Matahari Terbit-Terbenam 16 Kali di Luar Angkasa, Ini Cara Astronaut Puasa

ADVERTISEMENT

Matahari Terbit-Terbenam 16 Kali di Luar Angkasa, Ini Cara Astronaut Puasa

Azkia Nurfajrina - detikEdu
Kamis, 29 Feb 2024 10:00 WIB
Astronaut ESA Samantha Cristoforetti mengambil foto ini dari Stasiun Luar Angkasa Internasional saat terbang di atas Teluk Aden dan Tanduk Afrika pada Agustus 2017.
Foto: NASA/ESA/Samantha Cristoforetti
Jakarta -

Dari ratusan astronaut yang telah pergi ke luar angkasa sejak beberapa dekade silam, setidaknya 11 orang di antaranya adalah Muslim.

Perjalanan luar angkasa menciptakan tantangan tersendiri bagi para astronaut muslim. Pasalnya, praktik ibadah umat Islam ada yang berkaitan dengan geografi bumi seperti menghadap kiblat saat shalat.

Di sisi lain, pergerakan matahari juga menentukan waktu shalat Fardhu serta awal akhir puasa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengingat matahari terbit dan terbenam sebanyak 16 kali dalam satu hari di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), bagaimana cara astronaut Muslim shalat dan berpuasa?

Pedoman Puasa di Luar Angkasa

Dr Ismail ibn Musa Menk, ulama Islam terkenal asal Zimbabwe, menjelaskan waktu serta pedoman beribadah shalat dan puasa bagi para astronaut yang tengah menjalankan misi ke angkasa luar.

ADVERTISEMENT

Menurut Mufti Menk, sapaan akrabnya, orang-orang di bumi mengikuti pergerakan matahari dalam waktu satu hari penuh untuk menentukan waktu puasa. Adapun 'hisab' atau perhitungan perlu dilakukan untuk orang yang berada di zona matahari yang tak terbit-terbenam dalam 24 jam.

"Puasa yang dihitung itu dilakukan dengan mempertimbangkan 24 jam dan membaginya sama rata. Jadi berjumlah 12 jam siang dan 12 jam waktu malam. Puasanya berlangsung selama 12 jam. (Untuk) 12 jam pertama dijadikan awal, serta 12 jam akhir dijadikan waktu berbuka puasa dan shalat Maghrib," kata Mufti Menk, dikutip dari situs Khaleej Times.

Lebih lanjut, ia berpendapat bahwa puasa tidak diwajibkan bagi astronaut karena termasuk sedang melakukan perjalanan jauh.

"Tidak wajib berpuasa saat bepergian, dan astronaut dapat melanjutkan puasanya setelah mencapai bumi," tambahnya.

Begitu juga yang diikuti astronaut asal Emirat, Sultan Al Neyadi, yang pernah menjalankan misi luar angkasa pada 2023 lalu. Ia menjadi bagian dari Crew 6 bersama dengan beberapa astronaut NASA untuk tugas panjangnya di ISS.

Kala itu, Al Neyadi menghabiskan bulan Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha di angkasa luar sana.

Dalam konferensi persnya seperti dikutip dari IFL Science, Al Neyadi mengatakan kalau ia mengikuti waktu Universal Coordinated Time (UTC) untuk memulai puasa.

Di sisi lain, para astronaut tidak diwajibkan berpuasa demi keselamatan diri dan misi itu sendiri. Makan makanan yang cukup diperlukan untuk mencegahnya kekurangan nutrisi atau hidrasi selama misi dilakukan.

Panduan Shalat di Luar Angkasa

Ibadah shalat bagi astronaut Muslim juga ada keringanan. Menurut Sheikh Ayaz Housee, seorang Imam dan Khatib di Al Manar Islamic Centre Dubai, seorang astronaut boleh menggabungkan dan meringkas sholat Fardhu lima waktunya.

"Jika astronaut sedang bepergian, mereka diperbolehkan shalat 'Qashar', dengan hukum shalat yang berlaku sebanyak yang dia bisa," ujar Sheikh Housee.

Perihal waktu sholat, Mufti Menk menjelaskannya sesuai perhitungan siang dan malam yang dibagi sama rata 12 jam. Pada permulaan waktu siang, astronaut bisa menjalankan shalat Subuh.

Sementara shalat Dzuhur dapat dikerjakan setelah enam jam, dan shalat Ashar dilakukan setelah sembilan jam waktu siang,

Adapun shalat Maghrib dilaksanakan setelah 12 jam. Dalam hal ini, waktu Maghrib sudah ada di permulaan waktu malam. Sedangkan shalat Isya bisa dijalankan dua jam setelah masuk malam hari.

Mufti Menk menambahkan, tata cara shalatnya juga dapat dilakukan dalam posisi apa pun sebisanya astronaut.

"Jika berada di ruang dan tidak mampu sujud, atau seperti yang kita lakukan di tanah atau berdiri atau dalam posisi shalat apa pun, maka kita boleh menggantinya dengan posisi berikutnya yang memungkinkan. Kalau tidak kuat berdiri boleh duduk, kalau tidak kuat berbaring bisa shalat," ucapnya.

Mengenai kiblat shalat, Mufti Menk mengatakan bahwa Islam memberi pula kemudahan kepada umatnya.

"Kiblat atau arah shalatnya adalah menghadap ke bumi, dan jika tidak bisa karena tak ada gravitasi, maka dibolehkan menghadap ke bumi ke arah mana saja, dan shalat astronautnya tetap sah," jelasnya.

Nah, jadi seperti itu cara astronaut Muslim mendirikan shalat dan berpuasa selama misi luar angkasanya. Jadi, kamu sudah tidak penasaran lagi bukan dengan cara puasa dan shalat para astronaut?




(azn/fds)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads