Jumlah hari yang nyaman untuk beraktivitas di luar ruangan di berbagai negara rupanya menunjukkan bagaimana perubahan iklim berdampak pada kualitas kehidupan sehari-hari. Menurut peneliti, warga Indonesia hingga Kolombia kehilangan hari-hari yang nyaman untuk beraktivitas di luar ruangan.
Hasil penelitian di atas dilaporkan dosen teknik sipil dan lingkungan Massachusetts Institute of Technology (MIT) Elfatih Eltahir bersama peneliti postdoctoral Yeon-Woo Choi dan Muhammad Khalifa dalam Journal of Climate dengan judul "North-South disparity in impact of climate change on 'outdoor days'".
Hari Beraktivitas di Luar Ruangan yang Nyaman
Hari beraktivitas di luar ruangan atau outdoor days dalam penelitian ini adalah jumlah hari dalam satu tahun ketika suhu di luar ruangan tidak terlalu panas atau terlalu dingin, sehingga orang-orang merasa nyaman untuk beraktivitas di luar ruangan secara normal. Aktivitas dalam konteks ini termasuk bekerja dan bersantai dengan rasa nyaman, dikutip dari laman MIT.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alih-alih memastikan definisi hari di luar ruangan yang tepat dulu, Eltahir bersama Choi dan Khalifa segera membuat situs web survei. Di situs itu, orang-orang bisa menentukan sendiri definisi suhu tertinggi dan terendah yang menurut mereka nyaman untuk melakukan aktivitas di luar ruangan.
Pengguna situs lalu diminta memilih negara di peta dunia atau negara bagian AS. Situs lalu akan memunculkan prakiraan jumlah hari di luar ruangan yang cocok dengan kriteria masing-masing pengguna.
Di samping itu, pengguna juga ditunjukkan perbandingannya dengan prediksi jumlah hari di luar ruangan yang bisa dinikmati di akhir abad ke-21 atau jelang tahun 2100.
"Kami mengundang mereka berpartisipasi mendefinisikan bagaimana perubahan iklim masa depan akan berdampak pada kualitas hidup mereka, dan harapannya, partisipasi ini bisa memungkinkan terjadinya pemahaman yang lebih dalam soal bagaimana perubahan iklim akan berdampak langsung pada tiap orang," tutur Eltahir.
Peta Hari di Luar Ruangan Global
Berdasarkan definisi hari di luar ruangan itu, tim peneliti mulai melihat data mengenai terkait outdoor days. Peneliti mendapati, warga dunia yang 'kalah' dalam outdoor days adalah warga wilayah selatan.
"Di Utara, di tempat seperti Rusia atau Kanada, kita mendapatkan banyak hari di luar ruangan. Dan jika pergi ke selatan, ke tempat-tempat seperti Bangladesh atau Sudan, justru berita buruk; kita mendapatkan hari-hari di luar ruangan yang jauh lebih sedikit. Perbedaannya sangat mencolok," tutur Eltahir.
Eltahir menjelaskan, kendati suhu global meningkat akibat perubahan iklim, negara-negara di selatan 'kalah' soal ketersediaan hari yang nyaman untuk beraktivitas di luar ruangan.
Meskipun disparitas kerentanan dan keterpaparan antara negara utara dan selatan sudah lama diketahui, menurutnya temuan ini menunjukkan kesenjangan kualitas hidup.
"Jika Anda melihat tempat-tempat seperti Bangladesh, Kolombia, Pantai Gading, Sudan, Indonesia-mereka semua kehilangan hari-hari di luar ruangan," jabarnya.
Kesenjangan ini menurutnya juga terjadi di wisata Eropa. Alih-alih pergi ke kawasan Mediterania yang dulu dikenal dengan musim panas kering dan musim dingin yang lembab, orang justru kini traveling ke Swedia.
"Ada pergeseran jumlah orang yang menghabiskan waktu di negara-negara Eropa utara. Mereka pergi ke Swedia dan tempat-tempat seperti itu, bukan di Mediterania, yang menunjukkan penurunan signifikan," jelas Eltahir.
Ia menjelaskan juga, bahwa data-data di atas diperoleh dari pengembangan perangkat lunak menggunakan sekitar 50 model iklim yang tersedia. Dari software ini, muncul grafik proyeksi kemungkinan kondisi di berbagai wilayah dan perkiraan rata-ratanya.
Eltahir mengatakan, gagasan penelitiannya sendiri berangkat dari kebiasaan jalan kaki setiap hari selama 1 jam di Boston, AS. Ia mendapati, belakangan ada lebih banyak hari di musim dingin yang baginya cukup nyaman untuk jalan kaki ketimbang tahun-tahun sebelumnya.
Di sisi lain, ketika kembali ke Tanah Airnya di Sudan, justru lebih sedikit hari-hari musim dingin yang dapat dinikmati di luar ruangan meskipun cuaca relatif nyaman.
"Semakin sedikit hari yang benar-benar cocok untuk aktivitas di luar ruangan," kata Eltahir.
Ceritakan yang Berdampak pada Tiap Orang
Eltahir berharap, informasi rinci di berbagai wilayah lokal yang ditinggali warga bantu komunikasi perubahan iklim ke masyarakat. Menurut peneliti, menceritakan jumlah hari ini lebih efektif dalam menjelaskan dampak perubahan iklim bagi warga ketimbang bicara soal angka suhu rata-rata global yang meningkat.
"(Dengan alat ini kami menyampaikan, berdasarkan definisi kamu sendiri tentang hari yang menyenangkan, seperti ini dampak perubahan iklim akan kamu rasakan, pada aktivitasmu," tuturnya.
"Mudah-mudahan hal ini akan membantu masyarakat mengambil keputusan tentang apa yang harus dilakukan dalam menghadapi tantangan global ini," sambungnya.
Proyek ini didukung oleh MIT Climate Grand Challenges "Jameel Observatory - Climate Resilience Early Warning System Network," dan Abdul Latif Jameel Water and Food Systems Lab.
(twu/faz)