Penggunaan energi baru dan terbarukan menjadi salah satu fokus Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG). Salah satunya dengan memanfaatkan energi surya dari radiasi sinar Matahari.
Panen energi surya dapat dilakukan di wilayah dengan intensitas energi Matahari yang besar. Contohnya seperti wilayah-wilayah di garis khatulistiwa, termasuk Indonesia, Brasil, Ekuador, Somalia, hingga Kolombia.
Baru-baru ini, peneliti Changkun Shao dan rekan-rekan melaporkan cara mendeteksi lokasi panen energi surya yang lebih optimal dengan memanfaatkan kecerdasan buatan (AI). Hasil penelitian ini dipublikasi di Journal of Remote Sensing.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengumpulkan Data Lokasi Panen Potensial
Peneliti menjelaskan, pasar tenaga surya bifacial besar di China. Sel surya bifacial sendiri adalah sel surya penghasil arus listrik pada persimpangan dua zat yang terkena cahaya (fotovoltaik) yang bisa menghasilkan energi listrik saat diterangi salah satu permukaannya, baik di sisi depan atau belakang.
Namun, selama ini upaya panen energi surya secara maksimal terhalang oleh sedikitnya data komponen radiasi Matahari di berbagai tempat di China. Sedangkan data ini dibutuhkan peneliti untuk memilih lokasi panen dengan potensi energi surya yang tinggi. Di samping itu, pengamatan berbasis darat pun jarang dan tidak merata, dikutip dari SPJ Science.
Gunakan AI
Mengakali keterbatasan pengumpulan data ini, peneliti coba meningkatkan data radiasi Matahari dengan model machine learning LightGBM. Dengan metode ini, peneliti bisa memperkirakan radiasi Matahari berdasarkan data durasi sinar Matahari dari lebih dari 2.453 stasiun cuaca di seluruh China.
Data berbasis satelit ini menurut peneliti lebih presisi ketimbang kumpulan data sebelumnya. Di samping itu, data ini dapat bantu analisis spasial yang mendalam terhadap komponen radiasi Matahari.
Dengan begitu, sektor energi surya lebih terbantu dalam memilih lokasi panen energi surya dan optimalisasi sistem, khususnya di wilayah-wilayah berpotensi energi surya tinggi.
"Metode kami secara signifikan meningkatkan keakuratan dan penerapan perkiraan komponen radiasi Matahari, membuka jalan bagi pemanfaatan energi Matahari yang optimal di China dan mungkin di seluruh dunia," kata Kun Yang, peneliti dari Tsinghua University, China.
(twu/nwk)