Kata Ahli: Orang yang Kaku Secara Sosial, Kognitifnya Juga Tidak Fleksibel

Novia Aisyah - detikEdu
Minggu, 20 Agu 2023 11:00 WIB
Sebuah penelitian psikologis menunjukkan kekakuan sosial berhubungan dengan kekakuan kognitif. Namun, begini saran yang bisa dilakukan. Foto: Kvalifik/Unsplash
Jakarta -

Para ahli menemukan kaitan antara sifat kaku secara sosial dengan fleksibilitas kognitif. Korelasi kedua hal ini dituangkan melalui sebuah studi dalam jurnal Psychological Research bertajuk "Does Social Rigidity Predict Cognitive Rigidity? Profiles of Socio-cognitive Polarization".

Penelitian ini mempelajari bagaimana sifat-sifat seperti konservatisme, xenofobia (benci terhadap hal asing), dan overclaiming (klaim berlebihan) dapat memprediksi kekakuan kognitif. Para ahli mengukur kakunya kognitif melalui latihan pemecahan masalah.

"Kami menemukan bahwa orang-orang yang termasuk pemecah masalah yang baik, memiliki pikiran terbuka ketika harus bernalar tentang masalah sosial," kata penulis utama makalah ini, Profesor Carola Salvi.

Salvi mengatakan, wujud pemikiran yang fleksibel dapat dilihat dalam berbagai bentuk.

"Dalam studi ini, kami mempelajari apa artinya menjadi pemikir yang fleksibel," ujar Salvi, dikutip dari Psychology Today.

Para peneliti menerapkan survei online dengan 525 peserta dari Italia dan Amerika Serikat. Usia rata-rata peserta adalah 38 tahun dan sampel terdiri dari 378 perempuan, 145 laki-laki, serta peserta dengan jenis kelamin yang dirahasiakan.

Survei tersebut menilai kekakuan kognitif melalui tugas pemecahan masalah. Survei ini juga mengukur kekakuan sosial melalui indikator polarisasi sosio-kognitif yang mencakup unsur konservatisme, absolutisme, dan xenofobia. Di dalamnya turut dianalisis sikap "penerimaan terhadap omong kosong" dan "klaim berlebihan" menggunakan skala lainnya yang diukur secara ilmiah.

Kaku Secara Sosial, Kaku dalam Kognitif

Temuan mengungkapkan bahwa individu dengan tingkat kekakuan sosial yang tinggi juga lebih kaku secara kognitif. Kemudian, sikap klaim berlebihan atau kecenderungan untuk mengklaim mengetahui sesuatu yang sebenarnya tidak ada, berkorelasi dengan penegasan diri dan dapat mendorong kekakuan kognitif. Ideologi politik ekstrem sering dikaitkan dengan sikap klaim berlebihan, di mana individu dengan percaya diri mengadvokasi keyakinan mereka tanpa pengetahuan yang memadai.

Para ahli juga memiliki saran untuk mengurangi kerentanan terhadap penerimaan omong kosong dan sikap klaim berlebihan yang kaitannya dengan kekakuan kognitif. Penulis menyarankan untuk fokus pada peningkatan keterampilan pemecahan masalah dan menumbuhkan pendekatan yang lebih berpikiran terbuka.

Pemecahan masalah membutuhkan kemampuan untuk melihat sesuatu dari perspektif yang berbeda. Fleksibilitas kognitif ini dapat diterapkan pada penalaran sosial juga. Studi tersebut memang menguji kelompok mana dari para peserta survei yang menunjukkan kemampuan berpikir "out of the box".

"Tunggu sebelum membuat penilaian dan dekati masalah sosial seolah-olah Anda akan memecahkan masalah misterius yang membutuhkan restrukturisasi perspektif," tegas Salvi.



Simak Video "Video: Penyebab 3 Juta Keluarga Belum Terima Bansos"

(nah/nwk)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork