Kesepian telah disebut sebagai kondisi yang lebih berbahaya dibanding merokok 15 batang sehari, menurut US National Library of Medicine National Institutes of Health. Apakah berpengaruh ke otak?
Sebuah studi baru yang diterbitkan dalam Psychological Science menyelidiki hubungan antara kesepian, aktivitas otak, dan interaksi sosial.
Hasilnya menunjukkan bahwa individu yang mengalami kesepian dapat memproses informasi sosial secara berbeda dari mereka yang tidak kesepian. Mereka yang kesepian akan merasa terisolasi dan terputus dari hubungan sosial.
Sebagai makhluk sosial, koneksi sosial adalah hal yang krusial untuk kesehatan fisik dan mental manusia. Isolasi sosial dan kesepian akan menyebabkan efek buruk, termasuk depresi, kecemasan, penyakit kardiovaskular, dan bahkan kematian.
Perasaan Sulit Dipahami Orang Lain
Jika dulu kesepian lekat dengan lansia yang sudah ditinggal pasangannya atau anaknya dan hidup sendiri, maka akhir-akhir ini kesepian kerap berkaitan dengan usia dewasa muda.
Penelitian menunjukkan bahwa hingga 80% mahasiswa mengalami perasaan kesepian di beberapa titik sepanjang karier akademis mereka.
Dalam hal ini, kesepian sering muncul karena seseorang merasa dirinya tidak dipahami oleh orang lain. Sehingga menciptakan hubungan sosial yang kurang memuaskan.
Sebab ketika individu merasa dipahami oleh orang lain, mereka cenderung terlibat dalam perilaku prososial seperti membantu dan bekerja sama dengan orang lain. Mereka juga lebih mungkin mengalami emosi positif seperti kebahagiaan dan kepuasan.
Kondisi Otak Saat Kesepian
Mengutip Psy Post, Elisa C Baek dan rekannya melakukan studi untuk mempelajari apakah korelasi antar subjek (ISC) dalam aktivitas otak selama menonton film bernuansa naturalistik, berhubungan dengan kesepian.
ISC mengukur kesamaan aktivitas otak antara dua atau lebih individu. Metode ini telah digunakan dalam penelitian sebelumnya untuk menyelidiki bagaimana individu memproses dan menanggapi informasi sosial.
Metode tersebut melibatkan pengumpulan data dari 66 mahasiswa tahun pertama di sebuah kampus negeri besar di Amerika Serikat, yang berusia antara 18 dan 21 tahun.
Peserta dipindai menggunakan MRI fungsional sambil menonton klip video yang menggambarkan dua orang berinteraksi secara mendalam.
Tugas tersebut dipilih karena memungkinkan peneliti untuk menyelidiki bagaimana otak peserta merespons rangsangan sosial naturalistik, alih-alih jika menggunakan tugas laboratorium artifisial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesepian yang lebih tinggi dikaitkan dengan ISC yang lebih rendah di beberapa daerah otak, termasuk korteks prefrontal medial dorsal, korteks cingulate anterior, dan sulkus temporal superior.
Wilayah-wilayah tersebut diketahui terlibat dalam kognisi sosial dan pemrosesan informasi sosial.
Hasil juga mengungkapkan bahwa tingkat kesepian yang lebih tinggi dikaitkan dengan aktivasi yang lebih besar di wilayah yang terkait dengan pengaruh negatif, seperti insula dan amigdala.
Hal ini menunjukkan bahwa kesepian dapat dikaitkan dengan peningkatan kepekaan terhadap isyarat sosial negatif dan peningkatan persepsi ancaman sosial.
"Hasil kami menunjukkan bahwa orang yang kesepian memproses dunia secara tidak biasa, yang dapat menimbulkan berkurangnya rasa dipahami yang sering menyertai kesepian," tulis Baek dan rekannya.
"Dengan kata lain, kami menemukan bahwa individu yang tidak kesepian sangat mirip satu sama lain dalam respons saraf mereka, sedangkan individu yang kesepian sangat berbeda satu sama lain maupun dengan rekan mereka yang tidak kesepian."
Orang yang Kesepian Sulit Memproses Informasi Sosial
Para peneliti mengatakan bahwa temuan ini memberikan bukti dasar saraf untuk kesepian, yang menunjukkan bahwa individu yang mengalami tingkat kesepian yang lebih tinggi mungkin mengalami kesulitan memproses informasi sosial dan lebih mungkin mengalami emosi negatif selama interaksi sosial.
Studi ini juga menunjukkan bahwa intervensi berupa ajakan atau dukungan yang ditujukan untuk meningkatkan hubungan sosial dapat bermanfaat bagi individu yang mengalami kesepian.
Namun, tim peneliti mengakui beberapa keterbatasan studi mereka. Pertama, subjek studi kesepian ini hanya mencakup dewasa muda dari universitas, yang membatasi generalisasi ke populasi lain.
Kedua, itu hanya mengukur kesepian pada satu titik, jadi tidak jelas apakah perubahan ISC dari waktu ke waktu juga berkorelasi dengan fluktuasi rasa kesepian.
Namun, tim peneliti menulis bahwa temuan ini tetap menunjukkan bahwa kesepian bisa membuat seseorang memproses dunia secara berbeda dari orang-orang di sekitarnya.
Oleh karena itu, dikelilingi oleh orang-orang yang memandang dunia secara berbeda dari diri sendiri dapat menjadi faktor risiko kesepian, bahkan jika seseorang bersosialisasi secara teratur dengan mereka.
(faz/nah)