Kesalahan dan permasalahan dalam hidup akan terus ada. Terkadang hal itu tidak terkendali dan membuat kita merasa sulit. Namun, bukan berarti hal itu tidak bisa diatasi.
Dalam ilmu psikologi, terdapat upaya untuk menghadapi kesulitan dan bisa bertahan secara mental, yakni resiliensi.
Menurut American Psychological Association, resiliensi adalah proses dan hasil dari adaptasi dengan pengalaman hidup yang sulit, melalui fleksibilitas mental, emosional, perilaku, dan penyesuaian terhadap tuntutan eksternal dan internal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bisa dikatakan, seseorang dengan resiliensi adalah seseorang yang memiliki keterampilan coping mechanism yang kuat dan mampu mengatur sumber daya yang tersedia.
Seperti meminta bantuan, dan mampu menemukan cara untuk mengelola situasi yang mereka hadapi, sebagaimana penjelasan dari Very Well Mind.
Namun, resiliensi bukan sifat bawaan dan merupakan hasil dari serangkaian karakteristik internal dan eksternal yang kompleks, seperti genetika, kebugaran fisik, kesehatan mental, dan lingkungan.
Oleh sebab itu, dapat kita ketahui bahwa resiliensi merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam beradaptasi dengan masa sulit dan kita dapat mengembangkan resiliensi yang kita miliki.
Resiliensi Bisa Membawakan Kekuatan
Melansir Positive Psychology, resiliensi dalam konteks psikologis dapat melindungi seseorang dari efek stres dan dapat meningkatkan kemampuan untuk mendapatkan kembali rasa kontrol yang dimiliki dalam hidup.
Para psikolog kemudian mengungkapkan bahwa resiliensi terdiri atas kapasitas untuk menghadapi masa-masa sulit dan kemampuan kita untuk melakukan respons secara fleksibel.
Resiliensi juga dapat memberikan kekuatan psikologis dalam menghadapi stres dan kesulitan. Hal itu, menyebabkan para psikolog mempercayai bahwa seseorang yang memiliki kemampuan resiliensi dapat lebih mampu untuk menangani kesulitan dan membangun kembali kehidupan mereka.
Kendati demikian, resiliensi tidak menghilangkan stres atau menghapus kesulitan hidup yang kita miliki. Namun resiliensi membantu kita untuk mengatasi emosi negatif yang kita miliki dan pulih dari segala permasalahan yang kita alami.
Kaitannya dengan Kesehatan Mental
Dikutip dari Mayo Clinic, resiliensi diketahui dapat membantu untuk melindungi kita dari berbagai permasalahan kesehatan mental, seperti depresi dan kecemasan.
Selain itu, resiliensi dinilai juga dapat membantu kita untuk mengimbangi faktor yang meningkatkan risiko kondisi kesehatan mental, seperti intimidasi atau trauma yang telah kita miliki sebelumnya.
Seperti yang kita ketahui, resiliensi dapat membantu kita untuk mengatasi masa sulit dalam kehidupan. Oleh sebab itu, resiliensi merupakan sumber daya penting yang menjadi kunci kesuksesan dan dasar dari kesehatan mental yang baik.
Resiliensi penting bagi kesehatan mental kita karena kemampuan ini dapat meningkatkan kemampuan koping mekanisme kita sehingga kita dapat menghindari permasalahan kesehatan mental.
Cara Membangun Resiliensi
Secara psikologi, telah diidentifikasi beberapa faktor yang dapat membuat kita lebih memiliki resiliensi, seperti sikap positif, optimisme, kemampuan mengatur emosi, dan kemampuan melihat kegagalan sebagai bentuk umpan balik yang bermanfaat.
Para psikolog juga menemukan adanya kecenderungan genetik untuk resiliensi. Namun, bagaimana lingkungan dan keadaan kehidupan juga memiliki peran untuk resiliensi akhirnya diekspresikan oleh orang tersebut.
Berikut beberapa cara untuk membangun resiliensi yang diungkapkan oleh Boniwell dan Tunariu dalam bukunya Positive Psychology: Theory, Research and Application.
1. Intervensi Psikologi Positif
Pertama, melakukan intervensi aktif, melalui mengurangi perilaku hidup tidak sehat dan melakukan olahraga. Hal ini diketahui memiliki efek positif pada kesejahteraan psikologis dan fisik serta mengurangi dampak stres.
Kedua, melakukan intervensi menenangkan, seperti mindfulness, yoga, kegiatan santa, dll. Kegiatan tersebut disinyalir efektif dalam mengelola tantangan hidup yang ada dan akan datang.
Ketiga, intervensi identitas berarti mengenali diri kita melalui pemahaman dan kekuatan kita sehingga dapat membantu kita untuk tampil maksimal dan dapat memiliki kendali dalam situasi sulit.
Keempat, intervensi optimalisasi, yaitu menemukan cara untuk mewujudkan keinginan kita untuk menjadi seseorang yang kita inginkan, dapat membantu untuk menjalani kehidupan yang sesuai dengan nilai kita, dan melindungi dari stres.
2. Mengatasi Kurang Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri, komitmen terhadap tugas, merasa memiliki kendali, dan siap menghadapi tantangan merupakan empat faktor yang erat kaitannya dengan resiliensi.
Mereka yang kurang percaya diri akan memiliki performa yang kurang baik dan memiliki persepsi negatif pada dirinya.
Peningkatan percaya diri dapat dilakukan dengan berfokus pada keberhasilan masa lalu dan mengenali kekuatan kita.
3. Mengatasi Harga Diri yang Rendah dan Negatif
Diketahui, harga diri memiliki kaitan yang sangat erat dengan resiliensi. Hal itu menyebabkan konsep akan harga diri yang kita miliki sangat dipengaruhi oleh pola pikir yang kita miliki.
Carol Dweck dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa pola pikir dapat menyebabkan harga diri yang rendah.
Pasalnya, saat kita berpikir kita hanya berharga saat sukses maka kita akan menilai diri kita dengan keras ketika hal-hal tidak berjalan lancar.
(faz/faz)