Shibam, Kota Pencakar Langit Tertua di Dunia dari Lumpur

ADVERTISEMENT

Shibam, Kota Pencakar Langit Tertua di Dunia dari Lumpur

Trisna Wulandari - detikEdu
Sabtu, 10 Jun 2023 18:00 WIB
Shibam
Kota tua pencakar langit dari lumpur, Shibam. Foto: Dan via Wikimedia Commons
Jakarta - Shibam disebut sebagai Manhattan dari padang pasir. Sebab, kota tua ini punya bangunan-bangunan tinggi sebelum menara pencakar langit dikenal pada abad ke-19. Bedanya, jalanan Shibam berdebu pasir dan dilalui kambing.

Kota tua Shibam terletak di padang pasir di tengah Yaman. Ada sekitar 70.000 warga yang tinggal di kawasan Hadramaut ini, seperti dikutip dari Atlas Obscura. Kendati tak padat, kota persimpangan Asia, Afrika, dan Eropa ini sempat jadi titik perdagangan rempah dan kemenyan.

Bagaimana bangunan-bangunan pencakar langit Shibam berdiri menjadi situs Warisan Dunia UNESCO? Begini kisahnya.

Kota Tua Pencakar Langit

Shibam semula berdiri sekitar abad ke-3 Masehi, atau sekitar tahun 200. Bangunan-bangunan maajid di Shibam sebagian berdiri dari abad ke-9 dan 10, sedangkan kastil-kastil berdiri dari abad ke-13, dikutip dari laman World Heritage Convention UNESCO.

Pada 1530-an, Shibam dibangun sebagai kota pencakar langit bertembok di atas bukit. Kota ini berdiri di atas taji berbatu beberapa ratus meter di atas dasar wadi. Sebab, banjir besar menghancurkan sebagian besar pemukiman yang ada.

Pada masa Renaisans, mulailah dibangun 500 bangunan rapat itu seperti Manhattan, Amerika Serikat hari ini. Bahannya dari batu bata lumpur, tetapi mampu memberikan perlindungan warga Shibam dari serangan di masanya.

Sejumlah bangunan di Shibam memiliki tinggi 5-11 lantai. Ini menjadikan Shibam sebagai kota tua dengan bangunan lumpur tertinggi di dunia.

Contoh Arsitektur Cemerlang

Rumah-rumah menara di Shibam berdiri di balik tembok kota. Tata letaknya yang padat menandakan kebutuhan perlindungan dari saingan serta prestise ekonomi dan politik abad ke-16 sampai 19.

Konvensi Warisan Dunia UNESCO menilai tata letak kota tua ini merupakan contoh luar biasa pemukiman manusia di atas wadi (palung sungai kering), penggunaan lahan, perencanaan kota, dan munculnya arsitektur domestik dari banjir.

Lebih lanjut, pemukiman di atas daratan bekas banjir, desain fungsional, bahan, dan teknik konstruksi pemukiman di Shibam dinilai merupakan ekspresi budaya tradisional Arab dan muslim yang luar biasa, tetapi sangat rentan.

Shibam juga memiliki lahan-lahan pertanian beririgasi. Oasis, fungsi dan hubungannya dengan kota juga masih utuh. Temuan ini menunjukkan adanya sistem ekonomi terpadu yang melibatkan pertanian banjir, pembentukan lumpur, dan penggunaan lumpur untuk konstruksi bangunan. Keunikan ini tidak tidak ada di wilayah lain setempat.

Dilapis Lumpur Berkala

Rumah-rumah tinggi Shibam tidak kebal kerusakan. Agar tidak runtuh terkikis angin dan hujan, lapisan lumpur baru harus dioleskan ke dinding secara teratur.

Di dalam tembok kota, semua elemen fisik, fitur, dan struktur perkotaan penting sebagian besar tidak rusak dan dalam kondisi baik. Namun, pada 2008, badai tropis dan banjir menyebabkan beberapa bangunan Shibam runtuh. Serangan Al Qaeda 2009 juga merusak situs kota tua ini.

Saat ini, rumah tertinggi di Shibam memiliki 8 lantai, atau sekitar 29,15 meter. Rata-rata rumah setempat memiliki 5 lantai, seperti dikutip dari World Heritage Site.

Menurut UNESCO, Shibam mengusung nilai universal luar biasa. Atribut pentingnya antara lain tata kota rentan banjir, cakrawala kota, tembok kota, bangunan tradisional, serta hubungan antara kota dan lanskap sekitar yang terus dipertahankan.

Namun tidak dipungkiri, keasliannya terancam secara tidak langsung oleh gangguan dari luar. Dalam kasus tertentu, warga Yaman pun punya kecenderungan mengganti bahan tradisional dengan struktur beton.

Sebelum Shibam berubah jadi kota beton, apakah detikers tertarik berkunjung?


(twu/pal)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads