Perubahan Iklim Ubah Gaya Hidup Cheetah, Jadi Aktif di Malam Hari

ADVERTISEMENT

Perubahan Iklim Ubah Gaya Hidup Cheetah, Jadi Aktif di Malam Hari

Noor Faaizah - detikEdu
Rabu, 22 Nov 2023 12:30 WIB
A cheetah runs off a mound in the Masai Mara National Park, Kenya, September 2, 2022. REUTERS/Baz Ratner
Foto: REUTERS/BAZ RATNER
Jakarta -

Cheetah merupakan mamalia tercepat di Bumi yang aktif berburu di siang hari. Namun, jika suhu sedang hangat atau panas, cheetah diketahui mengubah kebiasaan berburu hingga ke malam hari.

Berdasarkan studi baru yang diterbitkan di jurnal Proceedings of the Royal Society B, gaya hidup cheetah kini bisa lebih aktif saat menjelang fajar dan senja ketika cuaca lebih hangat. Hal ini membuat mereka menghadapi lebih banyak potensi konflik dengan predator yang sebagian besar aktif di malam hari seperti singa dan macan tutul.

"Perubahan suhu dapat berdampak pada pola perilaku spesies karnivora besar dan juga dinamika antar spesies," kata ahli biologi Universitas Washington Briana Abrahms, salah satu penulis studi, dikutip dari AP News.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meskipun cheetah hanya memakan daging segar, namun singa dan macan tutul terkadang secara oportunis memangsa predator yang lebih kecil. Jadi, hal ini membuat pertikaian antar predator bisa terjadi.

Bisa Jadi Penyebab Kepunahan

Sebenarnya, berburu pada waktu yang berbeda merupakan salah satu strategi yang telah lama dikembangkan oleh para predator sabana di Botswana Utara sebagai bentuk hidup berdampingan.

ADVERTISEMENT

Namun, berdasarkan laporan penelitian terbaru, bukti empiris atas perubahan iklim berdampak pada pergeseran interaksi spesies yang mana hal ini dianggap sebagai penyebab dasar kepunahan.

"Kami menyelidiki dampak suhu terhadap dinamika komunitas terhadap aktivitas makan, dan pembagian waktu di antara empat spesies karnivora besar Afrika yaitu singa (Panthera leo), macan tutul (Panthera pardus), cheetah (Acinonyx jubatus), dan anjing liar Afrika (Lycaon gambar)," tulis peneliti.

Hasilnya, aktivitas-aktivitas spesies tersebut dipengaruhi oleh kombinasi ketersediaan cahaya dan suhu. Sebagian besar spesies menjadi lebih aktif di malam hari dan menurunkan tingkat aktivitas seiring dengan meningkatnya suhu, terlebih yang dilakukan oleh cheetah.

Ketika suhu maksimum harian melonjak hingga hampir 45 derajat Celcius, cheetah menjadi lebih aktif di malam hari.

Pergeseran ini menyebabkan jam berburu cheetah yang tumpang tindih dengan spesies predator karnivora lainnya hingga mencapai 16 persen.

"Ada kemungkinan lebih besar terjadinya pertemuan yang tidak bersahabat dan (menyebabkan) makanan cheetah lebih sedikit," kata Kasim Rafiq, rekan penulis dari Botswana Predator Conservation Trust.

"Singa dan macan tutul biasanya membunuh mangsanya sendiri, tetapi jika mereka menemukan mangsa cheetah, mereka akan mencoba mengambilnya. Cheetah tidak akan melawan kucing yang lebih besar. Mereka akan pergi begitu saja," timpal Bettina Wachter, ahli biologi yang tinggal di Namibia sekaligus Pemimpin Proyek Penelitian Cheetah di Leibniz Institute for Zoo and Wildlife Research.

Bumi Makin Panas, Keberadaan Cheetah Makin Terancam

Penelitian tersebut dilakukan dengan memasang kalung pelacak GPS pada 53 karnivora besar, termasuk cheetah, singa, macan tutul, dan anjing liar di Afrika.

Mereka mencatat lokasi dan jam aktivitas mereka selama delapan tahun kemudian membandingkan dengan catatan data suhu harian maksimum.

Para ilmuwan mengatakan perubahan perilaku predator yang diamati memberikan gambaran masa depan dunia yang memanas, mengingat suhu berpengaruh secara signifikan pada respons perilaku hewan.

Pada tahap penelitian berikutnya, para ilmuwan berencana menggunakan perangkat perekam audio dan akselerometer seperti Fitbit untuk kucing besar.

Tujuannya agar mampu mendokumentasikan frekuensi pertemuan antar spesies karnivora besar. Selain persaingan dengan singa dan macan tutul, cheetah juga menghadapi ancaman akibat fragmentasi habitat dan konflik dengan manusia.

Hewan yang terkenal sebagai pelari tercepat ini hanya tersisa kurang dari 7.000 ekor di alam liar, dan menjadi kucing besar paling langka di Afrika.

"Perubahan iklim ini bisa menjadi sangat penting jika kita melihat ke masa depan. Suhu diperkirakan akan menjadi jauh lebih hangat di bagian Afrika tempat cheetah hidup, di Botswana, Namibia, dan Zambia," tutur Wachter.




(faz/faz)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads