Pada dasarnya, mainan memberi anak kesempatan untuk belajar, meningkatkan rasa ingin tahu, melibatkan imajinasi, dan melatih sosialisasi dengan orang lain. Untuk itu, orang tua kerap memberikan mainan sebagai jalan pintas untuk kado ulang tahun atau natal.
Sayangnya, 80 persen mainan hanya berakhir di tempat pembuangan sampah hingga lebih parahnya laut. Diketahui industri mainan menggunakan 40 ton plastik untuk menghasilkan pendapatan hingga US$ 1 juta atau sekitar Rp 15 miliar.
Selain pendapatan yang luar biasa, industri mainan tak sadar bila mereka juga menghasilkan jejak karbon yang tak baik untuk Bumi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu mengapa mainan kerap menjadi kado yang ditujukkan untuk anak-anak? Begini penjelasannya dikutip dari Science Alert.
Anak Jadi Target Utama
Anak-anak menjadi kelompok yang rentan terhadap taktik persuasif industri mainan, terutama bagian pemasaran. Kelompok ini memiliki peran penting keputusan konsumen dan menghasilkan pendapatan.
Mereka akan membujuk hingga tak segan merengek di pusat perbelanjaan agar orang tua membelikan mainan yang menjadi incaran. Dalam hal ini, perusahaan mainan dinilai berhasil dalam menciptakan keterikatan emosional pada mainan di benak anak-anak.
Salah satu contohnya adalah, mainan gelang tenun dari karet "loom band". Kala mainan ini tengah viral, anak-anak di seluruh dunia menggila dan menginginkannya.
Fenomena ini tentu menjadi keuntungan besar bagi industri mainan, tapi bagi lingkungan tidak. Loom band nyatanya tidak bisa didaur ulang dan menyebabkan menumpuknya limbah karet berbahan silikon di tempat pembuangan sampah dan laut setiap tahunnya.
Selain pemasaran yang berkaitan dengan emosional, penelitian menunjukkan bila anak-anak kesulitan dalam membedakan tontonan. Mereka tidak tahu apakah sedang menonton sebuah program atau iklan.
Kesadaran akan merek baru terbangun ketika anak-anak di usia 9-11 tahun. Sayangnya, anak pada usia ini rentan terhadap faktor lainnya tentang keinginan mainan, faktor tersebut yakni tekanan teman sebaya.
Para psikolog menyebutnya dengan "pester power" atau kekuatan para pengganggu. Mereka akan menginginkan apa yang teman mereka punya.
Akibatnya, semakin banyak barang berbahan plastik yang dibeli berakibat pada pencemaran lingkungan. Para psikolog percaya, cara untuk memutus hal ini adalah memberikan pemahaman kepada anak tentang krisis iklim dan konsekuensinya.
Tapi, ada berbagai cara lain yang bisa dilakukan orang tua, ini tipsnya.
Tips Memberi Hadiah Natal Selain Mainan
1. Beri Anak Lebih Banyak Pilihan
Psikolog dari Irlandia baru-baru ini menanggapi seruan PBB untuk memberikan rekomendasi terkait perbaikan undang-undang hak anak. Hal ini dilakukan usai temuan di mana kesehatan mental pada anak bisa disebabkan oleh kerusakan lingkungan.
Salah satu penelitian psikologis dilakukan oleh Michelle Cowley-Cunningham, Alexis Carey, Elaine Rogers dari Psychological Society of Ireland (PSI). Penelitian ini dilakukan dengan konsultasi global PBB dengan 16.000 anak.
Hasilnya ditemukan bila anak-anak memiliki pemahaman tentang ancaman perubahan iklim. Mereka merasa cemas terhadap situasi iklim yang mungkin berdampak pada diri mereka sendiri, keluarga, hingga lingkungan.
Namun, selain itu mereka siap mengusulkan solusi. Dengan demikian, ketika ada kesempatan anak-anak bisa mengusulkan solusi terhadap apa yang mereka inginkan sebagai kado natal termasuk barang yang ramah lingkungan.
2. Libatkan Seluruh Keluarga
Bila tetap ingin memberi mainan, ajaklah anak berdiskusi tentang dampak baik atau buruk yang akan ditimbulkan. Carilah mainan dengan label ramah lingkungan.
Kuncinya adalah memberikan edukasi dan komunikasi yang baik pada anak. Orang tua bisa mengajukan pertanyaan tentang manfaat dari memilih mainan yang ramah lingkungan. Sehingga anak bisa berpikir tentang pro dan kontra dari membeli mainan berbahan plastik yang dapat merusak lingkungan.
3. Buat atau Cari Bank Mainan
Orang tua bisa mencari tempat pengumpulan mainan bekas. Cara termudah adalah memberi mainan yang masih layak ke keluarga, teman, atau tetangga sehingga nilai pakainya bisa menjadi panjang.
Selain itu, ajak anak-anak untuk mengumpulkan mainan bekas yang masih layak untuk diberikan ke lembaga amal sebagai kado Natal.
4. Beri Makna pada Mainan
Jika mainan memiliki cerita yang menyentuh hatinya, mereka akan bermain dalam jangka waktu yang lama. Contoh ini terlihat dalam film Toy Story keluaran Disney.
Contoh lainnya adalah ketika anak liburan dengan boneka beruang. Mereka akan tetap memiliki minat terhadap mainan tersebut meski liburan telah usai.
5. Menciptakan Ruang Aman
Menciptakan ruang aman untuk bercerita dan berdiskusi di rumah, sekolah, atau masyarakat akan membantu anak berpikir kritis tentang pemasaran produk yang bisa merusak lingkungan. Namun, diskusi harus nyaman, aman, dan tidak menciptakan suasana tegang nan bermusuhan.
Percayakan anak untuk mengambil keputusan mengenai mainan yang mereka ingin miliki dan simpan. Hal ini bisa membantu mengurangi dampak negatif termakan iklan dan kesejahteraan mereka.
Nah itulah tips yang bisa dilakukan orang tua agar tak selalu memberikan mainan kepada anak sebagai kado ulang tahun atau natal. Selamat natal dan berlibur detikers!
(det/nah)