Perayaan Natal identik dengan hiasan pohon yang khas dengan ornamen seperti lampu dan lainnya. Pohon yang nantinya sering disebut sebagai pohon Natal ini umumnya merupakan pohon cemara atau pohon sejenis.
Biasanya, perayaan Natal yang identik dengan menghias pohon sudah dilakukan sejak memasuki bulan Desember. Terlebih pada bulan ini, mayoritas anak sekolah sedang menjalani libur akhir tahun.
Menurut survei yang dilakukan YouGov Amerika pada 2019, sekitar 3/4 rumah tangga di Amerika Serikat memiliki pohon natal yang terletak dalam rumah mereka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, setiap tahunnya orang-orang di Amerika Serikat rata-rata membeli 35 hingga 50 juta pohon Natal dan masih banyak yang mengeluarkan pohon imitasi dari gudang penyimpanan mereka.
Dengan rutinnya kemunculan pohon Natal ini, muncul pertanyaan yang menimbulkan perdebatan besar di berbagai kalangan tentang preferensi memilih pohon Natal.
Bagaimana sebenarnya memilih pohon natal yang paling ramah lingkungan? Apakah seharusnya pohon asli atau pohon palsu?
Kata Pakar soal Pemilihan Pohon Natal
Ternyata, baik pohon Natal asli maupun palsu, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Misalnya, pada pohon Natal dari pohon asli memiliki daya tarik besar karena aromanya yang segar dan alami sehingga dapat memberikan nuansa khas musim liburan di dalam rumah.
Namun, di sisi lain, pohon Natal yang masih hidup dan tumbuh akan menarik karbon dioksida dari udara sebagai bahan penyusun kayu mereka.
Hal ini menunjukkan proses fotosintesis yang terjadi pada pohon, juga berkontribusi pada pengurangan gas rumah kaca dan pemanasan global, sebagaimana dikutip dari Science Alert.
Untuk diketahui, setelah pohon Natal dipanen, maka penebangan akan menyebabkan terhentinya proses penyerapan karbon. Meskipun, sistem akar dapat menyimpan karbon dalam beberapa saat jika segera ditanam kembali.
Tidak sampai di situ, tantangan lain muncul dan masih berkaitan dengan emisi karbon, yakni soal di mana wilayah atau tempat pembelian pohon Natal tersebut.
Menurut Curtis L. VanderSchaaf, Asisten Profesor Kehutanan di Mississippi State University, lokasi pembelian pohon juga perlu menjadi catatan penting.
"Jika Anda tinggal di Mississippi dan membeli pohon cemara (Abies procera) berarti pohon tersebut kemungkinan besar berasal dari Pacific Northwest," ujarnya.
Hal tersebut membutuhkan perjalanan transportasi yang panjang, yang tentu memicu emisi karbon yang lebih besar.
VanderSchaaf menyarankan pohon cemara atau pohon pinus yang umum adalah yang bisa ditemukan di wilayah kita masing-masing.
Misalnya, pohon douglas-fir umum ditemukan di seluruh Mountain West, atau pohon pinus scotch dan cemara balsam ditanam secara teratur di negara bagian Great Lakes.
"Kita juga perlu mempertimbangkan proses pembuangan pohon setelah perayaan Natal selesai," jelasnya.
Menurutnya, mendaur ulang jauh lebih baik daripada membiarkan kayu membusuk di tempat pembuangan sampah.
Ia menyarankan, untuk mencari komunitas atau individu yang menawarkan jasa memotong atau mencacah pohon untuk menjadi sumber daya kayu tambahan rumah tangga.
Cara lain juga bisa dilakukan untuk mendaur ulang sisa pohon, yakni dengan menjadikannya kompos produksi rumahan yang akan sangat bermanfaat bagi kesuburan tanah di kebun.
Pohon Imitasi untuk Investasi Jangka Panjang
Sama dengan pohon Natal asli, pohon Natal palsu juga memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Kelebihannya, pohon imitasi ini bisa menjadi investasi yang hemat biaya dalam jangka panjang karena dapat digunakan berulang kali setiap tahunnya.
Namun, produksi dan pembuangan pohon palsu berdampak besar pada lingkungan dibandingkan dengan pohon Natal asli, terutama jika diproduksi dengan bahan-bahan yang tidak ramah lingkungan.
"Sebagian besar merupakan produk (pohon natal buatan) berbahan dasar minyak bumi, dan jika dibuang, diperlukan waktu ratusan tahun untuk terurai," ungkap VanderSchaaf.
Terlebih, jika jenis plastik yang digunakan untuk produksi pohon buatan bisa memengaruhi jumlah minyak bumi yang digunakan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dedaunan plastik yang terbuat dari cetakan plastik polietilen mungkin memiliki dampak yang lebih rendah dibandingkan dedaunan tradisional yang terbuat dari polivinil klorida atau PVC.
Kemudian, sekitar 80 persen pohon natal diproduksi di China sehingga proses pengiriman untuk sampai ke wilayah Eropa dan Amerika Serikat akan menambah jejak karbon.
Oleh karena itu, satu-satunya cara mengurangi emisi karbon adalah dengan menggunakannya kembali selama bertahun-tahun.
Diketahui, pohon buatan dapat bertahan mencapai 25 sampai 30 tahun setelah waktu produksi. Untuk memperpanjang masa pakai, berhati-hatilah dalam memasang dan menyimpan pohon.
"Jika Anda merasa bosan dengan pohon yang itu-itu saja selama bertahun-tahun, maka cobalah untuk mencari keluarga kedua bagi pohon tersebut. Menjual kembali atau memberikan kepada badan amal akan jauh lebih bermanfaat karena dapat digunakan terus menerus," tutur VanderSchaaf.
Hias Pohon dengan Lampu Hemat Energi
Pohon Natal tidak akan lepas dari gemerlap hiasan lampu berwarna-warni. Untuk itu, pakar menyarankan agar menggunakan lampu hemat energi guna mendukung ramah lingkungan.
Lampu LED misalnya, jauh lebih efisien secara energi dibandingkan dengan lampu pijar konvensional. Selain itu, bisa juga untuk mengatur penyalaan lampu agar menyala pada waktu-waktu tertentu, seperti ketika hanya saat ada orang di rumah atau selama malam hari.
(faz/faz)