Viral 'All Eyes on Rafah', Ini Sejarah Kota Terakhir di Jalur Gaza

ADVERTISEMENT

Viral 'All Eyes on Rafah', Ini Sejarah Kota Terakhir di Jalur Gaza

Devita Savitri - detikEdu
Kamis, 30 Mei 2024 11:30 WIB
Artis Posting All Eyes On Rafah
Begini sejarah kota Rafah yang tengah dipantau dunia karena serangan Israel terbaru. Foto: Dok. Instagram
Jakarta -

Rafah jadi target serangan mematikan Israel. Tempat perlindungan sekaligus kota terakhir di Jalur Gaza itu mendapat perhatian seluruh dunia. Baru-baru ini tentara Israel meluncurkan dua serangan mematikan ke Rafah tepatnya pada Minggu (26/5) dan Selasa (28/5).

Serangan itu memakan korban hingga 71 orang tewas termasuk wanita dan anak-anak serta 249 lainnya luka-luka. Lagi-lagi pihak Israel berdalih bila Rafah menjadi benteng terakhir pejuang Hamas.

Kenyataannya penduduk sipil lah yang terbunuh dalam peristiwa yang mengiris hati dunia itu, hingga viral seruan All Eyes on Rafah di media sosial tidak hanya Indonesia, tapi juga dunia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bukan kalimat biasa, ini adalah sebuah panggilan kemanusaian yang diserukan usai tragedi di Rafah, Gaza. Di media sosial Instagram, seruan ini sudah dipakai hingga 30 juta pengguna di seluruh dunia.

Sejarah Kota Rafah

Rafah merupakan kota terakhir yang terletak di ujung selatan Jalur Gaza. Kota ini berbatasan langsung dengan Mesir dan terbagi menjadi dua bagian. Separuh bagian timur ada di wilayah Gaza dan separuh bagian barat ada di Mesir.

ADVERTISEMENT

Setelah invasi sejak 7 Oktober 2023 lalu, masyarakat Palestina terus tergusur mencari wilayah aman hingga ke Rafah. Rafah kemudian menjadi tempat perlindungan terakhir bagi 1,4 juta warga Palestina dikutip dari laman Independent, Kamis (30/5/2024).

Sebagian besar penduduk tinggal pada bangunan sementara yakni tenda-tenda di sepanjang jalan. Wilayah ini dinilai memperlihatkan situasi kemanusiaan yang mengerikan.

Mengutip detikNews, Rafah disebut sebagai salah satu kota kuno bersejarah di Gaza. Firaun, Asyura, Yunani, dan Romawi bergantian menaklukkan kota ini.

Berdasarkan sejarah, awalnya status Rafah adalah kota perbatasan antara Mesir dan Suriah yang memang erat kaitannya menjadi tempat konflik. Wilayahnya sering kali berubah tergantung negara mana yang tengah memenangkan konflik.

Ensiklopedia Britannica menjelaskan Rafah menjadi tempat kemenangan dalam konflik keempat antara dinasti Ptolemeus (kerajaan Mesir) dan Seleukia (kerajaan kuno Eurasia) pada tahun 217 SM. Karena kemenangan itu, Rafah dikuasai oleh Mesir.

Berlanjut pada abad ke-6 M, Peta mosaik Bizantium menunjukkan wilayah Rafah berada di dekat perbatasan Mesir dan Palestina sebelum berada di bawah kekuasaan muslim Arab beberapa dekade kemudian.

Pada akhir abad ke-10, Rafah kembali menjadi medan perang antara pasukan Mesir dan Suriah. Sejak perang ini, kartografer Ibnu Awqal menggambarkan Rafah berada di ujung selatan bekas distrik Abbasiyah Palestina.

Namun, pada tahun 1906 Mesir diduduki Inggris yang memantapkan kemerdekaan negara tersebut dari pemerintahan Ottoman. Imbasnya, wilayah Rafah dibagi menjadi dua bagian.

Tidak berhenti disitu, pada 1917-1948 Rafah tidak lagi berada di wilayah Mesir melainkan milik kekuasaan Inggris. Selama masa ini, negara Israel dideklarasikan yang menimbulkan perang kontra negara Arab.

Salah satunya adalah Perang Enam hari pada 5-10 Juni 1967. Perang ini memperebutkan wilayah Semenanjung Sinai, Jalur Gaza termasuk Rafah, Tepi Barat, Kota Tua Yerusalem dan Dataran Tinggi Golan. Pada masa perang ini, Rafah menjadi satu kota yang utuh.

Rafah kembali terpecah pada tahun 1982 ketika Israel menarik diri dari Semenanjung Sinai sebagai bentuk pemenuhan perjanjian damai atau Perjanjian Camp David di tahun 1979. Usai menarik diri, Israel membangun perbatasan modern Rafah di selatan kota.

Mereka juga mengendalikan proses keluar masuk lalu lintas antara Rafah dan Mesir hingga tahun 2005. Namun, nyatanya warga Palestina di Gaza tidak pernah bebas dari cengkraman Israel.

Akibatnya, diketahui warga membuat terowongan untuk menghindari pembatasan Israel dan Mesir. Terowongan yang digali sekitar 15 meter di bawah tanah ini menghubungkan sebuah rumah di Gaza dan sebuah rumah di Mesir untuk memasok logistik masyarakat.

Kini, Israel menggambarkan Rafah sebagai benteng terakhir Hamas usai perang berbulan-bulan. Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan bila Israel tidak punya pilihan selain bertindak di Rafah.

Serangan akhirnya diluncurkan dan tidak menutup kemungkinan ada invasi lebih luas ke kota tersebut. Mengutip Al Jazeera, Penasihat Keamanan Nasional Israel, Tzachi Hanegbi mengatakan perang bisa berlangsung tujuh bulan lagi hingga akhir tahun ini.

Hingga 28 Mei 2024, sebanyak 36 ribu orang terbunuh di Gaza. Sekitar 15 ribu diantaranya adalah anak-anak.




(det/nah)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads