Dua Hal Ini Ternyata Jadi Penyebab Cuaca Ekstrem yang Intens, Ulah Manusia Termasuk

ADVERTISEMENT

Dua Hal Ini Ternyata Jadi Penyebab Cuaca Ekstrem yang Intens, Ulah Manusia Termasuk

Fahri Zulfikar - detikEdu
Minggu, 28 Jan 2024 15:00 WIB
A burnt house is seen following a wildfire in the Sicilian village of Romitello, near Palermo, Italy, July 25, 2023. REUTERS/Alberto Lo Bianco 
NO RESALES. NO ARCHIVES
Foto: (REUTERS/Alberto Lo Bianco)/Cuaca Panas Ekstrem Memicu Kebakaran Hutan di Italia pada Juli 2023
Jakarta -

Studi yang terbit dalam Proceedings of the National Academy of Sciences, mengungkapkan bahwa cuaca ekstrem yang intens akhir-akhir ini, terjadi karena perubahan atmosfer dan ulah manusia. Apa saja yang terjadi?

Tim peneliti kolaboratif yang dipimpin oleh Michael Mann dari Fakultas Seni & Sains Universitas Pennsylvania, menganalisa penyebab cuaca ekstrem dengan mengungkap mekanisme utama di balik 'Heat Dome' di Pacific Northwest pada 2021.

Melansir CNN Indonesia, heat dome adalah istilah untuk kondisi ketika terjadi tekanan tinggi stasioner dengan udara hangat yang bergabung dengan udara yang lebih hangat dari biasanya. Pada akhir Juni hingga pertengahan Juli 2021, wilayah Barat Laut Pasifik telah dilanda kubah panas yang belum pernah terjadi sebelumnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saking panasnya, peristiwa ini bahkan memecahkan rekor suhu dan memicu gelombang kekhawatiran terhadap perubahan iklim ekstrem.


Interaksi antara Sistem Alam dan Perubahan Iklim karena Ulah Manusia

Dalam studinya, Mann mengupas lapisan dinamika atmosfer untuk mengungkap fakta yang mengejutkan.Ternyata, interaksi sistem alam (fenomena alam) dan perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia mengakibatkan kejadian cuaca yang lebih sering dan buruk.

ADVERTISEMENT

"Studi kami menunjukkan bahwa perilaku aliran cepat musim panas yang anomali, yang kami tahu disebabkan oleh pemanasan yang disebabkan oleh manusia namun tidak tertangkap dengan baik oleh model iklim generasi saat ini," kata Mann, dikutip dari situs University of Pennsylvania.

"Itu berkontribusi pada peristiwa 'Heat Dome' Pacific Northwest tahun 2021 yang belum pernah terjadi sebelumnya," imbuhnya.

Para peneliti juga menemukan bahwa, sebelum peristiwa kubah panas, gelombang fluks atmosfer berskala besar dalam angin, telah menyebabkan perubahan cuaca di wilayah barat laut Pasifik dan diperkuat karena resonansi.

"Peningkatan amplitudo gelombang kemungkinan besar mengakibatkan berkurangnya kelembaban tanah di wilayah tersebut," ujar Mann.

Para peneliti mencatat bahwa interaksi kompleks antara atmosfer Bumi dan hal-hal yang ada di daratan bisa mengungkapkan kebenaran penting tentang kondisi cuaca ekstrem.

"Proses alami mencakup dinamika atmosfer seperti variasi tekanan dan suhu udara, arus laut, dan siklus iklim alami, sedangkan perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia melibatkan perubahan atmosfer bumi akibat emisi gas rumah kaca, penggundulan hutan, dan urbanisasi," tutur para peneliti.

Dalam hal ini, sinergi antara proses alam dan proses yang dilakukan oleh manusia, yang membentuk frekuensi, intensitas, dan karakteristik fenomena cuaca yang terjadi.

Wawasan tentang Mekanisme Gelombang Panas

Adapun studi dari Mann dan rekan-rekannya, telah memberikan wawasan tentang mekanisme gelombang panas.

Selain itu, juga dapat menunjukkan dengan tepat peran penting dari penguatan pola sirkulasi atmosfer dan kelembaban tanah, sebuah interaksi yang menciptakan kondisi sempurna untuk terbentuknya kubah panas.

Penulis pertama Xueke Li, seorang peneliti pascadoktoral di Mann Research Group, menjelaskan bahwa fenomena yang dikenal sebagai Quasi-Resonant Amplification (QRA) secara tidak langsung memicu terjadinya kubah panas.

Peristiwa tersebut berkontribusi pada defisit kelembaban tanah, yang, pada gilirannya, memperkuat pemanasan atmosfer yang lebih rendah.

Studinya juga menggarisbawahi perlunya mengintegrasikan dinamika gelombang planet ke dalam model-model ini dengan memasukkan QRA. Sebab, secara signifikan dapat meningkatkan akurasi dalam memprediksi peristiwa cuaca yang jarang terjadi namun berdampak.

"Sangat menarik untuk mengungkap mekanisme umpan balik prakondisi tentang bagaimana peristiwa QRA dapat mempengaruhi kondisi atmosfer sebelumnya. Hal ini memperkenalkan mekanisme tambahan, melalui QRA yang berdampak pada peristiwa panas ekstrem," tutur peneliti.




(faz/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads