NASA Lakukan Penelitian Luar Angkasa untuk Menemukan Obat Kanker, Ini Hasilnya

ADVERTISEMENT

NASA Lakukan Penelitian Luar Angkasa untuk Menemukan Obat Kanker, Ini Hasilnya

Luthfi Zian Nasifah - detikEdu
Senin, 01 Apr 2024 05:00 WIB
pesawat orion dan Bulan di hari kelima misi Artemis I selama 25,5 hari.
Foto: Tangkapan layar web nasa.gov/Ilustrasi misi NASA
Jakarta -

NASA telah melakukan penelitian luar angkasa untuk membantu membuat obat kanker lebih efektif. Penelitian dilakukan melalui misi baru-baru ini ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), yang mengorbit sekitar 400 kilometer (250 mil) di atas permukaan Bumi.

Astronot Frank Rubio, seorang dokter dan mantan pilot helikopter militer, adalah tim NASA yang melakukan penelitian ini. Mereka mengetahui bahwa sel-sel di sana menua lebih cepat dan strukturnya juga lebih murni, sehingga mempercepat penelitian.

"Luar angkasa adalah tempat yang unik untuk penelitian," kata Rubio dikutip dari phys.org.

Kepala NASA Bill Nelson mengungkapkan dalam sebuah wawancara dengan AFP, bahwa sel-sel untuk penelitian di luar angkasa memiliki kondisi yang berbeda dengan di Bumi.

"Sel-sel itu tidak menggumpal (seperti yang terjadi) di Bumi karena gravitasi. Mereka melayang di luar angkasa," ucapnya.

"Penelitian itu bisa membantu membuat obat kanker semakin efektif," imbuh Nelson.

Proses Pembuatan Obat Kanker

Raksasa Farmasi Merck melakukan penelitian di ISS dengan Keytruda, obat anti kanker yang kini diterima pasien secara intravena. Bahan utama obat kanker itu sulit diubah menjadi cair, sehingga solusi yang dilakukan adalah dengan melakukan kristalisasi.

Pada 2017, Merck telah mengadakan percobaan untuk mengevaluasi apakah pembentukan kristal akan lebih cepat terjadi di lingkungan luar angkasa daripada di Bumi.

Nelson membandingkan dua eksperimennya melalui gambar. Eksperimen pertama menggambarkan titik buram dan transparan. Sementara di gambar yang kedua, banyak bintik abu-abu bening bermunculan.

"Kedua foto menunjukkan bahwa kristal-kristal yang lebih kecil dan seragam terbentuk di luar angkasa," kata Nelson.

Fakta tersebut menunjukkan bahwa kristalisasi obat kanker di luar angkasa terbentuk lebih baik. Hasil penelitian tersebut juga dapat membantu para peneliti untuk membuat obat yang dapat diberikan melalui suntikan saat perawatan kemoterapi jangka panjang.

Merck mengidentifikasi teknik yang dapat membantunya meniru efek kristal ini di Bumi saat mereka mengembangkan obat yang dapat disimpan pada suhu kamar.

Meski demikian, penelitian di luar angkasa ataupun ketersediaan obat secara luas yang dikembangkan di sana memerlukan waktu bertahun-tahun.

Nelson yang pernah melakukan perjalanan ke luar angkasa pada 1986 menyatakan bahwa sudah lebih dari 40 tahun penelitian kanker di luar angkasa, yang kemudian memasuki tahap revolusioner dalam beberapa tahun terakhir.

Mulainya Inisiasi Penelitian di Bulan untuk Memerangi Kanker

Penelitian juga dilakukan di Bulan diawali dari inisiatif "Cancer Moonshot" oleh Joe Biden di tahun 2016, ketika ia menjabat sebagai wakil presiden. Tujuan inisiasi tersebut adalah untuk mengurangi separuh angka kematian akibat kanker selama seperempat abad berikutnya dan menyelamatkan empat juta nyawa.

Di Amerika, kanker merupakan penyebab kematian nomor dua. Hal ini menjadi pukulan bagi Biden karena ia kehilangan putranya, Beau, yang meninggal akibat kanker otak di tahun 2015.

"Seperti yang kami lakukan selama berlomba-lomba menuju ke Bulan, kami yakin bahwa teknologi dan komunitas ilmiah mampu mengakhiri kanker bukan lagi menjadi hal yang mustahil", ujar Sekretaris Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan Biden, Xavier Becerra.

Nyatanya, politik mungkin menghambat tujuan ambisius untuk bisa mengakhiri kanker. Kongres mengalokasikan dana lebih dari USD 25 miliar untuk NASA pada tahun 2024. Dana tersebut 2% lebih sedikit dari tahun sebelumnya dan jauh dari permintaan dana dari Gedung Putih.

"Kemampuan ruang untuk menangkap imajinasi sangat besar dan penelitian kanker di luar angkasa juga merupakan tujuan yang kuat. Ini bisa menyelamatkan nyawa," tutur Rathmell dari Cancer Institute.




(faz/faz)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads