Melewati tidur selama satu hari ternyata berpengaruh pada suasana hati. Hal ini karena kurang tidur mengganggu sirkuit otak untuk mengatur emosi.
Selama beberapa dekade, para peneliti dan profesional medis menganggap kurang tidur sebagai akibat atau gejala dari kondisi lain, seperti depresi atau kecemasan. Dengan kata lain, rasa cemas akan muncul terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan kurang tidur.
Saat ini, ilmuwan mengetahui bahwa tatanan ini dapat dibalik. Faktanya, kurang tidur dan kecemasan, depresi, atau kondisi kesehatan mental lainnya dapat saling mempengaruhi, sehingga menciptakan spiral yang sangat sulit untuk dipatahkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penemuan ini berasal dari sulit tidur kronis atau insomnia. Orang yang menderita insomnia dua kali lebih mungkin mengalami depresi atau kecemasan di kemudian hari dibandingkan dengan orang yang tidurnya nyenyak.
Sebuah penelitian yang mengamati 1.500 orang dengan sebagian menderita insomnia dan sebagian lainnya tidak mengalami insomnia, menemukan bahwa sulit tidur kronis dikaitkan dengan peningkatan timbulnya depresi tiga kali lebih besar pada tahun berikutnya dan peningkatan timbulnya kecemasan dua kali lipat. Gejala insomnia juga meningkatkan risiko berkembangnya gangguan stres pasca trauma.
Dampak Kurang Tidur
Dalam Psychology Today, kurang tidur dapat mendahului gejala kesehatan mental yang serius pada orang yang sehat. Adapun beberapa dampak dari kurang tidur ialah:
1. Tidak Tidur Dua Hari
Pada tahun 1960an, sukarelawan yang terjaga selama lebih dari dua malam melaporkan kesulitan dalam membentuk pikiran, menemukan kata, dan menyusun kalimat. Mereka mengalami halusinasi, seperti melihat benda mati bergerak atau merasakan sensasi sentuhan orang lain meski sendirian.
2. Tidak Tidur Tiga Sampai Lima Hari
Setelah tiga hari tanpa tidur, beberapa peserta menjadi delusi dan paranoid. Setelah lima hari, beberapa peserta memasuki keadaan yang menyerupai psikosis klinis parah dan tidak dapat sepenuhnya memahami keadaan mereka.
Alasan Kurang Tidur Bisa Pengaruhi Emosi
Setiap kali manusia menghadapi tantangan yang menegangkan atau emosional, sebuah pusat di dalam otak yang disebut amigdala akan bekerja. Amigdala dapat memicu respons seluruh tubuh untuk mempersiapkan manusia menghadapi tantangan atau ancaman yang kita hadapi.
Respons fight or flight ini meningkatkan detak jantung dan mengirimkan gelombang hormon stres ke dalam aliran darah. Ada satu wilayah otak yang menghalangi manusia dan aliran hiperarousal ini yaitu korteks prefrontal, area tepat di belakang tengah alis.
Ilmuwan menemukan bahwa aktivitas di wilayah korteks prefrontal cenderung meredam, atau menurunkan regulasi, amigdala, sehingga respons emosional kita tetap terkendali. Tetapi, kerusakan wilayah ini dapat terjadi setelah manusia mengalami kurang tidur satu malam saja atau secara rutin tidur kurang dari enam jam.
Gangguan kendali emosi seperti itu membuat kita lebih rentan mengalami kecemasan dan suasana hati yang buruk. Nah detikers, sudahkah kamu dapat tidur yang cukup?
(nir/nwk)