Apa Itu Erotomania yang Viral di Medsos? Ternyata Gangguan Mental soal Delusi Cinta

ADVERTISEMENT

Apa Itu Erotomania yang Viral di Medsos? Ternyata Gangguan Mental soal Delusi Cinta

Fahri Zulfikar - detikEdu
Selasa, 09 Jan 2024 18:30 WIB
Ilustrasi Penguntit
Foto: Comstock Images/Thinkstock/Ilustrasi penguntit sebagai efek buruk erotomania
Jakarta -

Pernah mendengar erotomania? Ternyata istilah yang viral di media sosial belum lama ini, merujuk pada gangguan mental tentang perasaan dicintai oleh seseorang, padahal nyatanya tidak.

Erotomania atau disebut juga sindrom de ClΓ©rambault diambil dari nama psikiater Prancis yang pertama kali menggambarkannya sebagai kelainan berbeda pada tahun 1921.

Erotomania sering kali berhubungan dengan gangguan kejiwaan lain, tetapi bisa juga terjadi dengan sendirinya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Apa Penyebab Erotomania?

Melansir laman Medical News Today, erotomania dikaitkan dengan gejala penyakit kejiwaan, termasuk skizofrenia, gangguan skizoafektif, gangguan depresi mayor dengan ciri psikotik, gangguan bipolar, hingga penyakit Alzheimer.

Erotomania merupakan salah satu jenis gangguan delusi. Jenis lainnya termasuk delusi penganiayaan, kemegahan, atau kecemburuan.

ADVERTISEMENT

Laporan kasus menunjukkan bahwa jaringan media sosial dapat memperburuk atau bahkan memicu keyakinan delusi yang terkait dengan erotomania.

Sebab, media sosial menghilangkan beberapa hambatan antara orang-orang yang tidak dikenal dan dapat dengan mudah digunakan untuk mengamati, menghubungi, menguntit, dan melecehkan orang-orang yang sebelumnya tidak dapat diakses sama sekali.

Platform media sosial dapat mengurangi privasi, sehingga membuat perilaku menguntit menjadi lebih mudah.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa delusi dapat berkembang sebagai cara untuk mengelola stres atau trauma ekstrem. Genetika juga dapat berkontribusi pada perkembangan gangguan delusi.

Wanita Lebih Berpotensi Alami Erotomania, Apa Saja Cirinya?

Menurut pakar, sejauh ini erotomania tampak lebih sering terjadi pada wanita. Namun, beberapa penelitian menunjukkan pria juga memiliki kemungkinan yang sama untuk mengalaminya.

Kondisi erotomania biasanya muncul setelah masa pubertas, tetapi bisa juga umum terjadi sekitar usia paruh baya atau setelahnya.

"Sulit untuk memperkirakan seberapa sering hal ini terjadi, tetapi penelitian menunjukkan bahwa gangguan delusi, secara umum, menyerang sekitar 15 dari setiap 100.000 orang per tahun, dan wanita tiga kali lebih mungkin terdiagnosis dibandingkan pria," kata Gary Tucker, seorang psikoterapis berlisensi, dan kepala petugas klinis di D'amore Mental Health, dikutip dari Very Well Mind.

Berdasarkan tinjauan terhadap 246 kasus erotomania yang dipublikasikan, sebuah penelitian lain juga menemukan bahwa erotomania lebih mungkin terjadi pada wanita (70 persen dari kasus yang dilaporkan), dengan "objek cinta" biasanya adalah pria berusia lanjut yang memiliki status sosial tinggi.

"Erotomania pada pria cenderung terjadi pada usia yang lebih muda dibandingkan wanita, dengan objek cinta yang lebih muda dan dinilai memiliki daya tarik seksual yang tinggi," ungkap psikiater dan pakar erotomania dari Trinity College Dublin, Brendan Kelly, sebagaimana dikutip dari Psychology Today.

Di sisi lain, gen juga berpotensi terkait erotomania, karena delusi bisa terjadi dalam keluarga. Lingkungan, gaya hidup, dan kesehatan mental secara keseluruhan juga berperan.

Adapun ciri-ciri umum penderita erotomania antara lain, rendah diri, perasaan penolakan atau kesepian, isolasi sosial, hingga kesulitan melihat sudut pandang orang lain.

Namun, ciri yang paling jelas adalah keyakinan bahwa merasa dicintai seseorang, padahal nyatanya tidak. Hal ini kemudian dianggap normal, karena kekasih 'khayalan' itu dikira mengirimkan tanda tertentu secara nonverbal.

Apakah Erotomania Berbahaya?

Faktanya, menurut pakar, kondisi erotomania bisa berbahaya. Terutama, ketika orang yang dianggap mencintainya itu, diikuti dan tiba-tiba diajak berbicara.

Dalam kasus yang serius, hal ini dapat mengakibatkan tuduhan penguntitan atau pelecehan. Kemudian, ketika seseorang mengatakan bahwa keyakinan atau perasaan itu tidak nyata atau tidak benar, penderita erotomania berpotensi untuk mencoba menyakiti diri sendiri.

Sejauh ini, untuk mengobati gangguan delusional termasuk sulit. Hal ini karena penderitanya tidak mampu menyadari bahwa keyakinannya tidak berdasar atau tidak benar.

Hanya sedikit orang yang terkena erotomania yang mau mencari pengobatan atas kemauannya sendiri. Biasanya, prioritas pengobatan harus fokus pada pemeliharaan fungsi sosial, meminimalkan risiko perilaku bermasalah, dan meningkatkan kualitas hidup orang yang terkena dampak dari erotomania tersebut.




(faz/faz)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads