Orang yang Suka Menunda Bukan Pemalas, Tapi Gegara Ini

ADVERTISEMENT

Orang yang Suka Menunda Bukan Pemalas, Tapi Gegara Ini

Nikita Rosa - detikEdu
Rabu, 19 Jun 2024 18:30 WIB
Seorang perempuan sedang berpikir untuk mengerjakan pekerjaannya sekarang atau nanti.
Orang yang Suka Menunda Bukan Karena Malas. (Foto: Thinkstock)
Jakarta -

Berapa kali kamu membuat daftar "yang harus dilakukan" dan mengabaikannya? Tindakan menunda-nunda atau prokrastinasi ini ternyata tak berhubungan dengan rasa malas. Lantas apa?

Hobi menunda ini ternyata dirasakan oleh mahasiswa pascasarjana Universitas Tokyo, Saya Kashiwakura. Kashiwakura lalu menyelidiki alasan hobi menunda dirinya dan 296 orang lainnya.

"Saya telah berjuang melawan penundaan sejak masa kanak-kanak. Saya akan membersihkan kamar ketika saya perlu belajar untuk ujian dan memprioritaskan latihan aikido daripada penelitian pascasarjana. Kebiasaan menunda tugas penting ini selalu menjadi tantangan," kata Kashiwakura dalam Science Daily dikutip Kamis (13/6/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya ingin mengubah perilaku saya, karena saya menyadari bahwa saya tidak menghadapi dampak tindakan saya di masa depan," imbuhnya.

Kashiwakura kemudian mengkaji hubungan antara menunda dan perspektif orang yang suka menunda-nunda terhadap waktu, khususnya pandangan mereka tentang masa depan. Ketika dia mulai meneliti tentang penundaan, dia terkejut saat mengetahui bahwa lebih banyak orang yang menderita penundaan daripada yang dibayangkan dan merasa bahwa masalahnya tidaklah unik.

ADVERTISEMENT

Ciri-ciri Menunda

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ciri-ciri penundaan adalah pengabaian terhadap masa depan atau kesulitan menghubungkan tindakan saat ini dengan hasil di masa depan. Namun, alasannya masih belum jelas.

Kashiwakura dan rekan penulis Profesor Kazuo Hiraki, juga dari Universitas Tokyo, berpendapat bahwa hal ini mungkin terjadi karena orang yang suka menunda-nunda memiliki pandangan yang lebih pesimistis.

Teliti 296 Orang

Para peneliti mensurvei 296 peserta di Jepang berusia 20-an untuk mengetahui pandangan mereka tentang stres dan kesejahteraan, dan yang penting bagaimana hal ini berubah seiring waktu. Hal ini termasuk menanyakan pengalaman mereka dari 10 tahun yang lalu hingga saat ini, dan harapan mereka untuk 10 tahun ke depan.

Dari hasilnya, peserta dikelompokkan ke dalam salah satu dari empat kelompok. Kemudian setiap kelompok dibagi menjadi kelompok yang suka menunda-nunda dengan tingkat keparahan yang parah, sedang, dan rendah.

Orang Optimis Lebih Jarang Menunda

Penelitian menunjukkan orang yang optimis akan masa depan lebih jarang menunda. Mereka yakin jika stres tidak akan bertambah seiring waktu.

Bukan hanya tingkat stres yang dialami orang, tetapi bagaimana persepsi mereka terhadap stres berubah selama periode waktu 20 tahun yang dibahas, yang memengaruhi kebiasaan menunda-nunda., Tidak ditemukan hubungan antara penundaan dengan pandangan negatif terhadap kesejahteraan, seperti sikap seseorang terhadap diri sendiri, atau belum menemukan tujuan dan sasaran hidup.

Dengan menggunakan hasil ini, tim ingin mengembangkan cara untuk membantu masyarakat memupuk pola pikir yang lebih optimis dan mengatasi penundaan.

"Kami berharap temuan kami akan berguna khususnya dalam sektor pendidikan. Kami percaya bahwa siswa akan mencapai hasil yang lebih baik dan merasakan kesejahteraan yang lebih baik ketika mereka dapat memahami kecenderungan penundaan mereka secara ilmiah, dan secara aktif berupaya memperbaikinya, daripada menyalahkan diri mereka sendiri," kata Kashiwakura.

"Pemikiran dapat berubah hanya dengan beberapa menit menonton video atau dibentuk oleh akumulasi selama bertahun-tahun. Langkah kami selanjutnya adalah menyelidiki pendekatan mana yang tepat saat ini, dan bagaimana kita dapat mengembangkan pola pikir yang 'benar' untuk menuju kehidupan yang lebih bahagia dan lebih baik," sambungnya.




(nir/nah)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads