Gelombang Panas di Laut, Miliaran Kepiting Salju di Pantai Alaska Hilang

ADVERTISEMENT

Gelombang Panas di Laut, Miliaran Kepiting Salju di Pantai Alaska Hilang

Baladan Hadza - detikEdu
Rabu, 01 Nov 2023 17:56 WIB
Musim kepiting salju di Jepang dimulai dari November hingga Maret. Warga mendatangi pelabuhan Kasumi untuk membeli kepiting yang dilelang oleh para nelayan.
Foto: Getty Images/Buddhika Weerasinghe/Ilustrasi kepiting salju
Jakarta -

Populasi kepiting salju di Pantai Alaska diketahui menurun hingga 10 miliar. Penyebabnya adalah suhu air laut yang meningkat akibat serangan gelombang panas.

Kepiting salju (Chionoecetes opilio) merupakan spesies perairan dingin yang banyak ditemukan di daerah dengan suhu air di bawah 2Β°C dan sedikit populasi bisa hidup sampai di suhu 12Β°C. Di perairan dingin Laut Bering, dekat Alaska, kepiting salju biasanya hidup dengan suhu di dasar laut di bawah 1,6 Β°C.

Sebelumnya, peneliti menemukan bahwa populasi kepiting salju yang pernah dilepas di perairan Alaska pada tahun 2018 hingga 2021, mengalami penurunan signifikan. Total sekitar 10 miliar kepiting salju atau sekitar 90 persen populasi diperkirakan telah lenyap.

Fenomena yang belum pernah terjadi sebelumnya mengakibatkan gagal panen yang serius terhadap kepiting salju pada tahun 2022 dan 2023.

Adanya Gelombang Panas Laut & Persaingan Makanan

Melansir laman Smithsonian Magazine, sebuah penelitian mengungkapkan bahwa salah satu faktor utama penyebab penurunan populasi kepiting salju di Laut Bering adalah karena gelombang panas laut yang terjadi pada tahun 2018 dan 2019.

Air laut yang lebih hangat kemungkinan besar akan merusak metabolisme kepiting dan meningkatkan kebutuhan kalori mereka.

Gelombang panas ini juga akan memengaruhi populasi kepiting salju yang harus mencari lebih banyak makanan untuk bertahan hidup dengan meningkatnya suhu air.

"Dari tahun 2017 hingga 2018, kalori yang mereka butuhkan meningkat empat kali lipat," kata Cody Szuwalski, rekan penulis studi dan ahli biologi di National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA).

"Kami mungkin tidak akan melihat banyak dari mereka lagi di dekat Alaska," tambahnya.

Pakar mengatakan bahwa selama periode gelombang panas, kepiting salju harus bersaing dengan populasi kepiting lainnya yang lebih besar pada tahun 2018 untuk mendapatkan makanan.

Karena ketersediaan makanan yang terbatas, banyak kepiting salju mengalami kelaparan dan kematian. Sementara kepiting salju yang selamat juga terlihat memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil.

Pengaruh Gelombang Panas Terhadap Ekosistem Laut

Faktanya, gelombang panas ini tidak hanya memengaruhi kepiting salju, tetapi juga mengganggu ekosistem laut secara keseluruhan.

Spesies lain, seperti ikan cod Pasifik, memanfaatkan suhu air yang lebih hangat untuk memasuki habitat kepiting dan memakan kepiting ini. Selain kepiting, populasi ikan salmon, burung laut, dan anjing laut juga terpengaruh.

Penulis studi dan ahli biologi penelitian perikanan di Alaska Fisheries Science Center NOAA, Kerim Aydin, mengatakan gelombang panas yang datang bisa menciptakan kelaparan dalam jumlah besar.

"Spesies lain mungkin telah pindah untuk memanfaatkannya, dan kemudian ketika gelombang panas berlalu, segalanya mungkin akan kembali normal-meskipun kepiting masih harus menempuh jalan panjang untuk melewatinya bahkan dalam waktu normal," ungkapnya dikutip dari CNN.

Beberapa spesies, seperti ikan musang dan pollock walleye, mampu beradaptasi lebih cepat dengan suhu air yang lebih hangat.

Namun, peneliti juga mengatakan bahwa ini juga akan menjadi fenomena baru di mana keseluruhan spesies yang hidup di Laut Bering kemungkinan akan terlihat sangat berbeda dibandingkan saat ini.

Dampak Terhadap Finansial Industri Perikanan

Dikutip dari The Guardian, kepiting salju selama ini telah memainkan peran penting dalam industri perikanan komersial di alaskan Alaska yang bernilai lebih dari $150 juta atau berkisar Rp 2 triliun lebih.

Namun, karena populasi kepiting salju menurun, penghasilan dari bisnis ini juga menurun, dan orang-orang yang mencari nafkah dari menangkap kepiting salju mengalami kesulitan finansial.

"Tampaknya (ini) merupakan salah satu kerugian terbesar yang dilaporkan dari makrofauna laut yang bergerak akibat gelombang panas laut secara global," kata tim peneliti dari NOAA.

Ke depannya, studi akan melaporkan lebih banyak analisa di mana ilmuwan perikanan harus mempertimbangkan efek pemanasan global ketika mereka membuat rencana konservasi.

Selain itu, pengetahuan akan model dan sistem manajemen saat ini juga akan dilihat dari pengaruh perubahan iklim yang cepat.




(faz/faz)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads