Karotenoid merupakan senyawa yang mampu mendukung fungsi biologis dalam sistem seluler manusia, seperti aktivitas vitamin A, fungsi antioksidan, dan penguat sistem imun. Namun, beberapa penyakit di negara berkembang yang berkaitan dengan defisiensi vitamin A seperti kanker, penyakit kardiovaskular, katarak, dan gangguan penglihatan seiring usia masih menjadi perhatian. Karena ketidakmampuan sel untuk melakukan biosintesis karotenoid, maka manusia membutuhkan asupan makanan yang kaya akan karotenoid untuk mengurangi risiko penyakit kronis tersebut. Sumber utama makanan mengandung karotenoid umumnya berasal dari buah dan sayur yang berwarna kuning-oranye.
Buah pisang merupakan salah satu komoditas hortikultura global yang kaya energi dan nutrisi, termasuk pigmen karotenoid. Tiga karotenoid utama pada buah pisang terdiri atas Ξ±-karoten, Ξ²-karoten, dan lutein. Ξ±-karoten dan Ξ²-karoten merupakan karotenoid pro-vitamin A yang masing-masing senyawanya dapat menghasilkan satu dan dua molekul retinal di dalam tubuh. Sedangkan, lutein adalah karotenoid makular yang dapat melindungi sel fotoreseptor mata. Konsumsi buah pisang dapat memberikan suplai pro-vitamin A karotenoid bagi tubuh manusia.
Terdapat lebih dari 1.000 pisang kultivar yang tersebar di daerah tropis di seluruh dunia. Sementara itu, tidak kurang dari 200 kultivar ditemukan di berbagai daerah di Indonesia, dengan berbagai nama lokal yang bervariasi. Namun demikian, data Food and Agriculture Organization (FAO) menunjukkan bahwa 45% pasar pisang global dikuasai oleh satu kultivar saja, yaitu pisang cavendish. Faktanya, pisang cavendish banyak ditemukan di pasar swalayan terkemuka di seluruh dunia. Sedangkan, pisang kultivar lokal lainnya lebih banyak untuk konsumsi sendiri pada skala rumah tangga, pasar lokal dan regional. Hal ini menunjukkan bahwa pisang kultivar lokal perlu dipertimbangkan karena berpotensi besar untuk meningkatkan pola makan masyarakat akan vitamin A.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasil Riset Ma Chung-ITB-BRIN soal Pisang Mas
Para periset dari Universitas Ma Chung, Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah berkolaborasi dalam konsorsium riset untuk mengungkap kandungan karotenoid pada beberapa pisang kultivar lokal dari Jawa Timur. Riset tersebut terlaksana dengan pendanaan dari Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui program pendanaan riset dan inovasi COVID-19 pada tema pencegahan.
Pisang mas, dengan nama latin Musa acuminata cv. AA, merupakan pisang kultivar lokal yang banyak dibudidayakan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Di Jawa Timur, produksi pisang mas banyak ditemukan di daerah Malang, Jember, Lumajang, Bojonegoro, dan Pasuruan. Buah dari pisang mas umumnya dimakan segar sebagai buah meja. Ukuran jari buah kecil dengan bobot 50-80 g, panjang 8-10 cm dan diameter 2,5-3,5 cm. Kulit buah berwarna kuning cerah keemasan dengan daging buah masak berwarna krem, kuning hingga oranye, bertekstur halus dan lembut dengan rasa yang manis.
Kandungan karotenoid pada buah pisang sebenarnya dapat dikenali oleh masyarakat awam dari warna daging buahnya. Semakin intensif warna kuning-oranye pada daging buah pisang maka akan semakin tinggi kandungan karotenoidnya. Daging buah pada pisang mas menunjukkan warna kuning-oranye yang paling intensif, sedangkan pisang cavendish menunjukkan warna kuning-krem yang paling tidak intensif.
Berikut urutan karotenoid pisang lokal di Jatim dari yang paling tinggi dibandingkan dengan cavendish:
1. Pisang mas (3.660,59 Β΅g/100 g bk)
2. Pisang berlin (2.554,14 Β΅g/100 g bk)
3. Pisang raja (2.089,60 Β΅g/100 g bk)
4. Pisang candi (1.777,77 Β΅g/100 g bk)
Sementara itu, pisang cavendish menunjukkan karotenoid total yang paling sedikit secara signifikan hanya 347 Β΅g/100 g bk.
Komposisi karotenoid pada pisang mas lebih banyak mengandung Ξ±-karoten (1.556,22 Β΅g/100 g bk), daripada Ξ²-karoten (900,69 Β΅g/100 g bk) dan lutein (258.65 Β΅g/100 g bk). Kandungan Ξ±-karoten dan lutein pada pisang mas juga diketahui paling tinggi di antara pisang kultivar lainnya. Sedangkan kandungan Ξ²-karoten pada pisang mas sedikit lebih rendah daripada pisang raja namun tidak signifikan.
Angka kecukupan gizi yang direkomendasikan untuk vitamin A diberikan sebagai ekuivalen aktivitas retinol (RAE) untuk memperhitungkan berbagai bioaktivitas retinol dan provitamin A karotenoid, yang semuanya diubah oleh tubuh menjadi retinol. Nilai aktivitas vitamin A pada pisang mas adalah yang paling tinggi mencapai 139,90 Β΅g RAE/100 g bk, diikuti oleh pisang raja (115,58 Β΅g RAE/100 g bk), pisang berlin (113,90 Β΅g RAE/100 g bk), pisang candi (84,23 Β΅g RAE/100 g bk) dan pisang cavendish (5.93 Β΅g RAE/100 g bk).
Konsumsi buah pisang dianjurkan untuk memenuhi kecukupan gizi harian akan vitamin A untuk kesehatan mata.
Jumlah Pisang Mas/Hari untuk Penuhi Kebutuhan Vitamin A
National Institute of Health (Amerika Serikat) merekomendasikan nilai kecukupan gizi harian untuk vitamin A pada wanita dan pria dewasa, masing-masing 700 Β΅g RAE dan 900 Β΅g RAE. Untuk itu, diperlukan cukup banyak buah pisang, kurang lebih 10-15 buah pisang mas berukuran sedang (Β±70 g) untuk memenuhi kebutuhan harian akan vitamin A. Pisang kultivar lokal lainnya juga berpotensi, namun jumlah buah yang diperlukan untuk memenuhi kecukupan gizi akan lebih banyak untuk pisang dengan kandungan karotenoid dan aktivitas vitamin A yang lebih rendah, serta tergantung dengan bobot buah.
Baca juga: Kenapa Monyet Suka Makan Pisang? |
Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi pisang kultivar lokal yang ternyata mengandung krotenoid tinggi, selain mendukung pemenuhan kecukupan gizi vitamin A untuk kesehatan, juga akan berdampak pada peningkatan ekonomi dan pelestarian keanekaragaman hayati. Bioprospeksi upaya penggalian potensi keanekaragaman hayati pisang baik jenis liar dan kultivar asli Indonesia lainnya dalam kaitannya dengan pangan fungsional, nutraceutical atau obat-obatan, kosmetik, dan lainnya penting untuk dilakukan.
*) Lia Hapsari, Peneliti Ahli Madya di Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya dan Kehutanan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
(nwk/nwk)