Dinosaurus dan mamalia purba punah massal ketika asteroid menabrak Bumi 66 juta tahun yang lalu. Kepunahan hewan-hewan unik ini menyisakan mamalia kecil dan sedikit burung yang bertahan hidup, nenek moyang dari mamalia dan hewan yang hidup saat ini.
Spencer M Hellert, peneliti dari Columbia College Chicago menuturkan, awalnya, para meneliti mengira hewan-hewan tersebut bisa selamat dari kepunahan karena tidak punya karakteristik unik. Hewan-hewan ini bisa makan apa saja, bisa bersembunyi di mana saja, dan bisa beradaptasi pada perubahan lingkungan.
"Jenis hewan yang bertahan hidup tidak mungkin seperti panda, yang cuma bisa makan bambu," kata periset di Field Museum tersebut, dikutip dari pernyataan resmi museum di EurekAlert.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, penelitian baru Hellert dan rekan-rekan di jurnal Nature Ecology & Evolution mendapati bahwa hewan-hewan yang selamat dari kepunahan juga punya keunikan sendiri. Karakteristik tersendiri ini menjadi kunci untuk bertahan hidup setelah kepunahan masal.
"Gagasan 'si hewan biasa yang bertahan hidup' ini muncul sejak 1800-an. Muncul anggapan umum bahwa hewan yang biasa-biasa saja cenderung tidak punah. Tapi kami menemukan bahwa hewan yang bertahan dari kepunahan lebih dari satu kali ini digeneralisasi begitu saja ketimbang keturunannya masa kini," kata kata Ken Angielczyk, salah satu penulis studi dan kurator MacArthur Paleomammalogy di Field Museum.
"Padahal, hewan-hewan ini sebenarnya hewan yang maju di zamannya, dengan karakteristik baru yang mungkin membantu mereka bertahan dan fleksibel dalam evolusi," imbuh Angielczyk.
Keunikan Hewan yang Selamat dari Kepunahan
David Grossnickle, Asisten Profesor di Institut Teknologi Oregon semula mendapati pada 2019 bahwa mamalia kecil pemakan serangga umumnya adalah keturunan hewan-hewan yang mampu bertahan di masa sulit, termasuk masa kepunahan dinosaurus. Hewan-hewan jenis ini merupakan pelopor diversifikasi besar hewan modern.
Garis Keturunan yang Terus Selamat
Grossnickle kemudian mendekati Hellert dan Angielczyk untuk melihat apakah tren tersebut juga berlaku pada mamalia awal dan nenek moyangnya. Hellert lalu menciptakan pohon keluarga besar sinapsida, yaitu kelompok hewan yang mamalianya merupakan anggota terakhir yang masih hidup.
Pohon fosil terbesar ini, kata Angielczyk, batu peneliti melihat pola makan dan ukuran tubuh hewan, dan apa yang terjadi selama lima radiasi evolusioner utama di sinapsida. Di kelimanya, beberapa spesies berkembang menjadi lebih beragam.Angielczyk menjelaskan, ketika bencana baru menyebabkan sebagian besar spesies itu punah, proses tersebut terulang kembali.
Para peneliti, bersama rekan penulis Graeme Lloyd dan Christian Kammerer, menemukan bahwa kisah evolusi sinapsida bukan soal hewan kecil tanpa karakteristik unik yang bertahan hidup. Sebab, pada titk tertentu, sinapsida lebih besarlah yang bisa bertahan hidup. Kelompok hewan ini juga bukan hanya sekadar pemakan serangga.
Mamalia Gigi Tajam
Tim peneliti mengakui, semula beberapa hewan yang selamat dari kepunahan massal tampak tidak terspesialisasi. Namun, studi terbaru mendapati bahwa mereka punya keunikan seperti, mamalia zaman dinosaurus punya gigi tajam untuk memotong mangsanya.
Beberapa hewan yang selamat dari kepunahan rupanya memiliki struktur gigi yang berfungsi seperti lesung dan alu. Gigi hewan ini mampu menggiling, disamping hanya memotong.Gigi ini dinilai lebih bagus karena di masa sulit, saat ketersediaan makanan lebih sedikit, hewan ini bisa makan jenis makanan lebih variatif.
Di sisi lain, Grossnickle menggarisbawahi bahwa hewan dengan ciri-ciri gigi baru atau rahang yang berfungsi lebih baik dalam menguraikan berbagai jenis makanan tidak akan mengambil alih secara ekologis sampai garis keturunan lama mereka punah.
"Sering kali kita memerlukan peristiwa kepunahan seperti yang membunuh dinosaurus untuk memusnahkan kelompok-kelompok yang lebih tua. Peristiwa ini memungkinkan hewan-hewan yang lebih mewah untuk bertahan dan melakukan diversifikasi," terangnya.
Tim peneliti mengatakan, hasil studinya dapat bantu pemahaman ilmuwan tentang cara kerja evolusi. Namun, Angielczyk mengakui bahwa timnya tidak benar-benar tahu apakah ada serangkaian fitur konsisten yang biasanya dimiliki hewan yang selamat dari kepunahan massal, yakni para nenek moyang diversifikasi evolusioner tersebut.
"Dengan melihat kompleksitas diversifikasi mamalia dan kerabat purba mereka, berarti kita perlu mengkaji kelompok lain untuk melihat apakah situasi di mamalia ini pengecualian, memang yang umum terjadi," pungkasnya.
(twu/nwk)