Mendengar kata nuklir tentu akan identik dengan suatu ledakan dahsyat. Nuklir apabila meledak akan mengakibatkan risiko besar pada lingkungan dan orang-orang sekitar lokasi ledakan yang terkena partikel ledakan serta radionuklida.
Partikel radioaktif sisa dari ledakan tersebut akan terus bertahan dalam waktu yang lama, hingga menyebar dan mengontaminasi tumbuhan serta hewan. Misalnya pada ledakan nuklir Amerika Serikat di masa lalu yang mengakibatkan 30 - 80 juta meter kubik tanah dan sekitar 1,8 - 4,7 miliar meter kubik air terkontaminasi radionuklida.
Baca juga: Bisakah Kura-kura Hidup tanpa Cangkangnya? |
Di masa lalu, para peneliti masih kesulitan dalam mendeteksi partikel-partikel sisa ledakan nuklir yang mencemari lingkungan. Melansir dari artikel Smithsonian, kini para peneliti telah menemukan cara baru untuk mendeteksi efek dari nuklir, yaitu melalui cangkang ordo Chelonian seperti kura-kura hingga penyu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penelitian pada Empat Cangkang Kura-Kura
Sebuah penelitian berjudul Anthropogenic uranium signatures in turtles, tortoises, and sea turtles from nuclear sites yang disusun ilmuwan Cyler Conrad dkk yang diterbitkan Jurnal PNAS Nexus pada pekan pertama Agustus 2023, menggambarkan bagaimana cangkang kura-kura menyimpan bukti ledakan nuklir.
Menurut peneliti, ketika cangkang kura-kura tumbuh, tulang mirip tanduk yang ada di atas cangkang reptil tersebut membentuk lapisan diskrit yang menyimpan bukti ledakan nuklir layaknya sebuah data. Dalam percobaan ini para peneliti memeriksa empat cangkang kura-kura berasal dari lokasi berbeda yang diketahui pasti pernah terkena dampak nuklir.
Cangkang kura-kura dan penyu yang diteliti dalam riset ini adalah penyu hijau yang dikumpulkan tahun 1978 dari Republik Kepulauan Marshall, kura-kura gurun Mojave dari tahun 1959 di Utah, kura-kura sungai tahun 1985 dari Carolina Selatan, dan kura-kura kotak timur tahun 1962 dari Oak Ridge Reservation di Tennessee.
Terkhusus pada cangkang penyu hijau, dikumpulkan dari Atoll Enewetak dan Atoll Bikini yang merupakan tempat uji coba 67 senjata nuklir antara tahun 1946 sampai 1958. Spesimen ini diketahui telah bertahan selama 20 tahun sejak uji coba nuklir tersebut dan peneliti menganggap hal seperti itu jarang terjadi.
Sebagai pengontrol atau pembanding, peneliti juga memeriksa kura-kura gurun Sonora yang dikumpulkan tahun 1999 dari daerah Arizona yang merupakan daerah yang tidak terkena dampak nuklir.
Pada percobaan ini peneliti menggunakan unsur yang cocok dengan partikel nuklir di masa lalu terhadap empat cangkang kura-kura objek penelitiannya. Peneliti coba mengidentifikasi unsur uranium (235U dan 236U) pada cangkang-cangkang itu. Hal ini dikarenakan beberapa unsur uranium secara alami banyak ditemukan di lingkungan sekitar.
Setelah dilakukan penelitian lebih lanjut ditemukan unsur uranium pada cangkang kura-kura tersebut. Peneliti juga beranggapan bahwa kura-kura ini bisa bertahan karena masih aktif mencari makan setelah uji coba nuklir.
Residu Uranium Bisa Diukur Melalui Cangkang Chelonian
![]() |
Menurut para peneliti, cangkang kura-kura dan penyu lebih efektif untuk menjadi indikator efek radionuklir dari masa lalu. Sisik ordo Chelonian yang diteliti ternyata secara berurutan cocok dengan sejarah nuklir yang diketahui di lokasi-lokasi ini selama abad ke-20.
"Hasil kami mengkonfirmasi bahwa chelonian melakukan bioakumulasi radionuklida uranium dan melakukannya secara berurutan dari waktu ke waktu. Teknik ini memberikan pendekatan runtun waktu untuk merekonstruksi sejarah nuklir dari konteks masa lalu dan masa kini yang signifikan di seluruh dunia dan kemampuan untuk menggunakan chelonian untuk program pemantauan lingkungan jangka panjang (misalnya penyu di Enewetok dan Bikini Atolls di Republik Kepulauan Marshall dan di Jepang dekat reaktor Fukushima Daiichi)," demikian tulis para peneliti dalam jurnal PNAS Nexus.
Peneliti mengatakan mengukur residu unsur nuklir di cangkang kura-kura dan penyu lebih efektif dibandingkan dengan pengukuran menggunakan lingkar kayu pohon. Pada lingkar kayu pohon, efek dari nuklir yang tersimpan tidak begitu dapat terdeteksi dengan baik karena elemen di antara lingkar kayu pohon bisa mengaburkan unsur nuklir.
Cangkang kura-kura dan penyu ini nantinya juga diprediksi dapat membantu ilmuwan dan peneliti dalam mendeteksi unsur kontaminasi radioaktif dari kasus pengolahan air limbah nuklir Fukushima di Jepang yang dibuang ke Samudera Pasifik.
Dari hasil studi juga membuktikan penggunaan nuklir di Amerika Serikat memiliki dampak yang juga besar tidak hanya di Jepang. Sebab, penggunaan nuklir benar-benar berdampak tidak hanya pada manusia tetapi juga aspek lainnya. Hal ini juga diungkapkan oleh Laura Martin seorang sejarawan dilansir Scientific American tahun 2023.
"Penelitian ini menunjukkan kepada kita efek dari nuklir yang tidak hanya berdampak pada manusia tetapi itu juga berdampak pada seluruh biosfer" jelas Martin.
Penelitian Lanjutan
Para ilmuwan merekomendasikan kelanjutan penelitian dengan objek yang lebih banyak, seperti penyu yang menghuni lokasi dengan riwayat penyebaran nuklir yang signifikan misalnya penyu kolam Jepang Mauremys japonica, kura-kura stepa Kazakhstan Testudo (Agrionemys) horsfieldii, atau penyu kolam Ukraina Emys orbicularis yang akan memperkuat hasil riset bahwa ordo Chelonian ini melakukan bioakumulasi unsur nuklir dan mencerminkan kontaminasi antropogenik di lingkungan.
Analisis peneliti juga menyarankan jaringan yang tumbuh secara berurutan dari berbagai organisme dapat memberikan data yang dapat diandalkan untuk mengidentifikasi peristiwa riwayat nuklir. Seperti jaringan moluska (lapisan pertumbuhan karang), jaringan tumbuhan tertentu (misalnya duri kaktus), lensa mata hiu, bulu burung hingga gigi mamalia tertentu. Jaringan-jaringan itu dihipotesakan berpotensi unik dalam menyediakan catatan isotop deret waktu.
"Menggabungkan analisis berbagai organisme dari lokasi nuklir dan sedimen lokal, tumbuhan, dan air juga akan membantu menginformasikan jalur kontaminasi yang tepat untuk sampel tertentu. Karena radionuklida antropogenik plutonium-239 dan -240, cesium-137, dan strontium-90 juga terakumulasi dalam jaringan, kami berharap penelitian di masa depan mengenai unsur-unsur dan isotop ini dapat meningkatkan pemahaman kita tentang peristiwa nuklir tertentu," demikian kesimpulan para ilmuwan dalam jurnal itu.
(nwk/nwk)