Perubahan iklim yang terjadi sangat cepat menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan bencana global besar di akhir abad ini. Hal ini menjadi catatan besar para ilmuwan di seluruh dunia, berdasarkan makalah baru yang diterbitkan dalam jurnal BioScience.
Bukan makalah biasa, makalah itu ditandantangani oleh lebih dari 15 ribu ilmuwan di 161 negara.
"Selama beberapa dekade, para ilmuwan secara konsisten memperingatkan masa depan yang ditandai dengan kondisi iklim ekstrem karena meningkatnya suhu global yang disebabkan oleh aktivitas manusia yang melepaskan gas rumah kaca berbahaya ke atmosfer," tulis makalah tersebut, seperti dilaporkan oleh Futurism sebelumnya, mengutip CNBC Indonesia, Jumat (3/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pola Perubahan Iklim yang Menakutkan
Christopher Wolf salah satu penulis utama dan peneliti pascadoktoral di Oregon State University (OSU) menyampaikan bila makalah ini memiliki strategi mitigasi yang besar. Sebab, ada banyak poin data yang menunjukkan tahun 2023 saja iklim mencapai rekor dengan margin yang sangat besar.
Contohnya, hadirnya musim kebakaran hutan di Kanada yang sangat aktif di tahun ini. Kejadian ini menjadi titik kritis menuju rezim kebakaran baru dan menjadi kalimat akademis paling menakutkan yang pernah ditulis.
William Ripple, profesor kehutanan OSU yang terlibat dalam penelitian menambahkan di tahun 2023, perubahan iklim memberikan pola yang sangat mengkhawatirkan. Pola ini tak bisa membuat manusia berbuat banyak dalam untuk memperbaiki keadaan.
"Kami juga hanya menemukan sedikit kemajuan yang bisa dilaporkan terkait upaya umat manusia dalam memerangi perubahan iklim," kata Ripple dalam pernyataannya.
Aktivitas Manusia Ikut Ambil Peran
Dalam kesempatan berbeda dikutip dari CNN, Michael E Mann, ilmuwan bidang iklim dan profesor di Universitas Pennsylvania menyatakan cuaca Bumi di tahun 2023 digambarkan sebagai "new normal" atau "kenormalan yang baru". Kondisi ini membuat manusia harus bisa beradaptasi.
Kondisi ini menurut Mann juga berkaitan dengan perkembangan El Nino, sebuah fenomena alam yang berdampak pada pemanasan global. Selain itu, pemanasan global jangka panjang juga disebabkan oleh aktivitas manusia yakni penggunaan bahan bakar fosil yang bisa memberikan dampak besar.
Sisa Waktu Bumi 77 Tahun Lagi?
Selain perubahan iklim yang terus bergerak bak bola salju, para ilmuwan menyatakan perwakilan pemerintah memiliki peran penting, terutama terkait kebijakan yang berkaitan dengan industri bahan bakar fosil hingga polusi.
Menurut data antara tahun 2021 dan 2022, subsidi bahan bakar fosil meningkat dua kali lipat di Amerika Serikat dari US$531 miliar menjadi lebih dari US$1 triliun. Data ini belum menampilkan negara lain, tetapi darurat iklim sudah menjadi ancaman.
"Kita harus mengubah perspektif kita mengenai darurat iklim dari sekadar isu lingkungan hidup yang terisolasi menjadi ancaman yang sistemik dan eksistensial," tulis para penulis makalah tersebut.
Hal serupa dijelaskan oleh Mann. Ia menyatakan meskipun dunia sudah terkena dampak pemanasan global dan para penguasa gagal mengurangi polusi, masih ada waktu untuk menghindari dampak terburuknya. Ilmu pengetahuan terkini menunjukkan bila kenaikan suhu global akan terhenti segera setelah kita berhenti menggunakan bahan bakar fosil.
Hannah Cloke, profesor di University of Reading, Inggris menambahkan bila musim panas tahun 2023 menjadi bukti bila kenaikan setiap derajat suhu perlu diperhitungkan. Suhu Bumi sempat mencapai angka 1,2 derajat Celcius lebih hangat dibanding masa revolusi industri.
Untuk itu, perlu dilakukan tindakan yang lebih cepat untuk mengurangi konsekuensinya di masa depan. Caranya dengan beralih dari bahan bakar fosil dan memerangi konsumsi berlebihan dari adalah hal yang harus dilakukan. Bila tidak, bencana besar lebih lanjut hadir pada akhir abad ke-21 atau 77 tahun lagi.
"Ini benar-benar menakutkan, tetapi semakin banyak tindakan yang kita ambil, semakin cepat kita mengambil tindakan tersebut, maka masa depan kita akan semakin baik," tutup Cloke.
(det/nah)