Bukan Hal Buruk, Ternyata Kegagalan Juga Perlu Dirayakan

ADVERTISEMENT

Bukan Hal Buruk, Ternyata Kegagalan Juga Perlu Dirayakan

Fahri Zulfikar - detikEdu
Minggu, 13 Agu 2023 14:00 WIB
Ilustrasi Stres Bekerja
Foto: condesign/Pixabay/Ilustrasi kegagalan
Jakarta -

Dunia modern dengan sudut pandang serba material telah menempatkan kegagalan sebagai lawan dari kesuksesan. Saat kesuksesan adalah hal yang baik, maka kegagalan dicap sebagai pandangan yang belum baik.

Padahal, kegagalan dan kesuksesan bukanlah tolok ukur dalam satu rantai yang sama. Sebab, ada banyak orang sukses di dunia justru memiliki pengalaman gagal yang lebih banyak dibandingkan orang pada umumnya.

Begitupun dengan orang yang mengalami kegagalan, tidak selalu menemukan kesuksesan seperti yang dibayangkan orang secara umum.

Maka dari itu, sejak dini kita harus memahami bahwa kegagalan dan kesuksesan perlu dipisahkan dalam hal menyikapinya. Hal ini agar kegagalan bisa diterima sepenuhnya sebagai pembelajaran, terlepas dari apa itu kesuksesan.

Menyikapi Kegagalan

Di sekolah, mungkin kesuksesan adalah mendapat nilai akademik yang bagus dan nilai yang kurang memuaskan adalah kegagalan. Nyatanya, pada saat menuju perguruan tinggi, jika melalui jalur tes, akan ada penilaian lain yang tidak menyangkutkan nilai akademik di sekolah sebelumnya.

Artinya, jalur tes memungkinkan kesuksesan nilai akademik di sekolah tidak membantu saat mendaftar kuliah. Begitupun saat kuliah, indeks prestasi di kampus saat lulus tidak selalu menentukan keberhasilan untuk memulai karier.

Ada banyak faktor penentu lain seperti keterampilan, pengalaman di bidang terkait, hingga cara ia berkomunikasi dengan tim maupun orang lain.

Tapi pada intinya, mendapatkan nilai baik di sekolah atau kampus bukanlah sesuatu yang harus diabaikan. Namun, cara berpikir tentang kegagalan dan kesuksesan yang harus dipetakan secara tepat.

Bagaimana Cara Menerima Kegagalan?

Melansir laman Times Higher Education (THE), Kenan Kok Xiao-Feng, senior learning analyst dan Oran Devilly, asisten profesor, dari Singapore Institute of Technology memberi saran tiga langkah untuk menerima kegagalan yang diringkas menjadi: mengenali kegagalan, merangkul kegagalan dan menanamkan kegagalan.

1. Mengenali Kegagalan

Mengenali kegagalan berarti mengakui kehadirannya. Ini mungkin mudah untuk diucapkan, tapi yang terpenting adalah soal bagaimana seseorang bereaksi terhadap kegagalan.

Persepsi menjadi hal yang penting sebelum seseorang bereaksi. Percayalah bahwa kegagalan adalah proses dari pembelajaran dan begitulah cara hidup mengajarkan kekuatan.

Dalam konteks pengajaran, seorang guru atau dosen bisa melakukan hal dengan menyisihkan waktu untuk bertemu dengan siswa yang merasa "gagal". Mereka harus mencari tahu bagaimana atau mengapa hal itu terjadi sekaligus memberikan penegasan dan dorongan kepada siswa tersebut.

2. Merangkul Kegagalan

Merangkul kegagalan berarti menyambutnya dengan rela dan antusias. Ini memerlukan perubahan pola pikir tentang apa itu kegagalan.

Merangkul kegagalan melibatkan pemikiran bahwa ini menjadi proses yang akan menambah pembelajaran berharga. Maka jika gagal berulang kali, artinya akan mendapatkan pembelajaran berharga yang lebih banyak.

Dengan kata lain, kegagalan dipandang produktif karena mendekatkan seseorang pada tujuan untuk berhasil.

Seorang guru bisa mengajarkan hal ini kepada siswanya dengan tetap menyadari keterbatasan pengetahuan mereka saat ini (lihat desain pembelajaran kegagalan produktif oleh Manu Kapur).

Melakukan hal itu juga dapat mendorong pendidik untuk merangkul batas pengetahuan siswa saat ini dan mungkin memotivasi siswa untuk mencari pengetahuan baru untuk menyelesaikan tugas yang ada.

3. Kegagalan Perlu Dirayakan

Selama ini orang hanya merayakan hal karena berkaitan dengan keberhasilan. Situasi ini menempatkan kegagalan sebagai hal yang seolah tak pantas dirayakan dan harus disesali.

Tentu hal ini sangat keliru karena apapun yang kita lakukan, itu perlu diterima dengan apa adanya untuk kesehatan mental, dan bahkan pantas untuk dirayakan.

Pola pikir semacam ini perlu dilakukan agar menjadi budaya: bahwa gagal itu bukan hal buruk dan tetap bisa dirayakan kemudian direnungkan untuk pembelajaran ke depan yang lebih baik.

Di tingkat sekolah, pendidik dapat membiasakan diri untuk memberi penghargaan kepada siswa yang memulai dengan nilai buruk tetapi telah menunjukkan etos kerja yang tinggi dan terus meningkatkan nilai tugas mereka dari waktu ke waktu.

Memang, semua langkah di atas mungkin terdengar sederhana dan masuk akal secara teori, tetapi mungkin tidak mudah untuk dipraktikkan.

Oleh karena itu, kita harus berusaha untuk menciptakan praktik dan pola pikir yang mengenali, merangkul, dan membudayakan menerima dan memahami kegagalan ke dalam ruang kelas pembelajaran di mana pun dan kapan pun.




(faz/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads