Kemegahan cincin es yang dimiliki oleh Saturnus, menimbulkan berbagai pertanyaan di antara para peneliti atau ilmuwan antariksa.
Cincin milik Saturnus, pertama kali diamati oleh Galileo Galilei pada tahun 1610, namun hanya dianggap sebagai dua bulan raksasa karena keterbatasan teknologi teleskop. Setelah 45 tahun, baru astronom Christiaan Huygens mengungkap bahwa dua bulan tersebut merupakan cincin yang mengelilingi Saturnus.
Dikutip dari laman Smithsonian Magazine, pada tahun 2016, Edgard Rivera-Valentin yang saat ini menjadi peneliti di Johns Hopkins University Applied Physics Laboratory menggunakan model komputer baru untuk memeriksa bulan Saturnus, Iapetus dan Rhea.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menemukan kedua bulan tersebut telah terbentuk sejak awal kehidupan tata surya, yaitu selama 4,6 miliar tahun.
Temuan milik Rivera-Valentin tersebut lalu dipresentasikan pada konferensi Lunar and Planetary Sciences di Texas, ternyata mendukung gagasan cincin Saturnus lebih tua dari yang diperkirakan.
Penelitian sebelumnya menunjukkan cincin dan bulan Saturnus baru berusia 100 juta tahun, relatif muda dalam kehidupan tata surya.
Perhitungan akan usia dunia lain dilakukan oleh para ilmuwan dengan meneliti kawahnya. Perkiraan usia permukaannya akan ditemukan berdasarkan bekas luka tumbukan dengan periode pengeboman besar-besaran di tata surya.
Kemudian, pada tahun 2005 muncul sebuah teori yang menyatakan Uranus dan Neptunus saling berputar dan melemparkan puing es ke arah planet lainnya. Namun, menurut penelitian Rivera-Valentin, hujan material (Late Heavy Bombardment) akan menghancurkan bulan termuda Saturnus, Mimas.
Sebelumnya, Rivera-Valentin telah menghitung berapa banyak puing yang menghantam Iapetus, yang menurutnya seharusnya menjadi bulan tertua.
Ia kemudian menggunakan teknik serupa untuk menghitung berapa banyak material yang melukai bulan lain, Rhea. Ditemukan Rhea lebih sedikit terkena dampak hantaman dibandingkan Iapetus.
Kemungkinan dari fenomena tersebut, ialah jumlah materi yang mengenai bulan lebih kecil dari yang sebelumnya dihitung atau Rhea terbentuk lebih lambat dari Iapetus, dan mungkin setelah Late Heavy Bombardment yang terjadi 3,9 miliar tahun yang lalu.
Melalui perhitungan kawah, diketahui Rhea jauh lebih tua dari diprediksi oleh beberapa model.
"Jadi model yang mengatakan mereka bisa terbentuk 100 juta tahun yang lalu, setidaknya saya bisa mengatakan tidak (atas model tersebut), kemungkinan besar bukan itu masalahnya," kata Rivera-Valentin.
Model yang mengungkap Rhea terbentuk sekitar waktu Late Heavy Bombardment semuanya bekerja dengan sejarah pembentukan kawah bulan itu. Penelitian milik Rivera-Valentin ini telah membantu membuktikan bahwa satelit Saturnus memiliki asal yang jauh lebih tua.
Selain menawarkan keindahannya, cincin dan bulan Saturnus juga dapat memberikan petunjuk untuk berburu planet bercincin di luar tata surya. Saat ini, hanya satu planet ekstrasurya bercincin yang telah teridentifikasi. Namun, hal tersebut dinilai cukup janggal karena tata surya memiliki empat planet yang dilengkapi dengan cincin.
"Jika cincin Saturnus masih muda, maka pengamat (secara hipotetis) yang melihat tata surya kita tidak akan melihatnya jika melihat, katakanlah, satu miliar tahun yang lalu," jelas Francis Nimmo, ilmuwan planet yang mempelajari asal mula dunia es di Universitas California di Santa Cruz.
Planet ekstrasurya yang diketahui memiliki cincin ialah J1407b. Menariknya, cincin yang mengitari planet ini memiliki ukuran yang sangat besar bahkan 200 kali lebih besar dari Saturnus dan dapat menyerupai raksasa gas di tata surya awal.
"Idenya adalah cincin Saturnus pernah sebesar itu," jelas Matt Kenworthy dari Observatorium Leiden, yang memimpin tim penelitian dalam mengidentifikasi cincin monster pada 2015.
Terbentuk dari Bulannya
Melansir laman World Atlas, terdapat sebuah teori yang diusulkan pada abad ke-19, mengungkapkan bahwa cincin milik Saturnus terbentuk setelah kehancuran sebuah bulan yang puing-puingnya kemudian membentuk cincin.
Namun, penjelasan akan terbentuknya cincin Saturnus memiliki teori yang bervariasi. Sayangnya, para astronom belum dapat menentukan teori mana yang paling tepat dengan sejarah terbentuknya cincin Saturnus.
Teori lainnya, ialah bahwa salah satu bulan Saturnus mengalami penurunan perlahan dari orbitnya dan perlahan-lahan bergerak menuju Saturnus. Akhirnya, bulan tersebut mendekat bahkan melewati batas Roche, yaitu wilayah sekitar planet di mana gaya tarik gravitasi menjadi terlalu kuat bagi sebuah objek untuk mempertahankan dirinya.
Hal tersebut membuat bulan yang melewati batas Roche robek menjadi puing-puing oleh gravitasi milik Saturnus. Setelahnya, puing-puing dari robekan tersebut jatuh ke orbit dan membentuk cincin.
Variasi lain dari teori ini ialah bulan tidak pernah melewati batas Roche, melainkan tertabrak oleh komet besar atau asteroid yang menyebabkan bulan hancur. Selain itu, cincin juga diprediksi terbentuk sebagai akibat dari dua bulan yang saling bertabrakan.
(pal/pal)