Selama ini terjadi sebuah perdebatan mengenai penyebab utama kepunahan massal era dinosaurus 66 juta tahun lalu, apakah karena asteroid atau ledakan dahsyat gunung berapi purba.
Baru-baru ini, sebuah penelitian mencoba mengesampingkan dua penyebab tersebut. Tim peneliti dari Departemen Ilmu Bumi Dartmouth menggabungkan pemodelan dengan menggunakan komputer dan pemodelan ilmiah.
Mereka menugaskan hampir 130 pengolah untuk menganalisis catatan fosil secara terbalik untuk menunjukkan dengan tepat peristiwa dan kondisi yang menyebabkan peristiwa kepunahan Kapur-Paleogen (K-Pg).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bagian dari motivasi kami adalah untuk mengevaluasi pertanyaan ini tanpa hipotesis atau bias yang telah ditentukan sebelumnya," kata Alex Cox, penulis pertama studi dan seorang mahasiswa pascasarjana di Departemen Ilmu Bumi Dartmouth, dikutip dari Science Daily.
Metode untuk Menganalisis Penyebab Kepunahan
Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Science ini, telah menghindari hipotesis atau hasil yang telah ditentukan sebelumnya. Sebaliknya, metode ini membiarkan pemodelan baru mereka untuk memproses dan menganalisis data geologi dan iklim untuk mencari penyebab dan dampak peristiwa tersebut.
Model ini menghasilkan lebih dari 300.000 kemungkinan skenario emisi karbon dioksida, keluaran sulfur dioksida, dan produktivitas biologis dalam 1 juta tahun sebelum dan sesudah kepunahan K-Pg.
Metode ini menggunakan jenis pembelajaran mesin yang dikenal sebagai Markov Chain Monte Carlo, yang mirip dengan cara ponsel cerdas memprediksi apa yang akan Anda ketik selanjutnya.
Prosesor bekerja sama secara independen untuk membandingkan, merevisi, dan menghitung ulang kesimpulannya hingga mencapai skenario yang sesuai. cocok dengan hasil yang tersimpan dalam catatan fosil.
Model Baru Ungkap Penyebab yang Berkaitan dengan Letusan Gunung
Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu faktor utama yang menyebabkan kepunahan massal adalah dampak besar pada iklim yang disebabkan oleh letusan gunung berapi Deccan Traps di India bagian barat.
Diketahui, letusannya melepaskan sekitar 10,4 triliun ton karbon dioksida dan 9,3 triliun ton belerang ke atmosfer selama hampir 1 juta tahun, yang mengubah kondisi iklim Bumi secara drastis.
"Kita sudah mengetahui secara historis bahwa gunung berapi dapat menyebabkan kepunahan besar-besaran, namun ini adalah perkiraan independen pertama mengenai emisi yang mudah menguap yang diambil dari bukti dampak lingkungannya," kata Keller, peneliti vulkanisme Deccan dan kepunahan K-Pg.
"Model kami bekerja melalui data secara independen dan tanpa bias manusia untuk menentukan jumlah karbon dioksida dan sulfur dioksida yang diperlukan untuk menghasilkan gangguan iklim dan siklus karbon seperti yang kita lihat dalam catatan geologi. Jumlah ini ternyata konsisten dengan perkiraan kami. lihat emisi dari Deccan Traps," tambahnya.
Peran Asteroid terhadap Kepunahan Massal
Penelitian ini juga membantu menjelaskan peran asteroid Chicxulub dalam kepunahan ini. Meskipun asteroid tersebut telah lama dianggap sebagai penyebab utama kepunahan dinosaurus, terdapat ketidakpastian mengenai sejauh mana dampaknya.
Sehingga, pemodelan ini menunjukkan bahwa asteroid tersebut tidak secara langsung mengeluarkan gas-gas berbahaya yang dapat memicu kepunahan. Namun, memiliki dampak yang membuat kondisi iklim lebih ekstrem karena telah terganggu oleh letusan gunung berapi sebelumnya.
Dampak asteroid juga kemungkinan besar akan mengeluarkan karbon dan sulfur dioksida. Namun, model tersebut menemukan bahwa tidak ada lonjakan emisi gas apa pun pada saat itu, sehingga menunjukkan bahwa kontribusi asteroid terhadap kepunahan tidak bergantung pada emisi gas.
Kenyataan ini didasarkan pada analisis yang dilakukan oleh prosesor komputer yang bekerja secara bersamaan dan independen.
"Interkoneksi prosesor mempersingkat waktu yang dibutuhkan model untuk menganalisis kumpulan data yang begitu besar, dari hitungan bulan atau tahun menjadi hitungan jam," kata Cox.
Dengan demikian, metode ini dapat diterapkan pada model sistem Bumi lainnya, seperti model iklim atau siklus karbon, untuk mengevaluasi peristiwa geologi yang lainnya.
"Sejauh ini, orang-orang di bidang kami lebih terpesona oleh kebaruan metode ini dibandingkan kesimpulan yang kami peroleh," pungkasnya.
(faz/faz)