Angklung adalah salah satu alat musik tradisional Indonesia yang kini sudah mendunia. Eksistensinya sudah dikenal secara global dan ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan oleh UNESCO.
Hari Angklung Sedunia diperingati pada tanggal 16 November dan tahun ini akan jatuh pada hari Kamis, 16 November 2023. Untuk mengetahui sejarah peringatannya, simak ulasan di bawah ini mengenai apa itu angklung.
Tentang Angklung
Angklung adalah alat musik tradisional Indonesia, terdiri dari 2-4 tabung bambu yang disusun serangkaian dan diikat dengan tali rotan, demikian dilansir dari laman Kemendikbud. Dibunyikannya dengan cara digoyangkan. Satu unit angklung menghasilkan satu nada. Sehingga, perlu berkolaborasi untuk memainkan alat musik ini, tidak bisa sendiri-sendiri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Angklung berasal dari tatar Sunda, sudah ada sejak zaman Kerajaan Sunda. Di kawasan Jawa Barat, tercatat angklung sudah ada sejak abad ke-7. Dari catatan penjelajahan Eropa, pada abad ke-19 daerah Sunda sudah banyak yang memainkan angklung.
Dilansir dari Kemdikbud, kata angklung berasal dari bahasa Sunda "angkleung-angkleungan" yang berarti gerakan pemain angklung, juga bunyi 'klung' yang dihasilkan.
Sedangkan ditinjau dari sudut pandang etimologis, angklung berasal dari kata "angka" yang berarti nada dan "lung" yang berarti pecah. Jadi angklung merujuk nada yang pecah atau nada yang tidak lengkap.
Fungsi Angklung
Di dalam masyarakat adat Sunda, penggunaan angklung digunakan dalam berbagai upacara tradisional seperti yang masih dilakukan orang-orang Baduy dari Desa Kanekes. Juga warga Desa Cipining Bogor masih menggunakan angklung jadi salah satu bagian ritual pertunjukan seni untuk mengundang kembali Dewi Sri, biasanya setelah mengalami gagal panen.
Pada perkembangannya, angklung disertai pula dengan unsur gerak dan tari ritmis dengan pola aturan tertentu. Gerakan tari tersebut dilakukan pada upacara penghormatan padi untuk mengawali masa penanaman dan masa panen. Angklung tradisional memiliki banyak jenis, seperti angklung kanekes, dogdog lojor, gubrag, badeng, buncis, badud, bungko, dan ciusul.
Sebelum menjadi alat musik internasional seperti sekarang, kesenian angklung mengalami perjalanan sejarah yang panjang. Berbagai perubahan telah dilalui, seperti perubahan bentuk, fungsi, sampai perubahan nada. Namun kini angklung masih bertahan dan berkembang meski terdapat perubahan-perubahan tersebut dari angklung tradisional zaman dulu.
Sejarah Hari Angklung Sedunia
Hari Angklung Sedunia diperingati pada tanggal 16 November seturut dengan ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan dari Indonesia oleh UNESCO pada 16 November 2010. Dilansir dari UNESCO, diketahui bahwa Indonesia mengajukan angklung masuk Daftar Perwakilan Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan (Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity).
Kemudian pengajuan tersebut dinilai telah memenuhi kriteria dan disetujui dalam pertemuan komite UNESCO di Nairobi, Kenya pada tanggal 15-19 November 2010. Pengajuan Indonesia mengenai angklung tersebut akhirnya disetujui secara resmi oleh UNESCO dan menetapkan tanggal 16 November sebagai Hari Angklung Sedunia.
Peringatan Hari Angklung Sedunia tersebut menjadi kebanggaan bagi Indonesia untuk menunjukkan identitas karya dan budaya bangsa Indonesia di mata dunia.
Alasan Angklung Diakui UNESCO
Seperti telah disebutkan sebelumnya, dalam pertemuan UNESCO dijelaskan bahwa angklung sebagai Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan telah memenuhi beberapa kriteria yang ditetapkan sebagai berikut seperti dilansir dari laman UNESCO:
- Angklung dan musiknya adalah pusat identitas budaya masyarakat di Jawa Barat dan Banten yang menunjukkan nilai-nilai kerja sama tim, saling menghormati, dan harmoni sosial.
- Angklung sebagai Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan dapat berkontribusi pada kesadaran lebih besar akan pentingnya warisan budaya takbenda dan mempromosikan nilai-nilai luhur. Karena sifat kolaboratif angklung, permainan ini mengedepankan kerjasama dan saling menghormati antar pemainnya, disertai dengan disiplin, tanggung jawab, konsentrasi, pengembangan imajinasi dan memori, serta perasaan artistik dan musikal.
- Bambu hitam khusus untuk angklung dipanen selama dua minggu dalam setahun saat jangkrik berkicau, dan dipotong setidaknya tiga ruas di atas tanah, untuk memastikan akar terus merambat.
- Pendidikan angklung diturunkan secara lisan dari generasi ke generasi, dan semakin meningkat di lembaga-lembaga pendidikan.
Upaya Pelestarian Angklung
Sebagai Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan, angklung perlu dijaga kelestariannya secara berkelanjutan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Salah satu kegiatan pelestarian yang sempat dilakukan adalah pergelaran angklung terbesar di dunia yang didukung oleh Kemendikbudristek pada 5 Agustus 2023 lalu. 15.240 Orang berpartisipasi memainkan angklung di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta.
Pergelaran angklung terbesar ini tidak hanya untuk pemecahan rekor, tetapi juga sebagai upaya pelestarian budaya Indonesia yang sudah mendunia. Hal ini untuk memperkenalkan angklung ke generasi penerus dan seluruh dunia.
Penetapan angklung oleh UNESCO memberi tanggung jawab masyarakat dan pemerintah untuk terus mengembangkan warisan budaya yang dimiliki. Sehingga kekayaan budaya dapat terjaga sampai generasi berikutnya.
Angklung Indonesia termasuk dalam inventarisasi nasional yang dikelola Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata serta dalam inventarisasi khusus oleh universitas dan asosiasi angklung.
Nah, itu dia informasi mengenai Hari Angklung Sedunia 16 November dengan sejarahnya. Selamat Hari Angklung Sedunia ya!
(nwk/nwk)