Menonton konser penyanyi atau grup band idola merupakan sebuah kesenangan sekaligus hobi banyak orang. Bahkan, tidak sedikit yang rela merogoh kocek hingga belasan juta, misalnya untuk membeli tiket konser Coldplay yang berharga capai Rp 11 juta.
Di balik hobi menonton konser tersebut, ada beberapa orang yang rela menjual kendaraan, perabotan hingga meminjam uang di pinjaman online. Tentunya hal itu menjadi sorotan masyarakat terhadap orang yang rela melakukan apa saja untuk bisa datang ke konser.
Selain karena menyukai penyanyi atau grup band di konser, banyak juga yang menyebut bahwa demam konser tersebut hanya sebatas untuk flexing.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melansir laman Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Dosen Psikologi Unesa Riza Noviana memberikan tanggapan soal fenomena demam konser untuk flexing tersebut.
Menurutnya, keinginan orang-orang untuk menonton konser merupakan bentuk kebahagiaan dan pemuas diri sebagian orang. Riza mengatakan bahwa ada penonton konser yang memiliki fanatisme yang tinggi dan tidak.
Fanatisme tersebut merupakan bentuk pengabdian yang luar biasa untuk segala sesuatu. Pengabdian pun terdiri dari gairah, keintiman, dan dedikasi yang luar biasa.
Mengurangi Hormon Stres
Menurut Riza, menonton konser bisa mengurangi hormon stres dalam tubuh. Dengan menonton konser, seseorang bisa mendapatkan perasaan bahagia di samping ia telah melakukan banyak aktivitas.
"Karena pandemi yang baru saja terjadi, saat ini konser menjadi sebuah udara segar yang menarik seluruh antusiasme masyarakat," tuturnya dalam laman Unesa.
Selain itu, menonton konser menjadi sarana dalam mengenali diri sendiri dan memunculkan keterhubungan dengan orang lain. Lewat momen tersebut, seseorang bisa berkenalan dengan orang baru dan berkomunikasi yang dapat menimbulkan dampak yang positif.
Tak Melulu Flexing, tapi Self Reward
Alasan dari sisi psikologi lainnya soal demam menonton konser menurut Riza adalah untuk self reward. Hal tersebut dilakukan untuk memunculkan perasaan yang menyenangkan serta makna misalnya cinta, rasa hormat, pengakuan, status sosial, dan perasaan yang membuat mereka dekat dengan idola.
Riza menyebut menonton konser pun terkadang disebut sebagai ajang flexing atau hanya ikut-ikutan untuk meningkatkan status sosial.
Namun, hal tersebut tak berlaku pada semua orang karena perasaan bahagia dapat dirasakan berdasar tingkatannya masing-masing.
"Pengalaman menonton konser secara langsung tidak dapat digantikan oleh apapun untuk sebagian orang. Terlebih ingatan menonton konser ini bahkan bisa terus tertanam di memori seseorang dalam jangka waktu yang lama dan menjadi kenangan manis," tambahnya.
Riza mengingatkan kepada masyarakat untuk tetap berpikir rasional sehingga tidak sampai menjual barang-barang hingga menarik pinjaman online karena tentunya akan berbahaya.
"Lebih realistis saja. Ketika kita mampu ya lakukan, tapi ketika tidak mampu, kita tidak perlu memaksakan diri untuk membeli sebuah tiket konser yang harganya mungkin hingga belasan juta. Kebahagian itu kita sendiri yang ciptakan dan terdapat banyak cara untuk bisa mendapatkannya, tidak hanya dengan menonton konser," pungkasnya.
(faz/faz)