Bukan Singa yang Paling Ditakuti Hewan Sabana Afrika, Lalu Siapa?

ADVERTISEMENT

Bukan Singa yang Paling Ditakuti Hewan Sabana Afrika, Lalu Siapa?

Noor Faaizah - detikEdu
Minggu, 08 Okt 2023 09:00 WIB
Close-up of lioness coming from the shadow.
Singa Afrika Foto: Getty Images/Zocha_K
Jakarta -

Punya cakar tajam, otot kuat, mata tajam, dan rahang dengan taring tajam membuat singa disegani sebagai predator hebat. Hewan ini pun menduduki tingkat teratas dalam rantai makanan.

Posisi tersebut membuat julukan si raja hutan layak disematkan pada singa. Terlebih, hewan ini memiiki kemampuan lebih dalam berburu secara berkelompok.

Seorang ahli biologi konservasi, Michael Clinchy dari Western University, Kanada mengatakan, "Singa adalah predator darat yang berburu secara berkelompok terbesar di planet ini, dan karenanya seharusnya menjadi yang paling menakutkan."

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, melansir dari laman Science Alert, berdasarkan pengamatan pada beberapa spesies yang diuji dengan lebih dari 10.000 rekaman satwa liar dari sabana Afrika menunjukkan hal mengejutkan.

Mayoritas "warga" sabana Afrika bukan takut pada singa. Hampir 95% spesies yang diamati justru memiliki ketakutan pada manusia. Padahal, manusia secara teknis bukan predator puncak di sabana Afrika.

ADVERTISEMENT

"Ketakutan terhadap manusia sudah mendarah daging dan menyebar luas. Ada anggapan bahwa hewan-hewan tersebut akan terbiasa dengan manusia jika mereka tidak diburu. Namun kami telah menunjukkan bahwa hal tersebut tidak terjadi," ujar Clinchy.

Michael Clinchy bersama rekan-rekannya dari Western University melakukan serangkaian observasi pada efek vokalisasi dan suara hewan yang berada di kubangan air Taman Nasional Greater Kruger, Afrika Selatan.

Uji Efek Vokalisasi Berbagai Percakapan - Dari Singa hingga Manusia

Dikutip dari laman Science Alert, para peneliti menyiarkan berbagai macam suara seperti percakapan manusia dalam bahasa lokal, Tsonga, Sotho Utara, Inggris, dan Afrikaans, serta suara perburuan manusia termasuk gonggongan anjing dan suara tembakan. Selain itu, mereka juga memperdengarkan suara singa yang saling berinteraksi.

"Kunci vokalisasi singa adalah suara mereka yang menggeram dan mengaum, seolah-olah dalam 'percakapan', bukan saling mengaum (saja). Dengan begitu, vokalisasi singa dapat dibandingkan secara langsung dengan vokalisasi manusia saat berbicara," jelas Clinchy.

Penelitian tersebut merekam respons hewan-hewan yang berada di sekitar kubangan air setelah mendengar suara. Menurut Liana Y. Zanette, salah satu penulis studi, pada suatu malam terekam gajah yang sedang mengamuk saat mendengar suara rekaman singa. Gajah tersebut menghancurkan hal-hal di sekitarnya.

Hampir 19 spesies mamalia yang diamati, memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar untuk meninggalkan kubangan air saat mendengar percakapan manusia. Mamalia tersebut di antaranya ada badak, gajah, jerapah, macan tutul, hyena, zebra, babi hutan hingga hewan yang berbahaya.

Di sisi lain, dalam menghadapi hewan-hewan berbahaya tersebut manusia tidak akan berhenti begitu saja. Mulai dari memburu mamut raksasa atau merawat dinosaurus, manusia akan cenderung menghadapi bahaya yang ada. Akan tetapi, sebagai "hewan" yang paling mematikan di muka bumi dan pendorong utama evolusi, manusia justru telah menanamkan teror pada hewan lain.

Keberadaan Manusia Jadi Bukti Nyata Bahaya Pada Lingkungan

Berdasarkan penelitian yang terbit di Current Biology, satwa liar mengenali manusia sebagai bahaya nyata, sedangkan gangguan seperti gonggongan anjing hanyalah pertanda kecil. "Pendengaran vokalisasi manusia-lah yang menimbulkan ketakutan terbesar," tulis tim dalam makalahnya yang terbit pada (5/10/2023).

Hal ini tidak baik bagi populasi spesies sabana, termasuk jerapah yang sudah semakin berkurang. Menurut penelitian sebelumnya, rasa takut yang terus-menerus dapat mengurangi populasi hewan mangsa dari generasi ke generasi.

Melalui penelitian ini diharapkan para ahli biologi konservasi dapat memanfaatkan pengetahuan ini untuk membantu spesies menghindari bahaya. Misalnya, memainkan suara percakapan manusia di daerah dengan perburuan liar di Afrika Selatan, sehingga mereka dapat menjauhkan badak putih selatan yang terancam punah.

Menurut Zanette, rasa takut yang meluas di komunitas mamalia sabana telah menjadi bukti nyata bahwa manusia berdampak pada lingkungan.

"Bukan hanya kehilangan habitat, perubahan iklim, dan kepunahan spesies, yang merupakan hal-hal penting. Tetapi, keberadaan kita di lanskap tersebut sudah cukup menjadi sinyal bahaya bahwa mereka merespons dengan sangat kuat. Mereka takut setengah mati terhadap manusia, bahkan lebih dari itu. Daripada predator lainnya," pungkas Zanette.




(pal/pal)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads