrem ini berkaitan dengan krisis iklim yang disebabkan oleh manusia, yang membuat gelombang panas semakin parah dan berkepanjangan.

Tidak hanya panas yang menyengat, kondisi yang bisa mematikan adalah kelembapan di beberapa wilayah. Sebab, kelembapan yang ekstrem juga bisa mendekati batas kemampuan bertahan hidup manusia. Ini artinya, tubuh kita tidak dapat beradaptasi.

"Panas yang ekstrem merobek pertahanan tubuh Anda, dengan cepat berubah dari tidak nyaman menjadi mematikan karena perasaan berat di hari yang panas dan lengket berubah menjadi sesuatu yang lebih mengerikan," paparnya.

Biasanya, efek dari panas ekstrem mematikan dimulai dengan gejala seperti mual, sakit kepala, kram otot, bahkan pingsan. Itu bisa terjadi karena tubuh mengalami dehidrasi hebat dan mulai kehilangan kemampuan untuk mendinginkan diri.

Ketika heatstroke sudah terjadi, maka tubuh tidak dapat mendinginkan diri, seperti berkeringat dan meningkatkan aliran darah ke kulit. Ini bisa menyebabkan peningkatan suhu inti yang sangat besar.

"Anda sedang menuju kematian, dan kematian dapat menjalar ke tubuh Anda dengan sangat, sangat cepat," kata Damian Bailey, seorang profesor fisiologi dan biokimia di Universitas Purdue.

Wilayah yang Bisa Tak Layak Huni karena Paling Rentan

Menurut penelitian, Afrika Barat dan sebagian Asia Selatan termasuk di antara wilayah yang paling rentan terhadap dampak dari cuaca panas ekstrem. Wilayah tersebut memiliki populasi sangat padat dan seringkali memiliki sedikit akses terhadap pendingin udara atau Air Conditioner (AC).

Sementara itu, meski negara-negara kaya memiliki akses hasil yang lebih baik terhadap AC, tepi tetap tidak akan lolos dari dampak buruk cuaca panas ekstrem.

Selanjutnya, studi juga menemukan bahwa titik panas dengan suhu lembap yang ekstrem akan muncul di beberapa bagian Amerika Serikat, termasuk wilayah Midwest, seiring dengan meningkatnya pemanasan global.

"Panas yang ekstrem dan lembap terus berlangsung di malam hari, sehingga membuat tubuh kehilangan waktu penting untuk memulihkan diri," tulis laporan studi.




(faz/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads