Ujian secara daring mau tidak mau harus diterapkan oleh berbagai institusi pendidikan sebagai imbas dari pandemi COVID-19. Di sisi lain, muncul kekhawatiran bahwa siswa dan mahasiswa akan menyontek.
Namun, studi baru para peneliti dari Iowa State University menemukan bahwa ujian online tanpa pengawasan tetap menghasilkan nilai mahasiswa yang tak begitu berbeda dari hasil ujian offline.
Studi ini dilakukan oleh Jason Chan, profesor psikologi dan Dahwi Ahn, calon PhD di bidang psikologi. Mereka menganalisis data skor ujian dari hampir 2.000 mahasiswa di 18 kelas selama semester musim semi 2020.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sampel yang dikumpulkan mencakup kelas-kelas besar dengan pengajaran bergaya ceramah dan jumlah mahasiswa yang banyak, seperti pengenalan statistik, hingga kelas-kelas lanjutan di bidang teknik dan kedokteran hewan.
Nilai Mahasiswa Tetap Konsisten
Studi yang diunggah dalam Proceedings of the National Academy of Sciences ini menemukan nilai individu mahasiswa saat ujian online sedikit lebih tinggi, tetapi tetap konsisten dengan hasil mereka saat mengikuti ujian tatap muka dengan pengawas.
Mereka yang mendapatkan nilai B sebelum penutupan COVID-19 tetap mendapatkan nilai B saat ujian berlangsung secara online tanpa pengawasan. Pola ini berlaku untuk mahasiswa dengan berbagai tingkat nilai.
"Fakta bahwa peringkat mahasiswa tetap hampir sama, baik mereka mengikuti ujian tatap muka maupun online, menunjukkan bahwa kecurangan entah tidak banyak terjadi atau tidak efektif dalam meningkatkan skor secara signifikan," ucap Chan.
"Sebelum melakukan penelitian ini, saya meragukan ujian online tanpa pengawasan, dan saya sangat enggan menggunakannya jika ada pilihan untuk mengadakannya secara tatap muka. Tapi setelah melihat data, saya merasa lebih percaya diri dan berharap instruktur lain juga begitu," tambah Ahn.
Temuan ini membuat kedua peneliti terus memberikan ujian secara online, bahkan untuk kelas tatap muka. Chan mengungkap hal ini memberikan fleksibilitas lebih bagi mahasiswa yang memiliki pekerjaan paruh waktu atau melakukan perjalanan karena olahraga atau ekstrakurikuler.
Menyontek Tak Begitu Berpengaruh pada Nilai
Para peneliti menemukan mahasiswa yang lebih mungkin melakukan kecurangan mungkin memiliki performa yang kurang baik di kelas dan merasa cemas tentang kegagalan saat menghadapi ujian. Diperkirakan, para mahasiswa yang menyontek sempat tidak masuk kelas, tertinggal dalam belajar, atau merasa tidak nyaman meminta bantuan.
Ujian online memberi mahasiswa-mahasiswa ini kesempatan untuk menemukan jawaban di Google. Namun, studi menunjukkan bahwa mahasiswa tetap akan kesulitan jika tidak memahami pembelajaran.
Chan menuturkan, faktor lain yang dapat mengurangi kecurangan adalah integritas akademik atau rasa keadilan, sesuatu yang banyak mahasiswa hargai. Pasalnya, mahasiswa yang sudah tekun belajar dan bangga dengan nilai mereka mungkin lebih cenderung untuk melindungi jawaban ujian mereka dari penyontek yang dianggap numpang enaknya saja.
Namun, para peneliti mengatakan bahwa petugas ujian tetap harus memperhatikan celah risiko ujian online jika tidak diawasi. Sebab, contohnya, ada platform yang bisa menunjukkan jawaban benar kepada mahasiswa segera setelah mereka memilih jawaban di soal pilihan ganda.
Risiko Pengawas Melunak
Chan dan Ahn mengungkap semester musim semi 2020 memberikan kesempatan untuk meneliti validitas ujian online dalam melaksanakan penilaian mahasiswa. Namun, ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, seperti peran stres dan dampak lain terkait dengan COVID-19 terhadap mahasiswa, dosen, dan asisten pengajar.
Mereka menilai, pengawas ujian bisa saja jadi lebih lunak selama pandemi, lalu memberi penilaian atau memberi waktu yang lebih panjang untuk menyelesaikan ujian.
Pada saat pengumpulan data untuk penelitian ini, ChatGPT belum tersedia untuk mahasiswa. Namun, para peneliti mengakui bahwa alat kepenulisan AI seperti ChatGPT dapat mengubah cara pendidikan dan membuat petugas ujian lebih sulit untuk mengevaluasi mahasiswanya.
(twu/twu)